Beberapa minggu berlalu sejak Oline mulai mengubah kebiasaan kecil dalam hidupnya. Di permukaan, segalanya tampak lebih baik. Ia lebih tepat waktu, lebih menghargai jadwal orang lain, dan berusaha tidak mengecewakan orang-orang di sekitarnya, terutama Erine. Namun, meski ia telah berusaha, Oline mulai merasakan adanya tekanan baru yang menggerogoti keinginannya untuk berubah.
Satu malam, saat ia baru saja menyelesaikan pekerjaan kantor, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari temannya, Regie, yang memintanya untuk pergi bersama ke sebuah acara yang dulu sering mereka datangi. Tempat itu adalah salah satu bar yang selalu ramai, dan merupakan tempat Oline sering melepaskan stres. Sebelumnya, ia akan langsung setuju tanpa pikir panjang, tetapi kini, ia ragu.
Oline tahu bahwa kebiasaan lama itu sering kali menyebabkan masalah dalam hidupnya, menyita waktu yang seharusnya ia habiskan bersama Erine, membuatnya terjebak dalam lingkaran yang membuatnya semakin menjauh dari dirinya sendiri. Namun, tawaran itu datang tepat saat ia mulai merasa kelelahan dengan semua tekanan perubahan ini. Ia merasa seolah-olah sedang menjalani kehidupan yang bukan miliknya. Tanpa berpikir panjang, Oline membalas pesan Regie.
Oline: "Oke, aku akan ke sana. Butuh waktu buat refreshing juga."
Di dalam dirinya, ada sedikit rasa bersalah, tetapi ia mengabaikannya, berpikir bahwa satu malam saja tidak akan membuat perbedaannya. Begitu sampai di bar, ia disambut Regie dengan tawa lepas dan suasana yang riuh.
"Akhirnya, kamu datang juga!" seru Regie dengan tawa.
"Kupikir, kamu sudah berubah jadi orang yang membosankan sekarang!"
Oline tertawa kecil, meski dalam hati ia merasa terganggu. Ia sadar bahwa ada bagian dari dirinya yang sudah berubah, tapi ia belum bisa benar-benar meninggalkan kebiasaan lamanya sepenuhnya. Malam itu, ia mencoba menikmati waktu bersama teman-temannya, meskipun pikirannya terus beralih pada Erine dan semua upaya perubahannya.
Tanpa ia sadari, waktu berlalu cepat, dan malam semakin larut. Oline baru menyadari pesan dari Erine di ponselnya yang masuk beberapa jam lalu.
Erine: "Hey, lagi apa? Kalau lagi free, aku mau cerita sesuatu. Bisa video call? "
Namun, pesan itu ia lewatkan, dan sekarang sudah terlalu larut untuk membalasnya. Rasa bersalah muncul kembali, tetapi Oline menepisnya dengan alasan bahwa ia juga perlu waktu untuk dirinya sendiri. Setiap orang butuh kebebasan, bukan? Itulah yang ia katakan pada dirinya sendiri saat ia pulang malam itu, setengah mabuk dan merasa lelah.
-----+++-----
Keesokan harinya, Oline bangun dengan perasaan bersalah yang tidak ia duga. Semalaman, ia merasa seperti dikelilingi oleh suara-suara dari masa lalunya, berusaha melarikan diri dari tekanan yang ia rasakan akibat usahanya untuk berubah. Namun kini, di bawah sinar pagi, ia sadar bahwa kesenangan sesaat tadi malam hanya membawa lebih banyak kegelisahan daripada ketenangan.
Saat itulah ponselnya berdering, dan Erine menelepon.
"Oline, kamu baik-baik saja?" suara Erine terdengar cemas.
"Aku kirim pesan kemarin, tapi kamu tidak balas. Aku khawatir." Oline terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat.
"Maaf, Erine. Aku... aku keluar sama Regie tadi malam. Aku butuh waktu untuk sedikit melepaskan stres." Erine terdengar menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Aku paham kalau kamu butuh waktu sendiri, Oline, tapi aku hanya berharap kamu tidak mengabaikan aku. Kalau kamu sedang berjuang, kita bisa melewatinya bersama. Bukankah itu inti dari perubahan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
POKOKNYA OS
Teen FictionHanya seru-seruan jangan dibawa ke real life Selamat menikmati