Bab 27: Menerima Perpisahan dan Membuka Lembaran Baru
Lucas menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di balik jeruji besi, terperangkap dalam labirin hukum yang rumit. Bayang-bayang masa lalunya menghantuinya, dan setiap pagi, ketika matahari baru saja muncul di ufuk timur, dia merasakan dinginnya tembok penjara yang mengelilinginya. Suara kawat berduri menusuk telinganya, mengingatkannya pada kesalahannya.
Namun, di antara rutinitas yang monoton dan aturan yang ketat, Lucas menemukan kekuatan dalam dirinya untuk bertahan. Dia meresapi kata-kata yang mengangkatnya dari kenyataan yang suram. Di balik tatapannya yang dingin dan diamnya yang menyiratkan kekosongan, Lucas menyimpan cerita yang rumit tentang bagaimana dia terjerumus ke dalam dunia kriminalitas.
Pada suatu hari, ketika hujan turun dengan lembut, Lucas bertemu dengan seseorang di dalam penjara. Seorang tahanan lain, seorang pria tua dengan mata yang penuh pengalaman. Mereka duduk di sudut sel yang gelap, berbicara tentang kehidupan, kesalahan, dan harapan.
Pria tua itu memberinya nasihat yang tak terlupakan, "Ketika pintu penjara terbuka, jangan hanya keluar. Bangunlah dari tidurmu yang panjang."
Lucas, melalui kerja keras dan tekad, menjalani perubahan besar. Dia mengikuti rehabilitasi, belajar keterampilan baru, dan berusaha memahami kesalahannya. Setelah berjuang melalui rintangan, dia diberi kesempatan kedua dan keluar dari penjara dengan harapan.
Langit malam yang gelap menyelimuti kota ketika Lucas memasuki apartemennya yang kecil namun nyaman. Udara malam yang sejuk meniup lembut melalui jendela terbuka, membawa aroma bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar bangunan tua itu. Dalam keheningan malam, Lucas duduk di kursi favoritnya di balkon, menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang, memikirkan janji yang telah ia buat kepada dirinya sendiri.
"Dia sudah bebas," bisik Lucas kepada dirinya sendiri sambil menatap ke langit yang gelap. "Tapi aku harus pergi. Aku harus memberinya ruang untuk hidup tanpa bayang-bayang masa lalu."
Suara lembut angin malam menyusup melalui celah-celah jendela, mengelus wajah Lucas seperti sentuhan lembut. Di dalam apartemen kecilnya, dia duduk di tepi tempat tidur, memandangi kotak tua yang tergeletak di pangkuan. Kotak itu berisi kenangan—potongan masa lalu yang tak pernah bisa dia tinggalkan sepenuhnya.
Nazeera. Nama itu terpatri dalam ingatannya seperti mantra yang tak pernah pudar. Wajahnya, senyumnya, dan janji yang mereka buat bersama. Lucas tahu dia harus pergi, meninggalkan kota ini, meninggalkan Nazeera. Tapi bagaimana dia bisa melupakan segalanya?
"Biarkan dia menemukan kebahagiaannya tanpa gangguanmu," bisikan hati Lucas. Dia menggenggam foto Nazeerayang tersimpan di dalam kotak. Di sana, Nazeera tersenyum bahagia, matanya berbinar. Lucas merasa seperti seorang penjaga rahasia, menyimpan kenangan ini dengan penuh cinta.
Hari-hari berlalu dengan cepat. Lucas mengatur segala sesuatunya dengan teliti. Dokumen perjalanan, tiket pesawat, dan barang-barang kebutuhan. Setiap kali dia menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya, bayangan Nazeera selalu muncul di pikirannya. Dia membayangkan Nazeera berada di sampingnya, tertawa, dan berbicara tentang masa depan.
"Kamu harus kuat, Lucas," ucapnya pada dirinya sendiri di depan cermin. "Janjimu adalah anugerah terakhir yang bisa kamu berikan padanya." Dia mengenakan mantel, mengunci pintu apartemen, dan berjalan keluar.
Lucas duduk di tepi tempat tidurnya, menulis surat perpisahan dengan tatapan kosong, mencerminkan kesedihan yang mendalam di balik keputusannya untuk pergi. Pemandangan dari jendela apartemennya menampilkan panorama kota yang sibuk di bawah sinar bulan yang lembut, menambahkan lapisan emosi pada momen perpisahan yang mendalam.
"Maafkan aku, Nazeera," tulisnya dengan pena gemetar. "Aku harus pergi, tapi janji itu tetap kupegang erat. Aku tidak akan mengganggu kehidupanmu lagi. Semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi, dan aku bisa melihat senyummu tanpa rasa bersalah di hatiku."
Pagi menjelang. Lucas berdiri di bandara, tasnya di pundak. Pesawat menuju tanah asing sudah siap lepas landas. Dia mencari wajah Nazeera di antara kerumunan penumpang yang sibuk. Namun, Nazeera tidak ada di sana. Hanya bayangan yang terus menghantui pikirannya.
"Sudah waktunya," gumam Lucas pada dirinya sendiri. Dia mengambil nafas dalam-dalam.
"Sekarang, aku harus melangkah maju tanpa menoleh ke belakang." Dengan langkah mantap, dia berjalan menuju pintu pesawat, meninggalkan kota yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan hidupnya. Harapan dan rindu mengiringi langkahnya, menuju petualangan baru yang menanti di ujung sana.
Dalam perjalanan menuju tujuan barunya, Lucas merenung di kursi pesawat yang nyaman. Udara dingin kabin menyentuh pipinya, mengingatkannya pada angin malam yang pernah berbisik lembut di telinganya. Nazeera. Nama itu seperti mantra yang tak pernah pudar, mengisi setiap sudut pikirannya.
Kota lamanya, dengan jalan-jalan yang dulu mereka jelajahi bersama, semakin menjauh di bawah sana. Lucas memandangi samudra biru yang terbentang luas di bawahnya. "Dunia ini luas," pikirnya. "Tapi tak peduli sejauh mana aku pergi, janji itu akan selalu menjadi pegangan yang membuatku tetap berpegang pada kebaikan."
Nazeera duduk di ruang tamu apartemennya, surat itu tergeletak di pangkuannya. Senyuman lembut melingkupi bibirnya saat ia membaca setiap kata yang tertulis dengan hati-hati oleh Lucas. Meski ada sedikit rasa perih di dalam dada, ia tahu bahwa ini adalah langkah yang benar, bagi mereka berdua. Lucas telah memilih untuk melepaskan masa lalu, dan itu adalah keputusan yang penuh pengertian. Nazeera merasakan hal yang sama—bahwa terkadang, melepaskan bukan berarti melupakan, tapi memberi ruang untuk kebahagiaan yang lebih besar di masa depan.
Dengan hati yang tenang, Nazeera menulis balasan untuk Lucas. Tangannya menari di atas kertas, menuliskan setiap kata dengan penuh kasih, tanpa ada rasa sesal atau keraguan.
"Lucas," tulisnya dengan lembut, "Terima kasih untuk segala kenangan indah yang telah kita bagi bersama. Masa lalu kita akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup kita, tetapi aku percaya, itu tidak akan membebani kita lagi. Selamat tinggal, dengan semua cinta yang pernah ada di antara kita."
Ia menundukkan kepala sejenak setelah menutup suratnya. Ada rasa damai yang menyelimuti hatinya. Nazeera tahu, meskipun Lucas pergi, dia tetap membawa kenangan manis yang tak akan pernah hilang. Masa depan, yang lebih cerah dan penuh harapan, kini terbuka lebar untuknya. Ia merasakan bahwa perjalanan hidupnya baru saja dimulai—bebas dari belenggu masa lalu dan siap untuk menyambut hari-hari yang lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Kesedihan Dipelukan Hujan [End]
Ficção GeralRintik hujan membasahi tanah dengan irama yang hampir menyentuh hati. Di dalam pelukan hujan,Nazeera merasakan kebingungan dan kegelisahan yang mengalir dalam alur air yang turun dari langit. Tetapi di tengah rintik hujan yang mengalir, ada keindaha...