"Mama, rumah ini besar sekali."
Renjun yang masih berusia 5 tahun itu menatap ibunya yang saat ini sedang memangkunya. Mereka berdua duduk di gazebo halaman belakang. Nyonya Huang baru saja selesai menyuapi anaknya yang rewel sekali kalau disuruh makan.
"Renjun mau tinggal di rumah sebesar itu?" tanya Nyonya Huang dan Renjun menganggukkan kepalanya.
Nyonya Huang tersenyum dan dia memeluk anaknya itu dengan gemas.
"Suatu hari nanti, kita akan tinggal di rumah besar ini, sayang.."
"Renjun tidak mau tinggal di rumah yang ini, Renjun mau tinggal di rumah besar yang baru, Mamaa."
Nyonya Huang tersenyum. Dia pun menggendong anaknya itu lalu mengambil mangkuk kosong yang tadi berisikan makanan untuk Renjun. Wanita itu berjalan keluar dari gazebo lalu dia berhenti dan menatap lekat rumah besar nan megah itu.
"Baiklah, sayang. Kita akan pindah ke rumah besar yang baru seperti yang Renjun mau.."
***
Jeno tidak berani mendekati Nyonya dan Tuan Huang yang saat ini saling berpelukan satu sama lain.
Jeno melihat Tuan Huang mengusap pelan pundak Nyonya Huang sambil memberikan kata penenang untuk Nyonya Huang yang tidak berhenti menangis. Terkadang, Jeno melihat Tuan Huang mencium kening Nyonya Huang dan tidak henti menenangkan Nyonya Huang yang menatap nanar anaknya yang terbaring lemah di ranjang pesakitan ini.
Sebuah pemandangan yang tidak pernah Jeno lihat dari orang tuanya.
Dari kecil, Jeno hanya selalu melihat orang tuanya saling adu mulut.
"Pulanglah, Jeno, nanti eomma mu mencarimu" ucap Tuan Huang ke Jeno yang sejak tadi hanya berdiri di dalam ruangan tanpa mengatakan apa pun.
"Eomma tidak akan mencariku, ahjussi" ucap Jeno sambil menatap Renjun yang kedua matanya terpejam, terdapat masker oksigen di hidung dan mulutnya yang menandakan kalau kondisi anak itu begitu memprihatinkan.
"Jeno-ya, kau harus istirahat karena besok kau bekerja. Tidak apa, Renjun akan baik-baik saja, dan kami berdua akan menjaga Renjun dengan baik" ucap Nyonya Huang dengan suara lembut dan menenangkan hati.
Karena hal itu, Jeno terpaksa pulang meskipun dia sebenarnya ingin berada di sana lebih lama. Jeno pun pamit kepada Tuan dan Nyonya Huang yang tersenyum berterima kasih ke Jeno karena sudah begitu peduli dengan anak mereka.
Setelah kepergian Jeno, Tuan dan Nyonya Huang duduk di kursi yang ada di dekat ranjang pesakitan Renjun. Tuan Huang menggenggam tangan anaknya yang bebas infus. Sedangkan Nyonya Huang berusaha keras tidak menitikkan air matanya lagi.
"Kau apakan anak itu?" tanya Nyonya Huang pada suaminya itu.
"Menghajarnya."
Nyonya Huang menatap lekat anaknya yang entah kapan akan terbangun.
"Kau tidak menembaknya juga? Dia menembak anak kita."
"Tidak perlu melakukan hal itu, ada cara lain untuk membalas perbuatan anak itu" jelas Tuan Huang.
"Jadi, sudah dimulai?" tanya Nyonya Huang, dia pun menatap suaminya yang mencium tangan anak mereka dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] The Rotten Apple
Fanfiction"Satu apel yang busuk bisa merusak satu tong"