Sudah empat hari semenjak Rara kembali ke rumah setelah di rawat beberapa hari di rumah sakit. Hari ini ia berniat mengunjungi Sherfan bersama dengan Ibel yang sejak pagi sudah berada di rumahnya,raut wajah gadis itu nampak sendu memikirkan keadaan Sherfan.
"Ra,ibu bilang Sherfan sama Arka sempet kritis. Sekarang gimana ya keadaan mereka?"
"Nanti kita jenguk,ayo sarapan dulu. Mama udah masak,ada kak Rey sama kak Arion juga"
"Cowok yang nyebelin itu? Dia masih ada disini?"Ibel memang sebelumnya sudah terlebih dahulu ke rumah Rara,ia berniat mengunjunginya karena sepengetahuan sang ibu,Rara masih belum sadarkan diri saat terakhir mereka bertemu di rumah sakit. Tetapi bukannya bertemu Rara,ia malah di ganggu oleh Arion habis-habisan,membuatnya kesal dan memilih kembali pulang.
"Pertemuan pertama kalian gimana sih? Kayaknya kamu benci banget sama kak Arion"
"Ck,dia tuh nyebelin. Seharusnya aku udah ketemu sama kamu beberapa hari yang lalu Ra,tapi karena dia gangguin aku terus pas sampe sini,yaudah aku pulang lagi. Sumpah dia tuh agh,pengen aku hajar"Rara tersenyum kikuk tatkala melihat Rey bersama dengan Arion sudah berdiri di hadapannya, mendengarkan ocehan Ibel yang saat ini tengah mengatakan kalimat mutiara untuk Arion.
"Bel" Rara berusaha untuk mengode sahabatnya agar berhenti bicara,tetapi percuma saja gadis itu tak mengindahkan ucapan dirinya.
"Seandainya tubuh dia gak segede itu,aku mau banting dia Ra. Kamu juga dulu suka kesel kan sama kak Rey?"
"Hah? Kapan aku bilang kesel?"
"Loh masa gak inget sih,kamu dulu bilang kak Rey nyebelin,kepala batu,tukang maksa,suka marah-marah,posesif berlebihan,terus apalagi ya..." Rara benar-benar kesal dengan mulut sahabatnya itu yang terus saja merocos tanpa melihat situasi,apalagi orang yang sedang di bicarakan ada di belakangnya,apalagi melihat tatapan Rey yang saat ini tengah menatapnya tajam."Hahahaha,udah yuk makan,kamu banyak omong banget sihh" Rara menarik tangan Ibel dan membawanya ke dapur dimana orang tuanya sudah menunggu untuk sarapan bersama disana. Ibel menutup mulutnya dengan kedua tangan,ketika melewati Arion bersama dengan Rey. Ia merutuki diri sendiri bagaimana bisa mengucapkan kalimat-kalimat indah itu terang-terangan.
"Kok gak bilang sih kalo mereka ada di belakang aku" Ibel berbicara pelan menatap Rara yang tengah mengambil makanan untuk dirinya. "Udah dikasih kode,tetep ngerocos aja. Mana bawa-bawa aku lagi!"
"Hehe,biar kalo kena masalah kamu juga kena"
Rara mencebikan bibirnya dan mulai menyantap sarapan tersebut bersama dengan kedua orangtuanya,Rey dan juga Arion. Meskipun tatapan mereka berdua tak mengenakkan,Rara bersama Ibel tetap menikmati sarapan tanpa merasa terganggu."Mah,ayah. Rara sama Ibel mau ke rumah Sherfan dulu yah,mau jenguk" Risa bersama Bram mengangguk pelan,sedangkan Rey hanya diam menatap Rara yang saat ini sudah beranjak pergi bersama dengan Ibel.
"Tunggu bentar yah,handphone aku ketinggalan di kamar nih" Rara merogoh sakunya untuk memastikan ponselnya ada disana. "Gimana sih,mau di cari sampe tuh celana jebol juga kalo handphone nya gak ada disana ya nggak akan ketemu Rara,udah sana ambil dulu! Aku tungguin disini" Rara mengangguk pelan dan berlari masuk ke dalam rumah.
"Duh,kamu di cariin malah ngumpet di bantal" Rara menaruh kembali ponselnya di saku.
"Hm" Rara diam di tempat saat mendengar suara dari arah belakangnya,ia menoleh dan mendapati Rey berdiri di samping pintu. "Kak Rey? Mau apa,kenapa pintunya di tutup" Rara berusaha membuka pintu namun tubuh besar Rey menghalanginya membuat gadis itu kesulitan untuk bergerak."Ck,mau apasih?"
"Yakin mau keluar rumah make pakaian kayak gitu? Terbuka banget" Rara menatap dirinya sendiri yang saat ini memakai rok pendek dengan baju crop top,yang membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas.
"Ini cantik kok,apa nya yang jelek"
"Memang cantik,kakak gak bilang itu jelek. Tapi,aku merasa di rugikan Ra!"
"Hah? Apasih Rara gak paham,udah buruan buka pintunya aku mau ke rumah Sherfan,Ibel juga udah nungguin"
"Dia nggak akan nungguin,udah ada Arion disana"
"Agh,nyebelin. Kak Rey sama kak Arion sengaja kan?"
"Ganti bajunya,kakak ijinin kamu ke rumah Sherfan. Kalo gak mau,yaudah disini aja kita bikin anak"Ucapan Rey membuat Rara melotot tak percaya,lagi-lagi ia mengancam menggunakan kalimat yang sama. Tak ingin melanjutkan perdebatan ia lebih memilih mengganti pakaiannya menggunakan pakaian yang lebih tertutup. Rey tersenyum senang karena Rara tak bisa membantah ucapannya,hanya dengan satu ancaman gadis itu bisa menjadi penurut.
'Apa gue hamilin aja yah dia? Biar lebih nurut gitu,agh tapi nanti aja deh'
Rara mendelik malas,lihatlah Rey setelah mengancam dirinya. Kini ia duduk di ranjang dengan wajah ceria,bahkan sesekali tersenyum aneh.
"Kak Rey kenapa? Kok senyum-senyum gitu,aneh banget sih"
"Sini deh" Rey menepuk pahanya agar Rara duduk disana,namun gadis itu menolak dan memilih untuk duduk di tepi ranjang.
"Kondisi kamu udah lebih baik kan sekarang? Apa masih ada yang sakit hm? Bilang sama kakak" Rara terenyuh mendapatkan perhatian dari Rey,pria itu selalu berada di sisinya selama ia sakit. Ia juga bahkan membatalkan kepulangannya ke kota hanya untuk menemani Rara yang masih mengalami trauma akibat kejadian yang di alaminya."Kondisi aku udah lebih baik sekarang,walaupun masih agak takut sih,apalagi kejadian waktu orang itu hampir..." Rara tak melanjutkan ucapannya,matanya sudah berkaca-kaca menatap Rey sendu. Kejadian menyakitkan memang terkadang sulit untuk di lupakan,termasuk apa yang hampir di alami oleh Rara. "Hei,dia udah mati. Jangan terlalu dipikirkan ya. Seharusnya kamu lebih trauma saat liat dia mati di tanganku Ra"
Rara tersenyum getir lalu menatap raut wajah Rey yang terlihat tenang "Entah kenapa aku gak bisa takut sama kak Rey,padahal kejadian itu tepat di depan mataku kak" Tangan lentik itu mengelus rahang tegas milik Rey,membelainya dengan lembut.
Rara menarik tubuh tegap itu kedalam pelukannya,ia menarik rambut Rey saat merasakan sentuhan dari bibir pria itu yang tengah mengecupi lehernya.
"Kakh,aku harus jenguk Sherfan sekarang" Ia berucap lirih mencoba untuk menenangkan diri saat kedua tangan pria itu meremas kedua gundukan bukit miliknya. "Entah sejak kapan,tapi kamu sungguh membuatku candu Ra" Rey tak lagi melanjutkan ucapannya dan beralih pada bibir ranum itu yang terlihat seksi. "mmhh"Desahan demi desahan lolos begitu saja ketika Rey,menyesap dada gadis itu. Lidahnya bermain dengan lihai,memberikan sensasi geli sekaligus nikmat secara bersamaan. Dada yang nampak membesar itu terlihat semakin berwarna kemerahan dan basah ketika Rey menyesapnya cukup lama.
"agh,udah kak" Rara memang menyuruh berhenti tetapi ucapan dan sikapnya tidak sejalan. Lihatlah,mulutnya terus meracau meminta untuk berhenti,tapi tangannya menahan tubuh Rey agar terus bermain.Sedangkan di tempat lain,Ibel menggerutu tanpa henti saat Rara tak kunjung menemuinya. Ia merebahkan tubuhnya di pendopo yang di bangun di samping halaman rumah Rara. Sudah hampir dua puluh menit ia menunggu,tapi tak kunjung melihat Rara keluar dari rumah. Hendak memanggilnya ke dalam rumah,tapi ia enggan untuk berjalan,seolah tubuhnya sudah nyaman merebahkan diri di pendopo yang cukup sejuk dengan pemandangan yang indah.
"Nikmat ya rebahan disini?"
Ibel sontak membuka matanya dan terkejut ketika melihat wajah Arion begitu dekat dengannya,hembusan napas pria itu begitu terasa menerpa wajahnya. Ibel diam,terpaku dengan tatapan hangat Arion. Posisi keduanya yang memang sangat dekat membuat Ibel bisa menatap keseluruhan wajah pria itu. 'tampan' satu kalimat itu terbesit begitu saja di pikirannya kala melihat Arion."Apaansih,gak usah deket-deket" Ibel hendak bangun dari tidurnya namun Arion sudah mengukung tubuhnya terlebih dahulu membuat gadis itu kesulitan untuk bergerak. "Kak Arion mau apa? jangan macem-macem"
"Gue gak akan macem-macem kok,cuma minta satu macem aja!" Arion menaik turunkan alisnya,menatap wajah Ibel yang saat ini sudah merah padam.
"Awas,nanti ada warga yang lihat gimana?"
"ouh,jadi kalo ditempat yang sepi gapapa?"
"Bukan gitu" Arion berusaha menahan tawa ketika melihat wajah Isabelle sudah ketakutan,pasti pikirannya berkelana kearah hal yang tidak-tidak. Ia bisa melihat dari raut wajah gadis itu "Katanya mau banting gue? ayo banting nih,agh atau lo mau tau hal yang lebih enak?"
"a-apa?" entah kenapa Ibel menjawab seperti itu,tapi dalam hatinya ia sungguh merutuki dirinya sendiri.
"ngebanting lo di ranjang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupu Mesum
Teen FictionWarning! Cerita ini mengandung beberapa adegan 18+ Harap bijak dalam membaca ya guys!! Cinta memang selalu menyakitkan bukan?? tidak selamanya selalu di isi dengan kebahagiaan. Rara,gadis berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA itu,mencintai...