13; Ketidakmungkinan

264 31 1
                                    

Puas menangis, kini Jovano malu untuk mendongakkan kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Puas menangis, kini Jovano malu untuk mendongakkan kepalanya. Kara masih setia menggenggam tangannya, menatap Jovano yang masih bersandar di dada Kara, nyaman sekali dalam pelukan gadisnya. Tangan Kara juga masih setia mengusap lembut rambut laki-laki itu.

Di tengah keheningan itu, Kara akhirnya menyadari ada plester di jari manis sebelah kanan milik Jovano. "Ini kenapa?" tanyanya.

Jovano melirik jemarinya, kemudian bangkit dari posisinya untuk menyodorkan jarinya pada Kara. "Luka karena terjepit barang waktu kerja," jawabnya, lebih mirip mengadu.

Jovano sedang menunjukkan sifat kekanak-kanakannya pada kekasihnya itu. Kara sendiri sudah terbiasa melihat Jovano seperti ini. Jika seluruh mahasiswa di kampus melihat Jovano sebagai orang yang tegas dan kaku, maka hanya Kara yang bisa melihat bagaimana Jovano Abidzar—laki-laki yang sebenarnya sangat manja.

"Aduh, hati-hati dong." Kara mengusap-usap jari Jovano yang terbungkus plester dengan kasih sayang.

Jovano tersenyum kecil, "kamu ingat plesternya?"

Gadis itu lantas terdiam. Setelah menatap kekasihnya, ia lantas menatap plester yang Jovano maksud.

"Itu plester yang sama kayak yang kamu kasih dulu."

"Ini."

Jovano mendongak, melihat seorang gadis menyodorkan plester berwarna merah muda dengan motif kelinci.

"Tadi tangan lo hampir luka, kan? Lo harus simpan ini."

Karena gadis itu terus menyodorkan plester padanya, mau tak mau Jovano mengambilnya. "makasih."

"Kayaknya lo mudah terluka, jadi itu buat lo aja. Tapi, semoga nggak terpakai ya, jangan sampai beneran luka." Dia tersenyum manis sambil menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Jovano terpesona. Aikara Carissa, gadis pertama yang membuatnya benar-benar jatuh cinta hanya karena senyumannya.

Tangan Jovano menyentuh lembut pipi Kara, membuat gadis itu terkunci dalam tatapannya. "Aikara, izinkan aku untuk egois, ya? Nggak peduli sesulit apa hidup yang kita lalui nanti, izinkan aku tetap mencintaimu. Aku akan menanggung semua rasa sakit jika memang itu bayaran untuk memilikimu selamanya."

Dengan segera air mata Kara terjun begitu saja. Gadis itu hanya diam menatap Jovano, membiarkan air matanya membasahi pipi. Jovano mengusap pipi Kara, menghilangkan jejak air mata di sana. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada sang gadis, kemudian menutup mata. Bibir mereka saling menyapa, membuat keduanya tak lagi merasakan hawa sekitar, hanya fokus pada bagaimana mereka saling berbagi rasa.

~ Ice Cream ~

Di sini Jevian sekarang, di sebuah tepian sungai yang tak jauh dari rumahnya. Suasana malam itu tak terlalu ramai, sehingga ia bisa dengan tenang berdiam diri. Jevian bisa menikmati terpaan angin di wajahnya. Tangannya di masukkan ke saku jaket agar tetap hangat, karena malam ini angin terasa lebih dingin dari biasanya.

Ice Cream; Jaemin & JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang