Continuation...
•
•Fabiola duduk di meja belajarnya, memandang layar laptop yang terbuka namun tidak bisa fokus. Meski tugas kuliah sudah menanti, pikirannya terus melayang pada percakapan terakhir dengan Khalifah. Semua yang terjadi begitu cepat, dan semua yang didengar terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah ia harapkan.
Pesan misterius itu masih terngiang di telinganya, menghantui setiap langkahnya. Selingkuh? Itu benar-benar kata yang tidak ingin ia dengar dari seseorang yang ia percayai sepenuhnya. Namun, saat Khalifah menjelaskan semuanya bahwa perempuan itu lah yang menyebar fitnah itu. Fabiola merasakan ada secercah harapan di dalam hatinya. Tetapi, keraguan itu masih ada. Tidak ada yang bisa menghapus perasaan itu begitu saja, terutama dengan segala kebingungannya.
Fabiola menutup laptopnya dan memandang keluar jendela kamar yang menghadap ke kota Edinburgh yang sibuk. Pemandangan itu seakan memberikan sedikit ketenangan, tapi pikirannya tetap tidak tenang. Dia tahu bahwa dia harus memberikan ruang bagi Khalifah untuk menjelaskan semuanya, tapi apakah itu cukup?
Setelah beberapa menit, Fabiola memutuskan untuk beranjak. Dia tidak ingin terlarut dalam perasaan ini lebih lama lagi. Jika memang ini ujian bagi hubungan mereka, dia ingin melalui ini dengan kepala dingin. Terkadang, hal yang terpenting dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan, dan saat ini, itulah yang sedang diuji.
• •
Fabiola memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak. Udara dingin Edinburgh menyambutnya dengan pelukan yang menenangkan, meski hatinya masih terasa terombang-ambing. Ia melangkah menyusuri trotoar yang sepi, meninggalkan segala keruwetan pikirannya di belakang.
Langkahnya berhenti di sebuah kafe kecil yang sudah lama menjadi tempat favoritnya untuk melepas penat. Tanpa berpikir panjang, ia masuk dan memilih tempat di pojok ruangan. Kopi hitam panas dipesan sebagai teman di saat-saat seperti ini, saat perasaan seolah menjadi tidak jelas dan penuh kebingungannya.
Di sana, dia tidak perlu berpikir tentang tugas kuliah, atau pesan yang membuat hatinya terombang-ambing. Hanya dirinya dan secangkir kopi hangat yang menemaninya sejenak. Ia tahu, di luar sana ada dunia yang menunggu untuk diselami lebih jauh. Dan meskipun rindu terhadap keluarga di Indonesia kadang datang, di sini dia mencoba menenangkan dirinya.
Namun, meskipun Fabiola berusaha untuk tidak memikirkan masalah yang datang, pikirannya tetap kembali pada Khalifah. Hati dan pikirannya bertolak belakang. Satu sisi ingin percaya, tetapi sisi lain dipenuhi dengan rasa ragu. Apakah mungkin dia bisa sepenuhnya menghilangkan keraguan itu? Atau mungkin, mereka akan terpisah begitu saja oleh kata-kata orang lain?
Fabiola menatap keluar jendela kafe, melihat hujan mulai turun dengan perlahan, seakan langit pun merasakan kegelisahan yang ia rasakan. "Khalifah" bisiknya pelan, seolah ingin menghubungkannya dengan segala perasaan yang belum terungkap.
• •
Di sisi lain, Khalifah juga tidak tidur nyenyak. Setiap kali ia berusaha untuk tidur, wajah Fabiola selalu muncul dalam pikirannya, begitu jelas. Dia ingin menjelaskan segalanya, tetapi di satu sisi, dia tahu tidak ada yang bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Namun, jika dia benar-benar ingin menjaga hubungan ini, dia harus bisa meyakinkan Fabiola bahwa dirinya tidak bersalah.
Dia hanya berharap, seiring berjalannya waktu, semuanya bisa menjadi lebih jelas, dan Fabiola bisa memaafkan segala kebingungannya. Mungkin, saat pelantikan tiba, dia bisa menemui Fabiola dan memberikan kejutan yang benar-benar bisa membuat semuanya kembali seperti semula.
Namun, di dalam hatinya, Khalifah tahu bahwa segala sesuatu membutuhkan waktu, dan ini adalah ujian besar untuk keduanya. Apakah mereka bisa melewati badai ini, ataukah badai ini akan memisahkan mereka untuk selamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Equal Love
Romancemenceritakan tentang seorang pria taruna yang jatuh cinta pada anak bungsu dari Irjen polisi. Tidak tau bagaimana rencana Tuhan di kemudian hari, jadi marilah menjadi saksi perjalanan cinta mereka.