Bab 19 : Menemukan Kedamaian dan Kebahagiaan di Tengah Hujan
Sebelum hujan turun, Darren mengangkat secangkir kopi kecil untuk Nazeera, yang duduk di teras rumah mereka yang kecil. Cahaya matahari pagi memantul di antara mereka, menciptakan aura hangat di udara sebelum cuaca berubah. Darren tersenyum lembut pada Nazeera, matanya penuh penghargaan.
"Kamu tahu, hari ini spesial bagiku," ucap Darren, suaranya dalam namun lembut, saat dia menyerahkan secangkir kopi itu ke tangan Nazeera.
Nazeera memandang Darren dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya hangat dan penuh keinginan untuk memahami.
Darren mengangguk, senyum itu masih tersisa di wajahnya. "Hari ini, tepat setahun kita bertemu di supermarket itu," ujar Darren dengan nada yang penuh kenangan, matanya bersinar lembut. "Aku masih ingat betapa cerobohnya kamu saat itu, saat kamu meninggalkan keranjang Coca-Cola yang hampir jatuh karena berusaha memajang lemon dengan sempurna."
Nazeera tertawa kecil mendengar itu, mengenang momen lucu tersebut. "Oh iya, aku bahkan masih merasa konyol dengan itu," katanya sambil tersenyum, suaranya berisi kehangatan. "Dan siapa sangka, sekarang kita duduk di sini, menikmati pagi yang indah bersama." Dia meraih tangan Darren, menggenggamnya dengan penuh kehangatan.
Mereka duduk berdua di teras rumah, menikmati kebersamaan yang penuh tawa, saat cuaca mulai berubah. Tetesan hujan perlahan mulai turun, menggantikan sinar matahari yang hangat.
Konflik internal Nazeera muncul saat hujan semakin lebat, mengganggu ketenangan yang tadinya mereka miliki di teras rumah. Nazeera menghela napas dalam-dalam, matanya memandang ke langit yang semakin mendung.
"Darren, apa yang harus kita lakukan sekarang?" gumam Nazeera, suaranya penuh kekhawatiran namun tetap tenang, seperti biasa. "Aku khawatir kita nggak akan bisa cari taksi di sini."
Darren menepuk lembut pundak Nazeera, mencoba memberikan rasa tenang. "Kita akan coba cari, Nazeera. Aku nggak mau kita terjebak di sini semalaman," jawabnya, suara tegas namun lembut, memberikan kekuatan pada Nazeera.
Mereka berdua berlari menuju pohon besar di taman, dan saat mereka melangkah di bawah hujan yang semakin deras, Nazeera memperhatikan sosok tunawisma di pinggir taman yang berlindung di bawah tenda improvisasi. Matanya memancarkan empati yang dalam saat dia menatap Darren.
"Darren, lihatlah dia," ucap Nazeera, suaranya penuh kepedulian, dengan nada yang sedikit serak oleh hujan. "Rasanya begitu tidak adil, dia harus menghadapi hujan ini sendirian."
Darren merasa hatinya juga tergerak, namun dia tetap berbicara dengan bijaksana. "Kita bisa bantu, Nazeera. Tapi apa yang bisa kita lakukan?"
Mereka berdua merenungkan cara untuk membantu, sambil tetap berusaha mencari tempat berteduh.
Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka menemukan taksi dan duduk bersama di kursi belakang, merasakan kelegaan setelah terbebas dari hujan yang mengguyur mereka. Nazeera memandang Darren dengan sorot mata penuh rasa syukur, sementara Darren menghela napas lega, tubuhnya terasa lemas setelah perjalanan yang penuh ketegangan.
"Saya nggak pernah menyangka hujan bisa membuat kita lebih dekat," ujar Darren, suara tegasnya kini lebih lembut, penuh refleksi. "Kita benar-benar diuji hari ini."
Nazeera tersenyum kecil, mengangguk dengan penuh pemahaman. "Iya, Darren. Hari ini banyak yang bisa kita pelajari, terutama tentang kesabaran dan tentang bagaimana kita bekerja sama." Suaranya tenang, namun ada keteguhan dalam setiap kata yang ia ucapkan.
Langit yang sebelumnya cerah tiba-tiba mulai bergelap, dan gemuruh petir memecah keheningan yang menyenangkan. Namun, Darren tidak terkejut atau kecewa; sebaliknya, dia tersenyum pada Nazeera dengan penuh keceriaan.
"Mengapa kita tidak merayakan momen ini dengan bermain hujan berdua? Sebuah kenangan yang akan kita ukir dalam ingatan kita, Nazeera," ajaknya dengan nada ringan, meskipun matanya masih memancarkan ketegasan.
Nazeera memandang Darren dengan mata yang penuh canda, lalu meraih tangannya dengan riang. "Ayo! Aku selalu senang saat hujan, apalagi kalau kita bisa menikmati bersama seperti ini," jawabnya dengan ceria, suaranya terdengar ringan dan penuh antusiasme. Mereka berlari menuju hujan yang semakin lebat, merasakan sentuhan dingin dan basah dari tetesan hujan yang membasahi kulit mereka. Wajah mereka terpancar kebahagiaan, meskipun cuaca semakin tak bersahabat.
Ketika hujan reda, mereka berdua merasakan dingin yang menusuk tulang dan pakaian mereka yang basah kuyup. Darren merapatkan jaketnya dengan erat sambil menatap langit yang semakin mendung.
"Sepertinya kita berdua sekarang basah kuyup. Apa yang harus kita lakukan, Nazeera?" tanya Darren, suara terdengar penuh perhatian, namun juga menyiratkan rasa cemas.
Nazeera menatapnya dengan wajah sedikit khawatir, namun dia menggenggam tangan Darren dengan erat. "Kita harus segera cari tempat berteduh atau taksi untuk pulang," jawabnya, suaranya penuh kesungguhan meski masih ada sedikit kecemasan di balik kata-katanya. "Ayo, kita harus cepat."
Mereka berlari menuju pohon besar di tepi taman, berharap bisa menemukan tempat berteduh. Namun, mereka menemukan bahwa tempat tersebut sudah dihuni oleh seorang tunawisma yang tampak lesu dan kedinginan. Darren dan Nazeera saling pandang, merasa iba namun juga harus segera mencari tempat lain.
"Maaf, kami tidak bermaksud mengganggu," ucap Darren, suara lembut namun tetap penuh perhatian. Sementara Nazeera mengeluarkan payung dari tasnya, berusaha melindungi diri mereka dari hujan yang semakin deras.
Tunawisma itu menoleh pelan, matanya tampak lelah. "Tidak masalah," ujarnya perlahan. "Saya hanya berharap bisa melindungi diri dari hujan ini."
Darren merasa bersalah namun tetap berbicara dengan penuh kehati-hatian. "Apakah ada yang bisa kami bantu? Kami mencari tempat berteduh untuk sebentar saja," tanyanya, menatap Nazeera, yang mengangguk setuju. Namun, tunawisma itu menggeleng pelan.
"Terima kasih, tapi tempat ini sudah terlalu sempit untuk kita semua," jawabnya, suara penuh keputusasaan. Dia mengangkat bahunya dan kembali menatap jauh ke arah hujan yang semakin lebat.
Darren dan Nazeera merenungkan situasi mereka, terjebak dalam hujan tanpa tempat berteduh yang layak.
"Sepertinya kita harus mencoba mencari taksi," kata Nazeera, suaranya sedikit gemetar, namun penuh tekad. "Kita nggak bisa terus bertahan di sini."
Mereka bergegas keluar dari tempat berteduh, mencoba mencari taksi. Tetesan hujan semakin deras, dan angin semakin kencang, membuat langkah mereka terasa lebih berat. Darren mengeluarkan ponselnya untuk memesan taksi, namun jaringan di daerah tersebut terasa buruk.
"Sinyalnya nggak stabil di sini," kata Darren, suaranya sedikit cemas.
"Tunggu sebentar, aku akan coba lagi," jawab Nazeera, berusaha menenangkan situasi.
Akhirnya, setelah beberapa upaya, Darren berhasil memesan taksi. Mereka menunggu dengan tegang, terkadang melawan angin dan hujan yang semakin lebat.
Sesekali kilat menyambar di langit, menambah ketegangan di antara mereka, namun saat taksi mereka akhirnya tiba, mereka merasa sangat lega.
Di dalam taksi, mereka duduk berdua, merasakan perasaan lega yang luar biasa. Nazeera memandang Darren dengan mata penuh rasa terima kasih, sementara Darren menghela napas lega, tubuhnya yang basah kuyup kini merasa lebih ringan.
"Saya nggak pernah menyangka hujan bisa membuat kita lebih dekat," ucap Darren dengan suara yang kini lebih lembut, penuh rasa refleksi.
Nazeera tersenyum kecil, mengangguk setuju. "Kita belajar banyak hari ini, Darren. Tentang kesabaran, tentang kekuatan kita sebagai tim."
Mereka akhirnya tiba di rumah, merasa lebih kuat dan lebih dekat, siap untuk menghadapi hari-hari berikutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/336339413-288-k590997.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Kesedihan Dipelukan Hujan [End]
Ficción GeneralRintik hujan membasahi tanah dengan irama yang hampir menyentuh hati. Di dalam pelukan hujan,Nazeera merasakan kebingungan dan kegelisahan yang mengalir dalam alur air yang turun dari langit. Tetapi di tengah rintik hujan yang mengalir, ada keindaha...