11 - Penyambutan

3 1 0
                                    

Gennie

Tentu aku tidak terkejut saat melihat Teh Annika mengajak Kang Dion ke rumah untuk bertemu dengan Teh Anna. Selain mereka masih di dalam geng yang sama, aku semakin yakin Kang Dion dan Teh Anna kini bersama. Meski belum ada lagi buktinya yang lebih kuat. Dan aku pun seharusnya bisa bersikap biasa saja, tapi nyatanya selama ini aku diam-diam masih berharap, diam-diam masih mengenang masa lalu dengan membaca setiap kertas yang dulu sering dia kasih di pagi hari. Usahaku untuk menjauh ternyata hanya berhasil pada Kang Dion, bukan pada perasaanku.

"Kamu ada masalah yah sama Pakpim?" Teh Bunga tiba-tiba bertanya saat kami berada di ruang karyawan, dengan dia sedang memakai celemek dan aku sedang memasang nametag di celemekku sendiri. "Akhir-akhir ini keliatan banget ketus dan dinginnya," sambungnya, menjawab kebingungan yang terbaca di wajahku.

"Masa, sih? Kayaknya biasa, tuh," kataku, menepis fakta yang memang selama ini kulakukan. "Aku kan kalo serius nyeremin, Teh."

"Se-serius apapun seorang Gennie, gak sampe ngeluarin aura sedingin kalo sama Dion, tahu!" Kadang aku lupa, Teh Bunga mirip Teh Anna, pintar membaca aura dan gerak-gerik sedetail mungkin. "Lagian, bukan cuman aku doang yang sadar, tadi Nathan, Hanny, Putra sama Winda juga nanya ke aku. Akhirnya pada ngegosipin kalo kamu dan Dion berantem karena masalah interview sama surat izin minjem studio punya kampus. Bener gak, sih?" jelas Teh Bunga, menyebut anggota BPH lain yang juga curiga, setelah mengikat celemeknya kini memakai nametag-nya disaat aku sedang mengikat rambutku menjadi hair-bund. Tumben kan, aku seter-baca ini.

Aku tersenyum ramah setelah berhasil mengikat rambut panjangku. "Anggap aja betul," kataku sembari berlalu ke depan. Ini hari Sabtu, dan kami berdua mengambil shift pagi agar sorenya bisa ikut rapat dengan BPH yang lain dengan tenang, meskipun tempat rapatnya masih di tempat yang sama, tapi kami tidak mau waktu kami berdiskusi ataupun waktu kerja kami terganggu.

***

Aku terlalu sibuk untuk berpikir apa yang terjadi selama 3 minggu terakhir. Aku mengurus notulen hasil rapat penerimaan anggota baru, mengurus surat izin, mengurus kebutuhan penyambutan, mengurus obrolan grup, tugas kampus dalam bentuk kelompok maupun individu, UTS pada minggu ke-2 menuju penyambutan, bahkan aku sudah dua kali lupa untuk membeli telur pesanan Nini. Dengan tubuh yang kupaksa untuk sibuk ini, bersamaan pula dengan perasaan bersyukur karena aku hampir tidak ada waktu berduaan lagi dengan Kang Dion. Malah, aku lebih sering ngobrol dengan Kak Nathan ketimbang Kang Dion. Kang Dion sekarang apa-apa ke Teh Annika, dan menurut ku itu bagus, mengingat memang partner sebenarnya adalah aku dengan Kak Nathan, Kang Dion dengan Teh Annika.

Tapi untuk hari ini, hari Penyambutan yang kami nantikan pun tiba, dan seuluruh BPH seberusaha mungkin untuk tidak terlihat memiliki batasan antara satu dengan yang lain. Setelah minggu lalu pengumuman penerimaan anggota baru di Instagram, kami sepakat untuk menyambut anggota baru ini dengan pertemuan pertama kami tidak memilih The Turning Cake (atau sebutan dari Teh Annika TC) melainkan di salah satu work-cafe di daerah Dago yang memiliki fasilitas mic dan sound-system yang bagus. Sebelum ke kafe itu, kami BPH dan beberapa tim anggota mengadakan briefing di studio ACS, sekalian mengambil beberapa barang sebelum berangkat bersama ke tempat acara.

"Gennie, nanti temenin aku di mobil, yah. Sekalian jadi yang ngarahin jalan," pinta Teh Annika saat kami berdua sedang membawa tas yang penuh dengan id card yang baru. Sesaat setelah menyepakati daftar anggota baru, kami langsung memesan id card ACS untuk anggota baru.

"Ok, Teh," kataku, sadar diri bahwa motorku dipake Bang Febri untuk melihat gudang kopi di daerah Bandung Barat. Sebagai adik sepupu sekaligus bawahannya, aku hanya minta tolong diisi kembali bensi yang dia gunakan. Meskipun aku mulai curiga dia menggunakan motorku untuk jalan sama seseorang.

Apple Flower of Our HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang