Dion
Selama libur 16 hari, aku banyak meluangkan waktu bersama keluargaku dan Eve. Beberapa kali Eve menginap di kamar Diana dan Dinda ikut bersama mereka. Tapi aku dilarang menginap di rumah Eve. Agak kurang adil, tapi tidak apa, toh Nini juga senang aku sering main ke rumah.
Akhirnya sekolah semester genap pun dimulai. Dan seperti kesepakatan diawal, kami akan menyembunyikan hubungan ini. Diana ikut andil karena tahu alasannya. Aku pun yakin anak-anak sekolah tidak akan curiga aku dekat-dekat dengan Eve, karena Eve teman dekat Diana. Tapi aku juga sadar diri untuk tidak terlalu sering berada di sekitar Eve. Ada waktu-waktu aku sengaja main di koridor kelas 10 saat OSIS akhirnya Open Recruitment dan aku menjadi bagian menyebarkan informasi dengan cara sosialisasi informal. Sesekali aku melihat Eve berjalan, lalu dia menyelipkan wafer kecil di tanganku yang bertaut di belakang tubuhku.
Tanggal 17 Januari, tepat sebulan kami jadian, aku menyelipkan selembar kertas kecil ke tangannya saat Eve menunggu kami lagi di parkiran motor. Semenjak itu hampir setiap pagi aku menyelipkan selembar kecil catatan ke tangan atau tas-nya. Kadang kutipan dari film yang kutonton bersama Geng Burger, yang membuat Eve terkekeh dengan pipi memerah. Kadang kutipan yang kubuat sendiri, yang membuat Eve tersenyum sipu dengan binaran mata yang begitu indah. Kadang hanya gurauan receh yang terlintas di kepala, yang membuat Eve tertawa renyah saat berjalan ke kelasnya. Pernah suatu ketika aku mengirimi kertas kosong, dan seharian itu chat yang dia kirim sangat dingin. Malamnya aku mampir ke rumahnya dengan bubur kacang hijau tanpa ketan hitam untuknya, dan satu lagi dengan ketan hitam untuk Nini.
"Kalo gak niat ngasih, ga usah kasih kosongan deh, Mas," gerutunya dengan bibir manyun dan kepala tertunduk dalam.
Aku terkekeh kecil sebelum mendekat dan memeluk tubuhnya, yang tidak membalas balik pelukanku. "Maaf deh, Mas bingung mau nulis apa lagi," bohongku, sebenarnya aku selalu tahu apa yang mau kuberikan kepadanya karena aku selalu menulis apapun di satu buku, dan setiap pagi aku hanya tinggal merobeknya satu. Akhirnya dia balas memeluk dan aku mengusap bahunya dengan lembut. "Tapi berarti selama tiga minggu ini Eve suka yah, Mas kirim kertas-kertas itu?" tanyaku, penasaran.
Eve mengangguk dalam pelukan, lalu sedikit melepas pelukannya untuk memandangku. "Aku selalu jadi semangat kalo Mas ngasih kertas itu, meski kadang garing dan klise. Tapi aku simpen kok di diary aku," jelasnya dengan senyuman yang kembali mengembang.
"Sekrang jadi suka nulis, ceritanya?" tanyaku, makin penasaran.
"Suka! Tapi kebanyakan isinya kertas-kertas dari Mas yang aku tempel, kapan-kapan aku tunjukin yah. Sekarang..." dia melepaskan pelukan dan sedikit mendorongku. "Pulang sana! Sabtu besok kan Mas ada rapat penting buat pemilihan Ketua OSIS. Siapa tahu Mas kepilih jadi kandidatnya," katanya.
Masuk Fabruari berarti mulainya pemilihan Ketua OSIS. Dan banyak yang mau ambil posisi ini. Tapi aku terkecuali. "Semenjak Eve cerita kalo mau fokus SNMPTN, Mas juga jadi mikir nilai-nilai selama tiga semester kemarin. Apalagi dengan target yang keluarga Mas kasih. Mas harus seenggaknya punya nilai yang bagus buat masuk PTN yang bagus juga." Aku menarik nafas. Mungkin aku pernah berceletuk aku ingin menjadi orang penting, dan mungkin menjadi Ketua OSIS adalah jalannya, tapi setidaknya Eve harus tahu rencanaku yang paling dekat ini. "Jadi, Mas udah jauh hari nolak penawaran jadi kandidat calon Ketua OSIS. Dan besok pengenalan kandidat calon ketua ke angggota OSIS, Vi. Bukan rapat pemilihan kandidat lagi," jelasku dengan perlahan. Aku tahu tidak semua siswa paham sistem OSIS, jadi aku merasa perlu menjelaskan apa yang sebenarnya besok terjadi. "Yah, mungkin besok sekalian pemilihan kandidat calon wakil ketua OSIS juga. Tapi itu juga Mas bakal tolak, Mas mau jadi anggota yang baik aja," sambungku.
Wajah cerah Eve seketika serius dengan mulut mengerucut. Memikirkan respon yang tepat, begitulah nama yang kuberikan pada wajahnya saat ini. "Sebenarnya aku juga ga berharap Mas Dion jadi Ketua OSIS, kayak di film-film atau di buku. Aku cuman ngerasa, kalo Mas Dion bakal cocok kalo memimpin teman-teman. Jadi aku seneng kalo memang Mas mau jadi Ketua OSIS." Dia kembali maju untuk lebih dekat, dia memegang tanganku dan dia mengusap punggung tanganku dengan lembut. "Tapi kalo itu pilihan Mas Dion. Aku ikut senang. Siapa tahu kita satu kampus, iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Flower of Our Heart
RomanceDion dan Eve hanya berpacaran 5 bulan saat SMA, dan saat kuliah ternyata mereka harus bekerja sama di Komunitas Action Creative Studio dengan Dion sebagai Ketua dan Eve sebagai sekretarisnya. Masalah mereka tak hanya pada perasaan yang belum selesai...