Part 15 Bertahan

803 5 0
                                    

Rey masih diam di teras rumah,enggan beranjak sedikitpun dari sana. Begitupun dengan Erfan yang masih diam,hanyut dengan segala yang ada di pikirannya.

Saat tengah terhanyut dengan pikiran masing-masing,keduanya di kejutkan dengan suara teriakan salah seorang warga yang berlari ketakutan dari arah perkebunan.

"Pak Anjar,ada apa pak?" Rey mendekat setelah melihat pria paruh baya yang ia sebut Anjar itu berlari ketakutan. Raut wajahnya bahkan pucat,seolah baru saja melihat hantu. "Itu den,di kebun.."
"ada apa di kebun pak? bukannya bapak ada tugas jaga kebun dari om Bram,kenapa malah lari-larian?"
"Tadinya saya emang lagi jaga kebun den,tapi pas keliling di perbatasan ada setan,mana berempat jalannya pincang-pincang lagi,saya takut di keroyok"

Mendengar hal itu Rey mengerutkan dahinya bingung. Ia merasa ucapan Anjar tak masuk akal,ia bahkan sering ikut jaga kebun bersama Bram tapi tak pernah menemukan kejadian aneh atau apapun.
"Bapak tenang dulu! Tidak ada apa-apa di kebun"
"saya bersumpah den" ucapan Anjar memang sangat meyakinkan,wajahnya bahkan sudah pucat pasi,baju yang ia kenakan juga terlihat basah oleh keringat.

"Gue udah manggil pekerja lain buat ngecek di perbatasan kebun,siapa tau ada orang jahat yang mau berbuat hal buruk di sana" Rey mengangguk pelan setelah melihat Erfan bersama lima pekerja datang bersama-sama untuk mengecek keadaan di perbatasan kebun. Sebelum itu,Rey sudah menyuruh Anjar kembali ke rumahnya untuk beristirahat,karena tak mungkin pria itu ikut setelah melihat kondisinya yang tak memungkinkan.

***
Arka memimpin jalan terlebih dahulu bersama dengan Rara yang selalu berada di dekapannya,gadis itu kesulitan berjalan membuat Arka harus senantiasa berada di sisinya.

Rara menoleh saat merasakan cairan merembes mengenai lengannya yang kebetulan memakai kaos dengan lengan pendek.
"Astaga Ar,luka kamu makin parah"
Arka ikut melihat lengannya yang kembali mengeluarkan darah.
"Gak apa-apa,aku masih bisa tahan kok" berbeda sekali dengan ucapannya,wajah Arka sudah berkeringat dingin menahan sakit yang terus saja menjalar di lengannya.

Melihat Arka yang mulai melemah karena darah yang terus saja mengalir,membuat Sherfan merasa tak bisa diam saja ia harus melakukan sesuatu agar Arka bisa bertahan. Dengan paksa,ia merobek baju yang di kenakannya lalu menutup luka Arka menggunakan kain tersebut.

"Luka nya perlu di tangani dengan cepat,lo bisa kehabisan darah"
"haha,kalo rumah sakit ada di depan sana juga gue udah di tangani sama dokter. Masalahnya kita di tengah hutan,antara hidup dan mati.
Apalagi orang-orang itu masih ngejar kita"
deru napasnya semakin memburu membuat kekhawatiran Rara dan yang lainnya semakin bertambah.
"woi,bertahan! Lo jangan mati dulu" Sherfan kembali bersuara membuat Ibel dengan segera memukul bahunya kuat.
"kamu jangan becanda fan,plis"
"iya maap"

Mereka berempat kembali berjalan di tengah perkebunan karet,suasana dingin menyeruak saat mereka semakin berjalan jauh masuk kedalam perkebunan.
"ini kebun ayahmu kan ar?"
Ibel menatap Arka yang sejak tadi hanya diam saja,ia bisa mengerti bahwa Arka tengah menahan rasa sakitnya sejak tadi.
"iya,kita lurus aja dari sini. Di depan sana bakalan tembus di perbatasan kebun punya pak Bram"
Jawabnya membuat semua yang mendengarkan mengangguk.

Belum sempat mereka masuk ke daerah perbatasan kebun suara bariton dari seorang pria yang tak jauh dari mereka,tengah berdiri dan menatap nyalang,apalagi pria itu memegang parang yang kapanpun bisa melukai mereka berempat.
"Apa yang sudah kalian lihat? Dasar anak-anak biadab,menggangu kesenanganku saja" ucapnya terus berjalan cepat hendak mendekati mereka semua.

Melihat itu tentu saja membuat Rara dan yang lain panik.
"ayo lari,dia orang paling bengis yang gue liat"
"Fan,aku gak bisa" Rara berucap lirih menatap sahabat kecilnya itu dengan tatapan nanar "Naik ke punggungku Ra" Suara Arka membuat Rara menoleh padanya. "Tapi,lengan kamu terluka"
"Udahlah ayo buruan,kita gak punya banyak waktu!"
Awalnya Rara tak ingin karena melihat lengan Arka yang tak memungkinkan untuk menggendong dirinya,tetapi setelah Arka memaksanya ia pun naik ke punggung pria itu.

Sherfan sendiri harus menggendong Ibel karena tubuh gadis itu sudah semakin lemah,ia terkena serangan panik dan rasa sesak di dadanya yang terus saja membuat gadis itu memekik menahan sakit. Melihat kondisi teman-temannya membuat Sherfan sendiri bingung,karena hanya dia yang baik-baik saja saat ini.
"Bertahanlah,kalian semua harus bertahan. Kita harus pergi dari sini"

Arka dengan langkahnya yang semakin gontai terus saja berlari tak mempedulikan rasa sakit yang semakin membuatnya melemah. Ia tersenyum setelah melihat perbatasan kebun hanya tinggal beberapa meter dari tempatnya berlari,ia juga bisa melihat ada seorang pria yang tengah berjaga disana. Tetapi senyuman itu tak lama,saat melihat pria yang tengah berjaga kebun itu berlari dan berteriak tak jelas.
"Pak,tolong kami" Teriakan Sherfan tak membuat pria itu berhenti dan malah berlari semakin jauh.

"Dimana anak-anak set4n itu,sudah mengganggu,menyusahkan juga!"
Pria yang mengejar mereka berempat sudah sampai di perbatasan kebun. Tapi ia hanya diam dan melihat kanan-kiri seolah enggan untuk melangkah masuk area perkebunan.

Sherfan menyuruh semua teman-temannya untuk diam,ia mengambil balok kayu yang tergeletak tak jauh dari dirinya bersembunyi. Dengan keyakinan yang sudah mantap,Sherfan berjalan pelan di belakang pria yang saat ini hanya diam membelakanginya.

Crashhhh...
"aghhhhhh" Teriakan Sherfan menggema di perkebunan saat seseorang menusuk punggungnya dari belakang,tubuhnya limbung ke depan membuat ia jatuh tersungkur. "Sherfan, bangun" Rara berjalan terseok-seok menghampiri Sherfan yang saat ini sudah terbaring lemah,semua teman-temannya sudah tak sadarkan diri,kini hanya dirinya saja yang masih bertahan.

"Rasakan itu,kau kira kami bodoh ya!" Pria yang tadi hanya diam kini berbalik menatap Rara dan Sherfan yang sudah jatuh,tatapannya tajam dan melayangkan parang hendak melukainya lagi.

"Cukup,ku mohon jangan sakiti teman-teman ku" Rara berucap lirih,air matanya sudah tak dapat ia bendung lagi. Pria yang seumuran dengan ayahnya itu hanya diam,ia tak bergeming sama sekali,tapi ia tersenyum. Senyuman aneh yang membuat Rara ketakutan "Baiklah,aku tak akan menyakiti teman-temanmu. Tetapi,kau harus membayar sesuatu karena sudah mengganggu aktivitasku"
"Aku akan membayarnya,berapa nominal yang kamu minta? Sebutkan saja"

Bukannya menjawab pria itu malah tertawa keras "Aku memang butuh uang,tapi kita bahas itu nanti saja. Bagaimana dengan tubuhmu itu,ck kau gadis paling cantik yang pernah ku temui" Rara mendongak menatap nyalang kearah pria yang masih saja memperhatikan tubuhnya,ia mengerti arah pembicaraan pria tersebut.
"Bajingan,sampai mati pun aku tak Sudi di sentuh olehmu pria laknat"

Cuih,pria itu meludah tepat di wajah Rara. Ia emosi mendengar ucapan gadis itu yang terdengar jijik pada dirinya.
"Dasar jalang,berani-beraninya kamu"
Ia menjambak rambut Rara dan menariknya paksa. Rara menangis meraung-raung karena tubuhnya yang di seret menjauh dari teman-temannya,ia seolah kelu tak dapat berbicara lagi dan hanya menangis mencoba melepaskan tangan pria yang terus saja menyeret tubuhnya.

Brukk...
Ia menghempaskan tubuh kecil Rara dan langsung menindihnya,ia juga menggerayangi tubuh gadis itu memberikan sentuhan-sentuhan yang membuat Rara jijik dan menjerit histeris.
"Wah,barang bagus ini bos!"
"Tentu saja,dia masih perawan sepertinya. Legit,tubuhnya juga seksi"
"Hahaha,pesta kita bos"
"Jangan hanya bicara,kita gilir saja sampe mati" Rara menggelengkan kepalanya,mencoba melepaskan diri. Ia juga memukul pria yang saat ini tengah mencoba melepaskan pakaian yang di kenakannya.

"Hentikan,dasar brengsek!" Rara meronta,walaupun hasilnya nihil ia terus mencoba melepaskan diri.
"Pegang tubuhnya,gadis jalang ini menyusahkan" Pria yang tadi hanya melihat,kini sudah memegangi tubuh Rara membuat gadis itu kesulitan untuk bergerak.
"Ck,terima permainanku. Kau akan menikmatinya" Pria itu menyunggingkan senyuman,melepaskan celana yang ia kenakan.
"kumohon jangan hiks."

Sepupu MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang