Bab 5 Momen yang Tak Terduga

135 8 0
                                    

Keesokan harinya, langit cerah dan matahari bersinar terik, mengeringkan lapangan basket yang kemarin basah oleh hujan. Jennie tiba di bangku panjang lebih awal dari biasanya, merasa ada sesuatu yang berbeda setelah sore hujan itu. Percakapan dan permainan kecil di bawah rintik hujan meninggalkan kesan yang dalam di hatinya. Sekarang, setiap kali melihat lapangan basket, yang terlintas di benaknya bukan hanya tentang sketsa, tapi juga tentang Jennie.

Lisa datang beberapa saat kemudian bersama timnya, dan saat matanya bertemu dengan Jennie yang duduk di tepi lapangan, dia menyunggingkan senyum. Jennie merasakan pipinya sedikit memanas, tetapi ia membalas senyuman itu. Latihan dimulai, dan seperti biasa, Jennie mengamati dengan seksama, mencoba menangkap momen-momen penting untuk digambar.

Ketika latihan selesai, Lisa mendekati Jennie seperti biasa. Kali ini, ia duduk di sampingnya dengan napas yang masih terengah-engah setelah berlari. "Kamu nggak bosan, ya, setiap hari datang ke sini?" tanyanya sambil tersenyum.

Jennie tertawa kecil. "Kalau aku bosan, aku nggak akan datang lagi, kan?"

Lisa tersenyum lebih lebar. "Benar juga. Aku senang kamu masih di sini."

Jennie merasakan debaran di dadanya semakin kuat. "Kamu tahu, latihanmu tadi keren sekali. Gerakan yang kamu lakukan saat memutar tubuh dan memasukkan bola itu... kelihatan sangat sulit."

"Oh, itu? Hanya trik sederhana saja," jawab Lisa merendah. "Tapi kalau kamu suka, aku bisa mengajarimu."

Jennie tertawa kecil, tak percaya. "Aku? Belajar trik basket? Sepertinya terlalu ambisius."

"Ayolah, pasti bisa," kata Lisa sambil bangkit dari tempat duduk. "Kamu hanya perlu mencoba."

Lisa mengulurkan tangan, dan tanpa ragu, Jennie menerimanya. Ia menarik Jennie menuju lapangan, mengambil bola, dan berdiri di depannya. "Oke, coba kita mulai dari gerakan dasar," katanya dengan nada serius namun ramah.

Jennie mencoba mengikuti instruksi Lisa, tetapi setiap kali ia mencoba menggerakkan bola atau melakukan lemparan, hasilnya selalu jauh dari ring. Lisa menahan tawa saat Jennie terlihat frustasi. "Nggak apa-apa, namanya juga belajar," kata Lisa sambil memberikan bola lagi pada Jennie.

Sambil terus mencoba, Jennie merasa semakin nyaman. Namun, di satu momen ketika ia mencoba melempar bola, kakinya terpeleset sedikit. Dengan cepat, Lisa menangkapnya, menjaga agar ia tidak jatuh. Jarak di antara mereka tiba-tiba menjadi sangat dekat, dan Jennie bisa merasakan kehangatan tubuh Lisa, serta detak jantungnya yang begitu nyata.

Keduanya terdiam, saling menatap. Waktu seolah berhenti saat itu juga. Lisa menatap mata Jennie dengan lembut, dan Jennie bisa merasakan debaran jantungnya semakin keras. Seolah-olah hanya ada mereka berdua di lapangan itu, dan suara angin serta suara keramaian di kejauhan menghilang.

Lisa melepaskan genggamannya perlahan, namun masih memandang Jennie dengan senyum di bibirnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya pelan.

Jennie mengangguk, meskipun dalam hatinya, ia tahu bahwa ada sesuatu yang baru saja terjadi. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan, tetapi cukup kuat untuk membuatnya tersadar bahwa perasaannya terhadap Lisa telah berkembang lebih jauh dari yang ia sadari.

Sore itu, ketika mereka berdua berjalan meninggalkan lapangan, ada keheningan yang berbeda di antara mereka. Bukan karena canggung, melainkan karena masing-masing sedang merenungi momen yang baru saja terjadi. Mereka berpisah di depan gerbang sekolah, dan saat Jennie melangkah pulang, ia tak bisa menahan senyumnya. Detak jantung di lapangan basket itu kini membawa arti yang baru, dan Jennie tahu bahwa perasaannya kepada Lisa bukanlah sekadar kekaguman biasa.

tbc.

Detak Jantung di Lapangan BasketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang