Part 27 Kecewa

136 7 0
                                    

Rara perlahan membuka matanya. Cahaya putih menyilaukan membuatnya meringis. Dimana ini? Ingatan terakhirnya adalah ia berada di pemakaman bersama dengan Rey,lalu... gelap. Ia berusaha duduk,namun seluruh tubuhnya terasa sangat lemas.

"Rara,kamu sudah sadar?" Suara Rey terdengar samar-samar,tetapi Rara berusaha menetralkan penglihatannya. Ia menatap kearah Rey yang saat ini berjalan kearahnya, lalu duduk di samping ranjang,wajah pria itu terlihat sangat lelah,gurat kekhawatiran semakin tercetak jelas saat Rara tak kunjung menjawab ucapan Rey. "Rara,hei" Rey menepuk pipi Rara pelan,menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Di mana aku,kak?" Tanyanya pelan.
"Kamu di rumah sakit,Ra. Kamu pingsan kemarin di pemakaman." Rey menggenggam tangan Rara erat.

Rara mengangguk pelan,mencoba mencerna semua yang terjadi. Perasaan kehilangan masih menyelimuti hatinya. Ia merindukan sentuhan hangat Bram dan senyuman lembut Risa. Ia tak pernah menyangka bahwa hari itu adalah pelukan terakhir dari kedua orangtuanya.
"Kak,kenapa mama dan ayah pergi secepat ini?" Suara Rara bergetar,ia berusaha untuk menahan tangis. Rey diam,ia bingung harus mengutarakan kalimat seperti apa. Disaat seperti ini,ia hanya bisa membantu Rara pulih dari luka batin yang ia rasakan.

"Sayang,Mama dan ayah sudah pergi. Mereka sekarang sudah bahagia di surga."
Air mata Rara mengalir deras. Tangisnya pecah,melepaskan semua kesedihan yang selama ini ia pendam. Rey hanya bisa memeluknya erat,berusaha memberikan kekuatan yang ia butuhkan.

Hari-hari berikutnya,Rara menjalani perawatan intensif. Ia sering mengalami mimpi buruk tentang kepergian Bram dan Risa. Dokter mengatakan bahwa Rara membutuhkan waktu untuk bisa sepenuhnya pulih dari trauma yang dialaminya.
Rey selalu setia menemani Rara,ia bahkan rela meninggalkan pekerjaan pentingnya. Ia berusaha membuat Rara merasa nyaman dan bahagia. Mereka sering berjalan-jalan di taman rumah sakit,atau hanya duduk berdua sambil menikmati sinar matahari.

Suatu sore,Rara mengajak Rey ke makam Bram dan Risa. Di sana,Rara bercerita tentang mimpi-mimpi yang ia alami. Ia merasa bahwa Bram dan Risa masih ada di sisinya,selalu menjaganya.
"Aku tahu kalian pasti senang melihat aku sekarang,Mah,ayah. Aku akan selalu ingat kalian. Aku janji akan menjadi anak yang baik." Rey tersenyum mendengar ucapan Rara. Ia tahu bahwa Rara akan baik-baik saja.

Kedua insan itu berjalan beriringan memasuki mension mewah yang berada di hadapannya,beberapa pelayan berbaris setelah melihat tuan muda mereka memasuki ruangan Mension.
"Siapkan kamar untuk Rara,dia harus istirahat sekarang" Beberapa pelayan mengangguk dan langsung mengerjakan tugas yang di perintahkan oleh Rey.

Rita mengelus rambut Rara dengan lembut,memberikan kasih sayang penuh terhadap gadis manis itu. Perasaan keibuannya semakin terasa,selama ini ia menginginkan seorang anak perempuan,hanya saja ia belum diberikan kesempatan untuk memiliki anak lagi.
"Nak,jangan berlarut-larut menangisi kepergian mereka. Tante yakin,Bram dan juga Risa sudah bahagia di tempat mereka yang baru..." Bibir Rita bergetar,seiring dengan air matanya yang mengalir deras.
Rara tersenyum tipis,menghapus air mata Rita yang terus saja mengalir deras.
"Tante tak perlu mengkhawatirkan aku,Rara sudah mengikhlaskan kepergian mama dan ayah" Rita mengangguk pelan,ia memeluk Rara erat,mengelus punggung Rara dengan lembut. Kedua wanita beda usia itu menghabiskan waktu bersama dengan bercerita hingga terlelap tidur.

Sinar matahari pagi menembus celah tirai, perlahan membangunkan Rara dari tidurnya. Ia meregangkan tubuhnya,mencoba mengusir sisa-sisa mimpi buruk yang masih menghantuinya. Selama seminggu terakhir, Rara terjebak dalam kesedihan yang mendalam. Kecelakaan tragis telah merenggut kedua orang tuanya,meninggalkan luka mendalam di hatinya. Rara membuka matanya,menatap langit-langit kamarnya yang putih. Seketika,ingatan tentang orang tuanya kembali menyeruak. Ia teringat senyum hangat Mamanya dan juga pelukan erat sang ayah. Air mata kembali menetes membasahi pipinya.

Sepupu MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang