1.c - Pertemuan Pertama

4 1 0
                                    

DION

Ini minggu pertama mulainya sekolah seperti biasa. Tadinya aku mau menawarkan diri menjemput Eve di rumahnya dan ke sekolah bersama, tapi Diana berpesan untuk pelan-pelan dalam pendekatan. Jadi, aku bersama Diana ke sekolah. Dan Eve menunggu kami di dekat parkiran motor, agak bersembunyi. Diana menghampirinya duluan disaat aku sedang memarkirkan motor. Diana nampak berbisik dengan Eve, dan adikku itu terkekeh disaat Eve terlihat kesal saat aku menghampiri mereka.

"Kenapa?" tanyaku, penasaran.

"Lu lebih cocok pake jas sekolah ketimbang kemeja OSIS, Bang. Lebih kece," aku tahu Diana sedang mengejek. Jadi aku mengacak-acak rambutnya dan berlalu pergi ke sekolah. Tapi diam-diam, aku tersenyum karena sempat melihat Eve memberikan senyuman manisnya kembali. Kenapa aku tidak membalas senyumannya, yah?

Seharian ini terasa lebih ringan daripada seminggu kemarin. Mungkin karena akhirnya aku tidak perlu berlaga sok tegas lagi. Semua mimpi buruk ku menjadi 'penjahat' sudah usai. Akhirnya aku kembali menjadi sifatku yang bebas. Ku berikan sapaan ramah kepada siapapun yang menyapa, kuberikan tepukan tangan atau bahu kepada anak-anak OSIS dan MPK yang ku kenal, dan saat jam istirahat kuambil kotak susu coklat dari tangan Nino yang mau memberinya kepada Tori, hanya karena mereka menghalangi pintu kelas.

"Saingan Lu sekarang anak baru kelas sebelas IPA tiga, Bos!" seruku, pada Nino. Dan Tori memelototiku dengan dalam. Agak menyeramkan, tapi aku tidak peduli sama sekali. Nino layak mendapatkan yang lebih baik daripada Tori.

Saat aku sedang membuka sedotan dari plastik sembari berjalan ke kantin, aku menangkap suara seseorang yang tidak ku kenal dari kamar mandi cewek. Agak ragu awalnya, tapi saat melihat Muti—teman kelasku—keluar dari kamar mandi aku mencegatnya. "Siapa itu, Mut?"

"Biasa, si Ratu mojokin cewek yang deket sama kamu, tuh, Yon," bisik Muti. 'Biasa' katanya?

"Udah sering dia kek gini?" bisikku lagi, khawatir.

"Dari awal tahun, Yon. Kamu gak tau?" Muti juga tampak terkejut. Dan aku menggeleng. "Aku kira kamu tahu, katanya kalian deket. Enggak juga, yah?"

"Gue sama Yang Mulia Ratu? Enggak, lah." Lalu aku mengingat kapan terakhir kali aku dekat dengannya, selain di luar organisasi. Ratu anak MPK dan aku OSIS. Yah, jarang sih. Tapi Annika pernah memberi tahu kalau ada gosip bahwa salah satu anak MPK ada yang terobsesi denganku. Semenjak itu aku sempat hati-hati juga jika harus dekat dengan teman-temanku. Ternyata hari ini tiba juga. "Yaudah deh, thanks, yah." Dan aku menghimpit ke tembok dan berusaha untuk menguping mereka.

"Jangan ngibul, Neng. Adek-adeknya Dion yang paling besar aja masih SMP. Jangan berlaga jadi adeknya, deh." Yap, itu suara Ratu. Meski tidak dekat, aku tahu suara anak-anak OSIS dan MPK.

"Yah, kebetulan saya baru lulus SMP. Teh Ratu, kalo yakin kenal sama Bang Dion, harusnya tahu juga siapa saya. Bukannya mojokin begini, dong. Gimana, sih?" Dan, yap, itu suara songong Diana. "Udah ah, permisi." Dan suara gedebuk tubuh menyentuh pintu kamar mandi terdengar cukup keras. Semenyebalkan apapun Diana, aku tidak pernah kasar padanya.

Dengan nekat dan tidak peduli, aku masuk ke WC cewek. "Woi!" Ratu dan Fela menoleh, dan aku melempar kotak susu ditanganku ke dinding dekat mereka berdiri sampai isinya berceceran. Saat lengah itu lah Diana terbirit-birit dari kungkungan Ratu, dan berdiri di belakangku. "Ini adek gue! Budiana Santosa Dwi. Puas, Lu?" teriakku, dan aku mendorong Diana keluar WC. "Ke BK kita, Din." Dan untuk hari ini, aku pernah memperkirakannya. Tapi aku tidak menyangka orang yang akan dipojokan Ratu adalah adikku sendiri.

Kami ke ruang BK, tapi beberapa anak PMR juga datang untuk memeriksa Diana. Masih dengan suasana panas, kutinggalkan Diana dengan Bu Ratih—guru BK, disaat aku ke kelas untuk memanggil Muti, sebagai saksi tambahan. Ada yang memanggil Ratu dan Fela. Dan seterusnya, aku tidak mau membicarakannya.

Apple Flower of Our HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang