Dion
Sudah hampir 2 bulan aku berusaha semaksimal mungkin untuk memberi jarak dengan Eve—Gennie. Dan sepertinya aku sukses. Tidak ada yang curiga, tidak ada yang aneh, tapi komunikasi kami sebagai rekan kerja juga baik. Kami berdua selalu melibatkan anggota lain, atau lebih baik, melibatkan Annika dan Nathan juga. Ini kerja seluruh ACS, jadi tidak aneh kan kami selalu melibatkan mereka dan tidak hanya kami berdua. Aku pun sibuk menyusun penerimaan anggota baru, khususnya untuk interview. Gennie tak kalah sibuk mencari tempat untuk penyambutan nanti. Itu juga yang menjadi alasan kami berdua jarang terlihat berdua. Tapi ada kalanya kami terpaksa berdua, dan akhirnya aku akan bertanya perihal perkembangan survei tempat ataupun aku yang memberitahunya untuk cek WhatssApp atau grup untuk... apapun itu.
Aku tak membiarkan naluri, hati, ataupun rasa penasaranku menguasaiku lagi. Aku memaksakan diri untuk selalu memakai logika dan kepentingan ACS. Karena begitulah kami seharusnya bekerja. Tapi aku bekerja dengan Annika, sahabat terbaik, terditail, ter-suka-ikut-campur-kehidupan yang pernah aku temui. Dan dia memberiku tatapan yang begitu mendalam pada rekapan interview hari pertama.
Pada hari kedua interview, dan aku tidak ditemani Annika, tapi hanya dengan Gennie. Karena Annika dan Nathan sedang mengambil kelas, dan baru akan datang sekitar pukul 3 sore, sehabis kelas siang mereka. Ini bukan pertama kalinya kami ditinggal berdua, tapi masalahnya ini pertama kalinya kami harus terlihat akrab lagi. Kami tidak boleh dinilai jelek oleh anggota baru, mungkin ini pertama kalinya mereka menemui kami secara langsung dan personal. Tapi kadang kala, aku tidak bisa terlihat santai dengannya saat jeda antara interview yang satu dengan yang lainnya. Jarak duduk kami semakin berjarak. Dan studio terasa melegakan saat Annika dan Nathan datang dan menggantikan kami berdua. Saat itulah aku pergi ke kantin yang berbeda dengan kantin yang Gennie tuju.
Pada hari terakhir aku dan Gennie ada kelas pagi, dan akan ke studio setelah istirahat makan siang. Aku kembali ke kantin yang sama seperti kemarin untuk menghindari Gennie. Tapi sialnya, aku bertemu dengannya yang sedang makan siang bersama beberapa BPH, dan aku dipanggil Trian untuk bergabung.
"Mau pesen makan apa, Pak Pim? Biar sekalian urang pesenin," tawar Trian, terlihat jelas dia sedang menjilatku sejak kemarin karena meminta 'dititipkan' gebetannya, dan Annika menolaknya. Tapi dia tidak putus asa untuk membujukku. Tadinya aku mau menolak tawarannya, tapi mumpung aku juga sedang malas, jadi aku memesan ayam geprek dan es teh manis.
Aku duduk di sebelah Putra—Wakil Koor Kreatif dan berhadapan dengan Hanny—Koor Kreatif. "Hari ini bakal kelar lebih cepat, kan yah?" tanyaku, memulai basa-basi kepada mereka.
"Harusnya tadi udah selesai, Pak Pim. Tapi ada tiga orang yang lagi ganti kelas, jadi habis ini kelarin wawancara mereka, terus kita rekap. Jadi sebelum Maghrib kita bisa pulang, deh," jelas Hanny, senang hati jika bisa pulang sebelum gelap, karena rumahnya yang paling jauh dan dia lebih suka sholat di rumah ketimbang di mushola kampus apalagi di studio jika sudah jam Maghrib, mengingat musholasudah gelap sebelum Magrib.
"Besok Sabtu, kita ke TC buat rapat hasil interview." TC adalah singkatan yang aku dan Annika buat untuk The Turning Cake, saking seringnya kami rapat disana. Lalu aku masih merasa enggan, tapi aku tahu tetapbertanya. "Gen, bisa booking tempat rapat, kan?" tanyaku, mau tidak mau menatapnya.
"Udah aku booking dari hari Senin. Jadi bakal aman, Kang," jawabnya agak ketus sebelum menyuap nasi goreng. Beberapa menatapnya bingung, curiga, dan terkejut seperti mata lentik Hanny yang membulat. Lalu Winda—Wakil Koor Campers mengajaknya ngobrol tentang tugas mereka, meski dengan wajah bingungnya
"Kalo makan jangan sambil ngobrol yang serius gitu. Santai aja, kita masih punya waktu setengah jam," tegurku kepada mereka berdua. Dan seketika Winda menutup buku catatannya dan bibir terketup tidak enak. Melihat itu, aku pun langsung tidak enak hati. Jadi aku angkat bicara dengan lebih santai. "Tadi kelas Pak Witarsa, kan?" Winda mengangguk, sedangkan Gennie bergumam. "Nanti liat contoh tugas gue tahun lalu aja habis rekapan. Gampang," kataku. Bertepatan dengan Trian yang duduk di sebelahku dengan dua gelas es teh manis. "Dan Lu, gue juga ga menerima titipan Nabila. Dikira ACS titipan anak, apa?" celetukkanku diberi kekehan keempat BPH-ku yang tahu masalah Trian denganku dan Annika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Flower of Our Heart
RomanceDion dan Eve hanya berpacaran 5 bulan saat SMA, dan saat kuliah ternyata mereka harus bekerja sama di Komunitas Action Creative Studio dengan Dion sebagai Ketua dan Eve sebagai sekretarisnya. Masalah mereka tak hanya pada perasaan yang belum selesai...