Bab 8 Ujian Kesabaran

154 12 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, rutinitas latihan basket Lisa semakin padat. Jadwalnya penuh dengan latihan ekstra, pertemuan tim, dan persiapan untuk pertandingan besar yang semakin dekat. Jennie tetap berusaha mendukungnya dengan hadir di beberapa latihan, meskipun dia tidak selalu bisa berbicara lama dengan Lisa. Mereka berdua mulai merasakan jarak yang semakin lebar, meski bukan karena keinginan mereka.

Suatu sore, saat latihan hampir selesai, Jennie duduk di tribun dengan buku sketsa di pangkuannya. Ia menggambar lapangan yang hampir kosong, hanya ada beberapa pemain yang sedang berbicara dengan pelatih. Lisa terlihat kelelahan, keringat bercucuran di wajah dan lengannya. Jennie bisa melihat betapa keras usaha yang Lisa lakukan, tetapi di balik rasa bangganya, ada juga rasa rindu yang makin mendalam.

Setelah latihan, Lisa mendekati Jennie dengan senyum lelah di wajahnya. "Hai, maaf ya. Latihannya lama banget hari ini," ujarnya sambil mengambil handuk dari tasnya untuk menyeka keringat.

Jennie tersenyum kecil. "Nggak apa-apa. Aku ngerti kok. Kamu harus fokus latihan, kan?"

Lisa duduk di sebelah Jennie, menatapnya dengan mata penuh perhatian. "Aku janji, setelah pertandingan selesai, kita akan punya banyak waktu untuk bersama. Sementara ini, aku harap kamu bisa bersabar sedikit lagi."

Jennie mengangguk, berusaha menahan perasaan kecewa yang perlahan muncul. "Iya, aku ngerti. Tapi kadang aku rindu ngobrol lama denganmu, seperti dulu."

Lisa meraih tangan Jennie dan menggenggamnya erat. "Aku juga rindu, Jen. Kita pasti bisa melalui ini."

Meski Jennie berusaha untuk tetap kuat dan sabar, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia merasa sedikit terabaikan. Hari-hari berikutnya terasa semakin sepi, dan Jennie mengisi waktu luangnya dengan lebih banyak menggambar dan menyibukkan diri dengan kegiatan di sekolah. Namun, ada kalanya ia tidak bisa menghindari rasa cemburu ketika melihat Lisa bercanda dengan teman-teman di timnya, sementara dirinya hanya bisa menyaksikan dari kejauhan.

Pada suatu malam, ketika Jennie sedang duduk di kamarnya sambil menatap foto dirinya dan LiSA yang diambil di taman beberapa minggu lalu, ponselnya berbunyi. Pesan dari Lisa masuk.

"Maaf aku baru bisa kirim pesan. Capek banget habis latihan. Besok malam aku ada waktu kosong, kamu mau ketemu?"

Jennie tersenyum kecil, senang mendapat kabar dari Lisa. Ia merespons cepat. "Tentu, aku juga mau ketemu."

Keesokan harinya, mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang biasa mereka kunjungi. Suasananya hangat dan penuh dengan aroma kopi, tempat yang nyaman untuk berbicara tanpa terburu-buru. Saat mereka duduk bersama, Lisa tampak lebih tenang dibandingkan sebelumnya, seolah kelelahan yang dialaminya di lapangan telah menguap sejenak.

"Aku tahu, belakangan ini kita jarang punya waktu untuk bersama," kata Lisa memulai pembicaraan. "Tapi aku pengen kamu tahu bahwa kamu selalu ada di pikiranku, meskipun aku lagi sibuk di lapangan."

Jennie menatap Lisa dengan tatapan lembut. "Aku ngerti, Lisa. Aku cuma perlu sedikit penyesuaian aja. Aku nggak mau jadi beban buat kamu."

Lisa menggeleng cepat. "Kamu nggak pernah jadi beban. Kamu malah jadi motivasi aku. Setiap kali aku lelah, aku selalu ingat senyum kamu, dan itu bikin aku semangat lagi."

Kata-kata Lisa membuat hati Jennie terasa hangat. Mereka berbicara panjang lebar tentang banyak hal, seperti dulu sebelum kesibukan mulai memisahkan mereka. Di momen itu, mereka menyadari bahwa meskipun jarak sempat terasa jauh, cinta mereka tetap kuat dan saling mendukung.

Malam itu, setelah kembali ke rumah, Jennie merasa lebih optimis. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan selalu mudah, tetapi kebersamaan mereka akan selalu menjadi alasan untuk tetap berusaha. Jennie berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan tetap mendukung Lisa, tidak peduli seberapa sulitnya.

Di tengah kesibukan dan tantangan, Jennie dan Lisa belajar bahwa cinta tidak hanya tentang momen indah bersama, tetapi juga tentang kesabaran, kepercayaan, dan kemampuan untuk tetap bertahan. Pertandingan besar masih menanti di depan mata, tetapi yang lebih penting, mereka siap untuk menghadapi apa pun yang datang dengan hati yang saling mendukung.

tbc.

Detak Jantung di Lapangan BasketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang