Superstar kami yang baru saja datang, Beliung, memperkenalkan dirinya sebagai dewan investigasi dari Komisi Anti Korupsi, atau sebut saja Badan Pencegah Rasuah. Sebelumnya, dia menyalami semua orang, termasuk aku.
"(Nama)," aku membalas ajakan jabat jangannya, dan berkenalan.
"(Nama) ..." Beliung terpaku. "Itu anakmu?"
Aku menunduk, memerhatikan Supra sejenak. Dia betah tertidur.
"Anakku." Maripos buka suara. "Di panti."
Beliung tersenyum hangat, namun tiba-tiba, Blaze datang, dan memutus tangan kami yang saling tertaut. Barulah dari sana, Papa Zola menyuruh Beliung untuk duduk dan mulai menceritakan semua-muanya. Blaze pun ikut duduk. Duduk dengan gelisah.
"Tadi pagi aku datang ke kantornya Reramos," Beliung menerangkan. Kata per kata dari mulutnya begitu didengarkan, karena kedatangannya terkesan heroik dan membawa harapan baru.
Aku memandangnya dari sebrang meja. Gerak-geriknya terpantau meyakinkan. Dia duduk menyandar di kursinya, ototnya telah merileks walaupun sebelumnya dia berkeringat luar biasa sebab dia sempat tersesat dalam mencari desa ini di antara hutan belantara, bicaranya lancar serta tidak mengada-ada.
"Dan aku menemukan ini," Beliung menarik kertas yang dilipat kecil dari mantelnya, dan dia meletakkannya di tengah-tengah meja. Aku mengintip apa isi kertas itu. Sekilas, penampilannya familiar.
"Itu," Taufan menyipitkan mata, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. "Surat penggusuran."
"Oh," aku baru ingat. Kertas itu kujumpai saat Retak'ka dan Hang Kasa memanggilku ke alun-alun tempo hari. Benar kata Taufan. Surat penggusuran yang disupport oleh Reramos sebagai menteri pembangunan seharusnya sudah menjadi buah-bibir, sehingga Taufan atau orang lain pasti bisa menebak asal-muasalnya.
Ying menyabet kertas pemberian Beliung, mencermatinya baik-baik, dan membacanya ulang. Tampaknya, versi yang itu dibuat secara lebih terperinci, dan resmi, sebab suratnya akan dikirimkan ke dewan lain untuk dipertimbangkan.
"Surat keputusan menteri itu menyebutkan nama Desa Pulau Rintis, jadi aku pergi kemari." Beliung menerangkan.
"Kamu mengurusi masalah korupsi," Ying beralih menatap Beliung penuh kecurigaan, mengintimidasinya, dan seperti akan mengancamnya. "Mengapa kamu mempedulikan penggusuran lahan desa?"
Beliung menangkat bahu, "Reramos itu mangsaku yang back upnya banyak. Aku mengincarnya sedari tiga tahun lalu. Tapi dia selalu lolos dari pemeriksaan Badan Anti-Korupsi, karena mainnya cantik."
Tiga tahun relatif lama. Beliung mengawasi Reramos bahkan segera setelah pemilu selesai, dan Reramos dilantik ke jabatannya yang sekarang-sekarang ini. Reramos sampai dikejar-kejar orang dari Badan Anti-Korupsi? Kredibilitasnya meragukan. Awalnya kupikir, Reramos merupakan tokoh penengah—dia tidak tahu apa-apa, dan dia hanya korban dari manipulasi licik Tom. Nyatanya tidak. Reramos termasuk ancaman.
"Kurasa, kita bisa saling membantu. Untung sama untung," Beliung mensejajarkan kedua tangannya di depan dada, memaparkan proposal kerja samanya. "Katakanlah, kalian bisa membantuku, karena kalianlah orang yang bersentuhan langsung dengan Reramos, dan aku pun bisa membalas budi; apabila kecurigaanku punya bukti fisik, dan Reramos bisa didakwa, aku pastikan, semua program kerjanya di kepemerintahannya bakal ditinjau ulang, atau dibatalkan."
Di gendonganku, aku merasakan Supra menggeliat seperti cacing. Dia merenggangkan tubuhnya dan perlahan-lahan bangun dari tidur singkatnya.
Aku menepuk-nepuk punggungnya, berjuang menidurkannya kembali. Tapi Supra keburu bangun. Anak kecil susah diakali. Supra mengucek matanya, dan terseok-seok duduk di pangkuanku. Matanya yang masih sipit dan mengantuk itu mengerjap beberapa kali. Supra menguap sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blaze x Reader | Harvest Moon
Fanfiction|Blaze x Reader| Tadinya aku berpikir, aku hanya akan berkutat di dunia e-sport seumur hidup. Mengurus tim, live streaming setiap hari, sampai dimana aku pensiun karena sudah tua. Tapi nyatanya, kekalahan itu menjadikan aku diistirahatkan, dan untuk...