00; Prolog

1.4K 59 11
                                    

Pintu berderit, tanda seseorang membukanya. Mata dua laki-laki itu langsung bertemu dengan pemandangan ruang tamu yang cukup luas jika akan dihuni oleh satu orang. Pemuda yang masih memegang gagang pintu itu tak menahan diri untuk mengangguk mengagumi rumah pilihannya.

"Lumayan," celetuknya, menoleh pada kawan di belakangnya dan mendapat anggukan.

"Hebat juga lo milih tempat," puji kawannya itu, kini melangkah masuk.

Pemuda itu tersenyum, "iya dong, Sabastian nih bos!"

Laki-laki yang masuk lebih dulu hanya bisa menggeleng sambil tertawa pelan, kawannya terlalu cepat besar kepala.

"Di sini mah aman. Lo bawa cewek juga nggak masalah."

Kawannya menghela lemah. Informasi dari Sabas itu sama sekali tidak penting baginya.

"Soal harga, lo nggak keberatan, kan Jevian?"

Jevian menggeleng, "worth it buat rumah sebesar ini."

Sabas mengelus dada, untung saja ia tidak harus mencari rumah yang lain. Pasalnya ini sudah hari ke-4 ia berkeliling mencari kontrakan untuk sahabatnya yang pemalas tapi cerewet itu.

Saat sedang berkeliling, Jevian tiba-tiba terdiam. Ia lantas menoleh pada Sabas yang sudah menatapnya bingung. Sabas bahkan menaikkan alisnya, bertanya ada apa dengan kawannya itu.

"Ada satu masalah sih, Bas." Jevian memperhatikan sekeliling rumah itu, "gue butuh teman di sini."

"Lo takut?"

Jevian menggeleng, "gue malas bersih-bersih."

Laki-laki berkulit tan itu langsung menghela kasar. Benar juga, ia harusnya tidak lupa dengan tabiat kawannya itu.

"Ya terus gimana? Gue lagi yang nyariin lo teman?"

"Nggak perlu. Lo aja yang temenin gue."

"Ogah!" bantah Sabas segera. "Gue nggak bisa jadi tukang bersih-bersih lo ya, anjir! Cari pembantu aja sana. Lagian ya, gue sudah punya kos. Gue males pindah-pindah mulu."

Mendengar penolakan itu, Jevian langsung lemas. Membayangkan dirinya mengurus rumah ini sendirian, rasanya ia akan kehilangan separuh nyawanya dalam beberapa hari di sana.

"Kalau lo memang butuh teman, cari aja di grup angkatan."

Saran itu membuat Jevian sedikit tertarik, "memang bisa? Bagaimana caranya?"

Sabas menghela lagi, "lo nggak pernah buka grup angkatan ya?" melihat Jevian yang menggeleng, Sabas mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan grup angkatan pada Jevian. "nih, banyak yang cari teman sekamar buat kos atau kontrakan. Lo bisa lakuin ini juga, siapa tahu ada mahasiswa yang juga lagi cari kontrakan."

Jevian mengangguk-angguk. Ia merogoh sakunya, mengambil ponselnya di sana dan langsung memberikannya pada Sabas. "Lo yang chat di grup."

Sabas hanya bisa tersenyum penuh paksaan sambil tangannya terulur mengambil ponsel Jevian. Jevian sendiri tersenyum puas, kini melangkah ke sofa dan merebahkan dirinya. Sabas membuka ponsel Jevian dengan mudah—ia sudah sering membuka ponsel sahabatnya itu, karena Jevian memang selalu memintanya melakukan apa pun.

"Bisa apa itu bocah tanpa gue?" gumam Sabas sembari mengetik pesan untuk ia kirim di grup. "Jev, ini mau dimasukin sekalian syarat-syaratnya?" tanyanya sedikit berteriak ketika melihat Jevian yang sedang terpejam.

Jevian hanya mengangguk, mengubah posisi lengannya menutupi mata—menghalau cahaya yang mengganggu.

"Apa aja syaratnya?"

Ice Cream; Jaemin & JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang