Part 26 Mimpi buruk

268 7 0
                                    

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi,membelah jalanan kota yang mulai padat oleh kendaraan. Mata hazel itu menatap dengan sendu kearah gedung-gedung tinggi yang mereka lewati,lagi-lagi air matanya tak bisa ia bendung mengingat ini adalah hari pertamanya pergi ke kota. Ia masih ingat dengan janji kedua orangtuanya yang akan membawanya kemari untuk mengenalkan dirinya pada keluarga besar Atmaja. Entah itu akan menjadi kenyataan atau hanyalah angan-angan,yang pasti saat ini Rara hanya ingin kedua orangtuanya baik-baik saja.

Hari itu,Rara yang masih duduk di bangku sekolah dasar pulang ke rumah dengan keadaan menangis. Entah apa yang membuat gadis kecil itu begitu terluka,hingga ia kembali ke rumah dengan tangisan yang tak kunjung mereda,membuat Bram dan juga Risa khawatir melihat kondisi putri mereka.
"Rara sayang,ada apa nak?" Suara lembut dari sang ibu membuat Rara luluh,ia menghambur ke pelukan Risa dan melampiaskan tangisnya di pelukan sang ibu.

"Coba ceritakan pada ayah dan mamah,apa yang sudah terjadi di sekolah?" Bram menghapus air mata yang jatuh dari pelupuk mata putri kecilnya.
"Semua teman-teman di sekolah menceritakan keseharian mereka yang selalu bermain dengan kakek dan neneknya. Hanya Rara yang tak bisa menceritakan hal itu,karena kakek dan nenek tak ada"
Risa menatap kearah wajah sang suami,jika sudah begini ia juga bingung harus berbuat apa. Kedua orangtuanya sudah tiada,hanya kedua orangtua Bram yang masih hidup. Tetapi membawa Rara pada mereka bukanlah hal yang baik,apalagi keluarga mereka memiliki masalah dengan Ferdian Atmaja.
"Nanti ayah akan membawa Rara ke kota,kita akan bertemu dengan kakek dan nenek" Ucapan yang keluar dari mulut Bram membuat Risa tertegun untuk beberapa saat,tetapi ia tak banyak bertanya,apalagi melihat Rara yang sudah tertawa riang mendengar janji yang di ucap oleh sang ayah.

Moment-moment itu masih teringat di kepala gadis itu,Rara semakin menangis pilu."Apa ayah dan mama akan baik-baik saja mbok? Rara takut" Rara berucap pelan,menatap mbok Arsi dengan tatapan sendu.
"Semoga mereka baik-baik saja,do'a kan yang terbaik untuk mereka" Mbok Arsi mengelus punggung Rara dengan lembut,tak bisa dipungkiri bahwa ia juga khawatir dan takut dengan keadaan Risa dan juga Bram. Bagaimanapun juga,ia sudah menganggap mereka berdua seperti anaknya. Apalagi Bram,sejak kecil dialah yang selalu mengurus pria itu. Selama empat puluh tahun lebih dia bekerja di keluarga Atmaja,membuat Arsi mengetahui banyak hal tentang keluarga yang memiliki gelar konglomerat itu.

Mobil berhenti di salah satu rumah sakit mewah di kota tersebut,Erfan yang lebih dulu keluar dari mobil langsung mengajak Rara untuk pergi ke ruangan dimana Bram dan juga Risa dirawat. Rara terpaku untuk beberapa saat,menatap kagum kearah bangunan menjulang tinggi di hadapannya.
"Rara?" Erfan mengelus bahu Rara pelan,menyadarkan gadis itu dari lamunannya. "Ayo,kita harus buru-buru Ra"
Rara mengangguk,mengikuti langkah Erfan dan juga mbok Arsi.

Beberapa dokter keluar dari ruangan. Keempat dokter dan juga beberapa perawat yang ada disana langsung menundukkan tubuhnya,setelah melihat Ferdian Atmaja menatap mereka semua dengan tatapan cemas,guratan kekhawatiran dan ketakutan terlihat jelas di wajahnya yang sudah tak lagi muda.
"Bagaimana dengan anak dan menantuku?"
Salah satu dokter yang berusia lebih tua menggelengkan kepalanya lemah.
"Maap tuan,tetapi tuan Bram dan juga nyonya Risa sudah tiada. Tak ada yang bisa saya lakukan" Dokter pria tersebut menundukkan wajahnya,sudah beberapa kali ia mengatakan bahwa Bram dan juga Risa tak selamat,tetapi Ferdian Atmaja masih tetap bersikeras bahwa keduanya masih hidup. Kecelakaan yang mereka alami sangat fatal,keduanya tiada dalam kecelakaan itu.

Tubuh Rara jatuh setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh dokter,semua orang yang berada disana langsung tertuju padanya. Gadis kecil yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu meraung,tak terima dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui. Rita yang sudah menangis semakin histeris saat melihat Rara,ia mencoba untuk membantu gadis itu bangun meskipun tubuhnya juga lemas.

"Tante,om. Bilang sama Rara kalo mama sama ayah masih hidup kan? mereka gak mungkin ninggalin Rara kan?" Rara menatap Dirga dan juga Rita bergantian,ia masih berharap bahwa apa yang di dengarnya hari ini hanya lelucon. Tetapi melihat wajah semua orang yang berada disini menyadarkan dirinya,bahwa kedua orang tuanya benar-benar pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Beberapa mobil mewah terlihat memasuki area pemakaman untuk mengantarkan Bram dan juga Risa ke tempat peristirahatan terakhir mereka. Setelah peti itu di tutup rata oleh tanah,tubuh kecil gadis itu kembali terjatuh. Beberapa orang yang berada disana semakin khawatir dengan kondisi Rara. Tak ada yang ia ucapkan selain lirihan kecil menyayat hati siapapun bagi yang mendengarnya. Rara seolah tak memiliki tenaga lagi untuk berteriak atau meracau meminta kedua orangtuanya untuk tetap hidup. Karena pada dasarnya manusia pasti akan kembali pada sang pencipta.

Semua orang sudah beranjak pergi dari area pemakaman,hanya tinggal Rara bersama dengan Rey. Pagi tadi Rey baru saja kembali dari luar kota,ia baru saja menyelesaikan rapat kerjanya. Ia juga terkejut setelah mendengar kabar bahwa paman dan bibinya itu tiada akibat kecelakaan. Banyak moment bahagia yang ia rasakan saat tinggal bersama dengan Bram dan juga Risa,mereka memperlakukan dirinya dengan sangat baik. Kepergian keduanya membuat Rey juga ikut merasakan kesedihan yang teramat dalam.

Hujan mulai turun deras,membasahi pusara sederhana Bram dan Risa. Rara masih terduduk di sana,tatapannya kosong menerawang ke langit kelabu. Setiap tetes hujan yang jatuh bagai menusuk hatinya yang sudah terluka. Rey,dengan hati yang tak kalah pedih, berusaha membujuk Rara untuk pulang.
"Sayang,ayo kita pulang. Kita terlalu lama disini dan hujan semakin deras." Suaranya bergetar,namun tetap lembut.
Rara menggeleng pelan. "Aku mau disini kak. Aku mau nemenin Mama dan Ayah." Air matanya mengalir deras,membasahi pipinya yang pucat.

Rey menghela napas panjang. Ia tahu,Rara sangat terpukul. Ia menarik tubuh mungil Rara ke dalam pelukannya,berusaha memberikan kehangatan yang mungkin bisa sedikit meredakan kesedihannya.
"Aku tau Sayang,aku juga sedih. Tapi kita harus kuat. Om dan Tante pasti tak ingin melihat kita semua seperti ini,terutama kamu Ra!"
Namun,Rara tetap enggan beranjak. Ia masih terlalu terpukul dengan kepergian kedua orangtuanya yang tiba-tiba.

Bram dan Risa bukan hanya orangtuanya,tapi juga sahabat sekaligus keluarganya. Mereka telah memberikan kasih sayang yang begitu besar padanya,dan kini ia harus kehilangan mereka selamanya. Hal itulah yang membuat Rara merasa enggan untuk beranjak dari tempatnya.

Tiba-tiba,Rara pingsan. Tubuhnya lemas,tidak berdaya,wajah ceria itu berubah menjadi pucat. Rey panik,ia segera menggendong Rara dan membawanya ke mobil. Sepanjang perjalanan,pikiran Rey kacau.

Sesampainya di rumah sakit,dokter mengatakan bahwa Rara kelelahan dan mengalami shock berat. Rey duduk di samping ranjang rumah sakit,menatap wajah Rara yang pucat pasi. Hatinya hancur melihat kondisi Rara seperti ini,ia menyesal terlalu mengabaikan gadis itu. Selama beberapa bulan ini,ia selalu menghindari komunikasi dengan Rara. Ia lebih banyak memberikan waktunya pada pekerjaan,padahal dulu saat di desa ia dan Rara bagai magnet yang tak bisa dipisahkan.
"Maafkan aku,Ra. Maap" Air mata Rey kembali mengalir deras,ia tak bisa melihat Rara seperti ini.

Sepupu MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang