Bab 40 : Kisah Perjalanan Penyembuhan
Di pagi yang masih diselimuti kabut, Nazeera duduk sendirian di ruang tamu dengan tatapan kosong. Langit kelabu di luar jendela mencerminkan keadaan hatinya yang terluka oleh kehilangan ayahnya, sosok yang selalu menjadi pilar kekuatannya.
Nazeera sering kali terbangun oleh aroma kopi hangat yang biasa diseduh ayahnya setiap pagi. Aroma itu membawa kembali kenangan manis saat mereka duduk bersama di meja makan, berbagi cerita tentang mimpi dan rencana masa depan. Suara langkah kakinya yang tenang di lorong rumah juga menjadi kenangan yang tak terlupakan, mengingatkan Nazeera pada saat-saat di mana ayahnya selalu ada untuk memberikan dukungan dan nasihatnya yang bijak.
Setiap sudut rumah mengingatkannya pada kehangatan dan kasih sayang ayahnya. Di sudut ruang tamu, kursi kosong tempat ayahnya biasa duduk seolah menanti kehadirannya. Nazeera merindukan senyum lembutnya, nasihat bijaknya, dan kehangatan pelukannya.
Darren, manajer di supermarket tempat Nazeera bekerja, datang dengan niat memberikan dukungan. "Selamat pagi, Nazeera," sapa Darren dengan senyuman hangat. "Bagaimana perasaanmu hari ini?"
Nazeera menatap Darren dengan mata penuh kesedihan. "Masih sulit, Pak Darren. Saya merindukan ayah saya setiap saat."
Darren mengangguk penuh pengertian. "Saya tahu betapa beratnya kehilangan yang kamu alami. Kamu tidak sendirian, Nazeera. Kamu memiliki teman-teman dan keluarga yang peduli padamu, dan aku di sini untuk mendukungmu sebanyak yang aku bisa."
Nazeera tersenyum lemah. "Terima kasih, Pak Darren. Saya merasa beruntung memiliki Anda di sisi saya."
Darren tersenyum. "Kita saling mendukung. Mari kita bicara tentang langkah-langkah untuk memulai proses penyembuhanmu."
Darren membantu Nazeera mengekspresikan dirinya melalui seni. Mereka pergi ke toko seni untuk membeli cat dan kanvas. Nazeera menemukan cara baru untuk mengungkapkan perasaannya melalui lukisan, yang penuh dengan emosi saat dia melukis pemandangan alam di taman, tempat ayahnya sering mengajaknya bermain.
Suatu hari, Darren melihat Nazeera sedang melukis pemandangan alam di taman, tempat di mana ayahnya sering mengajaknya bermain dan mengamati burung-burung berkicau. Goresan kuasnya penuh dengan emosi yang dalam, memancarkan kedamaian dan kenangan manis yang pernah mereka miliki bersama.
Darren datang menghampiri Nazeera dengan langkah pelan. Matanya memancarkan kekaguman saat melihat lukisan Nazeera. "Kamu memiliki bakat yang luar biasa, Nazeera. Lukisan ini begitu indah dan penuh emosi. Aku bisa merasakan getaran perasaanmu di setiap goresan."
Nazeera tersenyum bangga. "Terima kasih, Pak Darren. Melukis benar-benar mengekspresikan perasaan saya. Ini seperti terapi bagi hatiku."
Darren mengangguk. "Saya senang melihatmu menemukan cara baru untuk menyembuhkan diri. Teruslah melukis dan menulis, Nazeera. Dunia seni bisa menjadi jendela yang indah untuk mengungkapkan perasaanmu."
Nazeera mengangguk, merasa semakin kuat setiap harinya. Meskipun kehilangan ayahnya masih meninggalkan luka yang dalam, dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Dukungan dari Darren dan orang-orang terdekatnya memberinya kekuatan untuk melanjutkan hidupnya dengan penuh semangat.
Darren memiliki alasan pribadi untuk membantu Nazeera, karena pengalaman kehilangan dalam hidupnya. Interaksi dengan keluarga dan teman-temannya memberinya dukungan moral besar.
Darren sering kali menghabiskan waktu ekstra setelah jam kerja untuk mendengarkan cerita Nazeera tentang ayahnya. Dalam satu pertemuan, Darren berbagi kisah tentang kehilangan yang dialaminya sendiri, menciptakan ikatan yang lebih dalam antara mereka. "Kita sama-sama tahu rasanya kehilangan seseorang yang kita cintai," kata Darren dengan suara hangat. "Tapi perlu diingat, kenangan mereka adalah warisan yang tak ternilai bagi kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Kesedihan Dipelukan Hujan [End]
General FictionRintik hujan membasahi tanah dengan irama yang hampir menyentuh hati. Di dalam pelukan hujan,Nazeera merasakan kebingungan dan kegelisahan yang mengalir dalam alur air yang turun dari langit. Tetapi di tengah rintik hujan yang mengalir, ada keindaha...