Nox et Lux - 3

122 16 2
                                    

Malam telah lama jatuh, dan dengan gelapnya langit, Daniel merasa seperti dunia ini telah menjadi sepi, hanya diisi oleh gema langkah kaki mereka. Hutan itu terasa lebih sunyi dari sebelumnya. Setiap helai daun yang bergerak, setiap angin yang berdesir, seolah memperingatkan mereka akan bahaya yang semakin dekat. Daniel merasakan ketegangan yang semakin mengikat tubuhnya, seperti ada beban yang tak bisa dihindari, meskipun mereka telah melangkah dengan hati-hati untuk menghindari deteksi.

Namun, kali ini, mereka tidak bisa lagi bersembunyi. Pasukan musuh semakin dekat. Tidak ada tempat lagi untuk melarikan diri. Langkah kaki mereka semakin cepat, bergegas menuju titik yang telah mereka tentukan sebelumnya. Daniel mendengar suara angin yang menembus kulitnya, mendinginkan keringat yang mulai mengalir di pelipisnya. Mereka hanya memiliki satu kesempatan. Mereka harus bertindak dengan cepat, atau semuanya akan berakhir.

"Daniel," Indah memanggil, suaranya lebih tenang daripada yang ia harapkan, meskipun terlihat jelas kegelisahan di matanya.

"Aku tahu kamu merasa ini berat. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak melawan mereka sekarang, kita akan terkepung. Ini adalah titik balik kita."

Daniel mengangguk, meskipun di dalam dirinya masih ada keraguan. Perang yang mereka hadapi bukan sekadar pertempuran fisik, tapi juga perang batin. Di satu sisi, ia ingin melawan, namun di sisi lain, pertempuran ini terasa lebih pribadi daripada yang ia bayangkan. Kegelapan yang mereka hadapi bukan hanya musuh yang terorganisir dengan baik, tetapi juga bayang-bayang dari masa lalu yang membayangi langkah-langkah mereka.

Indah, yang selama ini menjadi simbol keberanian, kini tampak lebih manusiawi dari sebelumnya. Tersirat kelelahan di wajahnya, namun tekadnya tetap tidak bergeming. Daniel bisa merasakan perasaan yang sama, meskipun ia tidak mengungkapkannya. Mereka berdua tahu bahwa satu langkah yang salah bisa membuat segalanya berantakan.

"Titik balik ini mungkin bukan yang kita harapkan," kata Daniel, suaranya serak.

"Tapi kita harus melakukannya, bukan hanya untuk kita, tetapi untuk semuanya. Aku tidak bisa mundur."

Indah menatapnya, dan untuk sesaat, ada keheningan yang mengisi ruang di antara mereka. Kemudian, tanpa kata-kata lagi, keduanya bergerak, berlari menuju titik yang sudah ditentukan. Dalam hati, Daniel tahu bahwa mereka tidak hanya bertarung untuk hidup, tetapi juga untuk harapan yang telah lama hilang.

Mereka mendekat ke sebuah area terbuka, tempat di mana pasukan musuh sudah menunggu. Cahaya api unggun yang samar terlihat di kejauhan, dan bayangan tentara berbaris di sekitar tempat itu, seolah menunggu perintah untuk menyerang. Daniel bisa merasakan adrenalin mengalir dalam darahnya, setiap detik terasa seperti seratus tahun. Ini adalah momen yang akan menentukan hidup mereka.

Daniel dan Indah bergerak semakin dekat, mereka menyatu dengan bayang-bayang malam, menjadi satu dengan hutan yang gelap. Namun, mereka tidak bisa menghindari tatapan mata musuh yang akhirnya menyadari kehadiran mereka.

Sebuah teriakan terdengar dari barisan musuh, dan dalam sekejap, keadaan berubah menjadi kacau. Pasukan yang semula tenang kini bergerak cepat, menyebar untuk mengepung mereka. Daniel dan Indah bertindak cepat, bergerak dengan lincah dan terkoordinasi, menghindari serangan pertama yang datang.

"Kita harus memecah garis mereka!" seru Indah, suaranya penuh perintah.

Daniel mengangguk, mengerti apa yang harus dilakukan. Mereka bukan hanya harus bertarung dengan senjata, tapi juga dengan kecerdikan. Mereka harus memecah formasi musuh, menciptakan kebingungan, agar bisa melarikan diri atau setidaknya mengalahkan sebagian pasukan yang menghalangi jalan mereka.

Dengan satu gerakan cepat, Daniel melompat ke depan, menghindari serangan pedang yang datang dari samping. Ia membalikkan tubuhnya dengan lincah, mencabut pedangnya dan menyerang balik. Setiap gerakan yang ia lakukan penuh perhitungan, setiap serangan adalah usaha untuk merebut sedikit kendali di tengah kekacauan yang ada.

POKOKNYA OSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang