22; Pemimpin yang Dibenci

304 41 1
                                    

"Kamu ada kegiatan lagi?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu ada kegiatan lagi?"

Jovano menoleh, kemudian mengangguk. Fokusnya kembali ia alihkan pada barang-barangnya, tanpa menyadari wajah Kara yang sudah berubah suntuk.

"Pulangnya hati-hati, ya." Jovano mengusap lembut rambut gadisnya, kemudian berlalu begitu saja. Sepertinya ia benar-benar tidak peka dengan ekspresi Kara saat ini.

Respons Jovano membuat Kara membanting tubuhnya sendiri ke sofa. Dengan wajah kesal, ia menatap Jevian sebagai satu-satunya orang yang menyadari tingkahnya. Mendapat tatapan itu, Jevian segera membuang muka dan pura-pura sibuk dengan hal lain, karena ia tahu betul apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Lo!" Kara bersuara dengan nada tinggi sambil menunjuk Jevian, "lo pengangguran, kan?"

"Gue mahasiswa," jawab Jevian dengan santai.

"Antar gue pulang." Kara masih menatap laki-laki itu dengan tajam.

"Kenapa jadi gue..."

"Pacar gue sibuk, jadi lo aja yang antar. Entar gue bayar kayak ojol." Kara berdiri kembali dan langsung keluar tanpa mendengar penolakan Jevian lagi.

Kalau sudah begini, Jevian tak bisa menolak. Sebenarnya ia tidak masalah jika harus mengantar Kara meskipun tak searah, toh Jevian juga berencana pulang. Hanya saja terlalu melelahkan mendengar keluhan gadis itu tentang Jovano. Ia pikir mereka sudah tak ada masalah, ternyata komunikasi masih sangat kurang di antara keduanya, belum lagi Jovano yang tidak mengasah kepekaannya. Tentu saja itu menjadi masalah yang tak akan pernah berakhir. Untungnya tidak sampai bertengkar seperti masalah sebelumnya.

"Tapi kenapa sih Vano nggak bisa kasih waktu buat gue?" pertanyaan itu sudah Jevian dengar empat kali semenjak mereka keluar bersama dari ruang UKM. Jevian hanya bisa menghela sebagai respons. Ia diberi pertanyaan, tapi tak diberi kesempatan untuk menjawab. "Menurut lo dia masih sayang sama gue?" Kara menghentikan langkahnya dan menatap Jevian, menunggu jawaban. Sekarang Jevian benar-benar diberi kesempatan menjawab, tapi malah bingung harus menjawab apa.

"Ini bukan jawaban yang seratus persen bener, tapi setidaknya dari sudut pandang gue, Jovano nggak pernah jatuh cinta ke cewek lain selain lo. Lo satu-satunya orang yang bisa buat dia jatuh cinta sebesar itu." Jawaban Jevian membuat Kara yang tadinya kesal berubah malu-malu. Sekarang malah Jevian yang kesal melihat perubahan gadis itu. "Lo harus belajar buat lebih gamblang ngomongin perasaan lo ke dia. Kalau lo ngomongnya ke gue, bagaimana dia bisa berubah? Lo kan tahu Jovano nggak peka, dia itu nggak bisa diminta nebak isi hati lo."

Kara mengerucutkan bibirnya sambil mengangguk-angguk. Ia juga sadar bahwa ini salahnya. Kara selalu menyalahkan Jovano yang tidak peka, sedangkan ia tidak pernah mau bicara dengan gamblang tentang perasaannya. Ia menyalahkan Jovano hanya karena ia bingung bagaimana cara mengakui kesalahannya. Jevian tahu itu, tapi tanpa ia katakan pun Kara akan mengerti maksud penjelasannya tadi.

Ice Cream; Jaemin & JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang