[M] Pada suatu pagi, Kaivan menemukan dirinya terkapar di tepi hutan belantara tanpa pakaian. Dia linglung, beberapa penduduk yang menemukan dirinya berusaha menolong, tetapi dia malah berteriak ketakutan. Kedua matanya menatap nyalang, sedangkan tu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pada setiap organisasi atau instansi—baik pemerintahan atau swasta—akan selalu ada beberapa oknum yang menjadi benalu yang merusak nama baik tempat yang sebenarnya menjadi sebuah tempat yang sarkal. Namun untuk membersihkan dan mempertahankan nama baik organisasi tersebut, butuh beberapa pengorbanan yang menguras tenaga.
Anwar mungkin menjadi satu dari sekian banyak anggota instansi yang sekarang sedang menjadi pembahasan hangat di media sosial dan dicap sebagai sebuah instansi yang paling tidak dipercaya masyarakat. Menyedihkan adalah satu kata yang bisa Anwar gambarkan tentang keadaan saat ini.
Lulus dari Akademi Kepolisian sepuluh tahun yang lalu, Anwar kini menjabat sebagai kasatresnarkoba atau Kepala Satuan Reserse Napza. Jabatan yang sudah lumayan tinggi, tetapi masih sulit untuk membangun kepercayaan masyarakat di antara banyaknya kegaduhan yang disebabkan oleh rekan sejawatnya.
Anwar adalah adik kandung dari ayahnya Yoza. Dukungan dari sang kakak membentuknya untuk tetap menjadi seorang polisi yang bisa membangun dan mengayomi masyarakat sesuai dengan motto hidupnya sebelum dia memutuskan untuk menjadi bagian dari kepolisian di Indonesia ini.
Lantas saat ini dia sedang sibuk mengurusi masalah yang menimpa teman dari keponakannya. Sosok yang dia kenal baik sewaktu dia masih kecil dan tinggal di Bengkulu. Kejadian itu seketika membuatnya marah dan juga kesal pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak, Kaivan sudah dia anggap keponakan dan malah mengalami hal yang sama sekali tidak ingin dia ceritakan.
Masih terngiang jelas di kepala Anwar bagaimana sosok itu terlihat linglung dengan tubuh hanya berbalut kain sarung milik warga, tepat saat dia datang menemui sosok itu. Kedua matanya nampak kosong dengan beberapa tanda merah pada leher dan dadanya. Anwar naik pitam dan bertekad untuk menangkap pelaku yang sudah membuat Kaivan menjadi seperti sekarang.
Namun semua usaha lelaki itu berakhir dengan pengancaman dari atasannya. Sekali lagi, Anwar menyadari bahwa dia terjebak dalam sebuah masalah yang memuakkan. Selangkah lagi dia bisa mengejar si pelaku dan pada langkah terakhir malah dicekal hingga dia terjatuh.
Hanya saja, bukan Anwar namanya jika dia menyerah begitu saja. Semua media boleh dibungkam, kasus ini boleh diredam, tetapi Anwar adalah sosok yang akan tetap berada di jalannya dan membawa keadilan untuk Kaivan.
Seperti hari ini, tepat saat dia sedang sibuk mengurusi berkas kasus lain. Seorang rekan kerjanya datang menghampiri dan mengetuk meja kerja milik Anwar—tatkala melihat bahwa sosok itu sibuk.
"Kamu dicari Pak Bambang," katanya.
Anwar mendongak, kemudian kedua alisnya terlihat menukik. "Ada masalah apa?" tanyanya dan dijawab dengan kedua bahu yang mengedik—menandakan bahwa dia tidak tahu.
Menghela napas, Anwar lantas berdiri dan pergi ke arah ruangan atasannya. Lelaki ini sudah menyiapkan kalimat seperti apa yang akan dia katakan pada setiap langkah yang dia ambil. Dia bahkan sudah bisa menebak ekspresi wajah seperti apa yang akan lelaki itu tunjukkan padanya.
Anwar lantas mengetuk pintu tatkala sudah berada di sana. Kedua matanya sejenak menoleh melihat papan nama yang berada di atas pintu. Dia kembali menarik napas guna meredam perasaan kesal.
Kapan tikus berdasi ini terjepit jebakan, ya?
Lelaki ini kembali mengetuk daun pintu, sebab tak ada suara dari dalam yang memberinya izin untuk masuk. Namun beberapa menit kemudian, suara dari sosok itu terdengar. Anwar kemudian mendorong daun pintu dan masuk ke dalam. Di sana ada seorang lelaki yang sebenarnya sudah dia kenal baik.
"Bukannya Saya sudah bilang ke kamu kalau masalah kemarin harus diselesaikan tanpa ada kegaduhan, Anwar?" tanyanya, bahkan sebelum Anwar memberikan penghormatan.
Anwar terdiam, wajahnya berubah bingung. "Masalah apa, Pak?" tanyanya pura-pura.
Lelaki yang sedang duduk di sofa itu berdecak sebal, "Sudah, Saya nggak mau ambil pusing sama kekerasan kepala kamu. Pokoknya besok kamu harus kasih laporan kasus itu sama Saya," katanya sembari mengibaskan tangannya.
Anwar masih diam. Dia tidak ingin terpancing dengan ucapan dari atasannya ini dan masih bersikap setenang mungking. Tidak, ucapnya dalam hati. Dia tidak akan terpancing dan membuat lelaki ini semakin menindasnya seperti waktu itu.
"Jawab, AKP. Anwar!" teriak Pak Bambang.
Anwar mendengus, dia kemudian mengangguk. "Siap, Brigjen Bambang!"
🥀
"Aku rasa Kaivan mengalami pelecehan seksual, bisa jadi sebelumnya dia dicekoki minuman yang sudah ditambah dengan GHB. Karena setelah melakukan tes urin, tidak ditemukan zat adiktif apapun di dalam tubuhnya. Tapi, dari tingkah lakunya dia jelas mengalami sesuatu."
Yoza terdiam di tempatnya. Kedua alisnya saling menukik dengan kening berkerut. Dia bingung dengan kalimat yang baru saja dia dengar. GHB? Apa itu. Padahal sudah dia jelaskan kepada pamannya ini bahwa dia harus menjelaskan menggunakan bahasa manusia, alih-alih menggunakan bahasa planet luar angkasa itu.
Mereka saat ini sedang berada di ruang kerja milik Anwar yang berada di rumahnya. Dia memang tidak tinggal satu rumah dengan Yoza, karena katanya lelaki yang berstatus duda ini terlalu cerewet dalam mengatur hidupnya.
Anwar mendengus dan berdecak kesal tatkala melihat wajah bingung dari keponakannya ini. Kertas yang ada di dalam genggaman dia lempar hingga mengenai wajah Yoza dan membuatnya berteriak kesal.
Anwar kemudian duduk di hadapan keponakannya ini dan meraih gelas berisi kopi dingin miliknya, "Sejenis cairan untuk kebutuhan anestesi, kalau digunakan sembarangan bisa menyebabkan kematian. GHB memang sedang marak digunakan untuk kejahatan, ada beberapa kasus terkenal seperti kasus Burning Sun yang menjerat beberapa artis Korea Selatan dan Reynold Sinaga di Menchaster City."
Yoza mengangguk-angguk mengerti, dia kemudian teringat bahwa pacarnya memang pernah menceritakan masalah Burning Sun yang tadi Anwar sebutkan padanya. Kalau dalam kesimpulan otak Yoza yang tidak seberapa, tindakan tersebut masuk ke dalam kasus pemerkosaan.
Anwar melotot, rahangnya nyaris terjatuh.
"Kamu tahu sesuatu, Yoza?" Anwar bertanya tatkala melihat ekspresi itu.
Dia menggeleng, kesedihan kembali datang menghampiri. "Aku ingat kalau mereka terkenal sebagai pengedar, Om. Tapi aku nggak tahu kalau mereka juga memasok GHB dan dipakai buat jahatin Kai," katanya.
Yoza menunduk. Kepalanya nyaris pecah. Kejadian beberapa waktu belakangan kembali hadir. Perihal Kaivan yang ditemukan di pinggiran hutan dalam keadaan linglung, kemudian berakhir dengan dia yang depresi, berusaha mengakhiri hidupnya sendiri, dan sekarang harus mendapatkan penanganan profesional.
Semua jadi semakin masuk akal.
"Mereka, 'kan?" Yoza menatap tumpukan foto dan data diri yang baru saja Anwar lempar ke atas meja di hadapannya.
Pemuda ini tidak memberikan reaksi apa-apa. Ada ketakutan dan perasaan bersalah yang hadir pada kedua matanya yang masih fokus menatap foto-foto itu. Anwar seketika menghela napas. Tebakannya benar, hanya saja ada beberapa hal yang akan membuatnya kesusahan dalam menangani kasus ini. Terutama sang atasan.
Lelaki itu kembali menyeruput kopinya dan berkata; "Mereka emang udah masuk dalam pengintaian kami dari lama, tapi karena mereka punya seseorang yang melindungi di belakang mereka jadi agak susah untuk kami beraksi secara terbuka. Ditambah dengan zat ini tidak berwarna dan tidak berbau, tidak meninggalkan jejak apapun di dalam tubuh. Kita butuh bukti yang sangat kuat untuk menghentikan mereka terus berkeliaran bak raja di kota ini."
Yoza mengangguk, dia kemudian mengambil satu dari kelima foto itu dan beranjak pergi. Perasaan kesal dan marah yang menumpuk nyaris membuatnya berteriak saat itu juga. Bahkan kedua matanya saja sudah tidak bisa membendung cairan bening itu untuk tidak menerobos keluar dan membuatnya kembali terpuruk.[]