◇Sejenak Lari dari Tugas◇
•
•Fabiola duduk di mejanya, menatap layar laptop yang penuh dengan dokumen kuliah yang belum selesai.
Tugas-tugasnya terasa seperti beban yang tak ada habisnya. Sejak pagi, dia terjebak dalam dunia angka dan teori hukum, membuatnya hampir lupa bahwa dunia di luar sana lebih besar dari tumpukan kertas yang ada di mejanya.Pandangannya beralih ke jendela kamarnya yang menghadap ke jalanan Edinburgh yang sibuk. Angin dingin berhembus pelan, dan langit yang biasanya cerah kini sedikit mendung, memberikan kesan tenang meskipun udara di luar cukup dingin. Fabiola menarik napas panjang, seolah ingin menghembuskan semua penat yang terpendam dalam dirinya.
"Aku butuh waktu sebentar" Gumamnya, lebih pada diri sendiri. Tanpa berpikir panjang, dia menutup laptopnya, mengambil tasnya tanpa berganti pakaian, ia lebih memilih menggunakan dress selutut berwarna biru muda dan keluar dari rumah.
Langkah Fabiola menuju Royal Mile, sebuah jalan bersejarah yang terkenal dengan pemandangannya yang memukau, terasa ringan. Seperti sebuah rutinitas yang membebaskan, berjalan-jalan di Edinburgh selalu memberinya rasa tenang. Terlepas dari jarak yang memisahkannya dengan keluarga dan teman-temannya di Indonesia, dia merasa seperti bagian dari kota ini, seakan Edinburgh menerima dan melindunginya dari semua beban hidup yang terkadang terlalu berat untuk dipikul.
Dia berjalan santai, melewati bangunan-bangunan tua dengan arsitektur yang megah. Edinburgh selalu membuatnya terpesona dengan pesonanya yang klasik. Kadang-kadang, dia berhenti untuk melihat toko-toko kecil yang menjual berbagai macam barang antik, atau kafe-kafe kecil yang menyajikan teh dan kue-kue manis. Ada sesuatu yang menenangkan dalam kesendirian yang dia rasakan di kota ini, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kuliah yang kadang membuatnya lelah.
Fabiola berhenti di sebuah taman kecil yang terletak di dekat Edinburgh Castle. Di sana, dia duduk di bangku taman, menikmati udara segar yang masuk ke paru-parunya. Meskipun tugas kuliah masih menantinya, saat itu, dia tak peduli. Hanya dirinya dan kedamaian kota ini yang bisa ia rasakan.
"Aku butuh lebih banyak waktu seperti ini" Pikir Fabiola, menatap langit yang mulai cerah. "Terkadang, kita terlalu fokus pada hal-hal yang menuntut, sampai lupa untuk menikmati momen-momen sederhana."
Fabiola menutup matanya sejenak, membiarkan angin membawa pikirannya ke tempat-tempat jauh, jauh dari segala tuntutan. Dia tahu, saat dia kembali nanti, tugas kuliah itu akan menantinya, tapi setidaknya, dia akan lebih siap menghadapinya setelah sedikit mengistirahatkan pikirannya.
Namun, ada satu hal yang tak bisa dia lupakan, satu hal yang selalu ada dalam benaknya meskipun dia berusaha untuk fokus pada dirinya sendiri. Khalifah, Sejak perpisahan mereka, hubungan mereka memang jarak jauh, tapi Fabiola merasa dekat dengannya. Meskipun mereka tidak selalu bisa berbicara setiap saat, dia merasa bahwa ada koneksi yang kuat, sesuatu yang tetap membuatnya merasa dekat meskipun ribuan kilometer memisahkan mereka.
Saat Fabiola melanjutkan perjalanannya, dia melihat beberapa orang berjalan bersama, berbicara dengan ceria, dan tertawa. Fabiola tersenyum kecil. "Aku harap suatu hari nanti, aku bisa berjalan dengan dia di sini," Pikirnya, membayangkan Khalifah di sampingnya, menjelajahi Edinburgh bersama. Sebuah impian sederhana, namun bagi Fabiola, itu cukup untuk memberi harapan di tengah kesibukan hidupnya yang terkadang membuatnya merasa sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Equal Love
Romansamenceritakan tentang seorang pria taruna yang jatuh cinta pada anak bungsu dari Irjen polisi. Tidak tau bagaimana rencana Tuhan di kemudian hari, jadi marilah menjadi saksi perjalanan cinta mereka.