Dion
April adalah bulan dimana hubunganku dan Eve hanya sebatas obrolan pesan saja. Yah, sesekali kali kami videocall, tapi kami hampir tidak memiliki waktu untuk ke rumah satu sama lain, atau ke suatu tempat untuk makan dan bercerita riang. Bulan April pun rutinitas kami agak kacau, karena sekarang tidak setiap pagi aku menyelipkan kertas untuknya, kadang aku lupa untuk merobek kutipan di buku khusus tersebut karena bangun kesiangan atau terburu-buru untuk berangkat. Sebagai gantinya, aku minta tolong Diana memberikan susu kotak, roti, atau hanya sebuah pisang untuk diberikan pada Eve. Tidak hanya dengan Eve, dengan Geng Burger pun aku jarang nongkrong. Kami selalu punya kegiatan yang terpisah. Tapi setelah acara puncak ulang tahun sekolah tanggal 20 Mei, pada tanggal 21 Mei-nya, kami akan mengadakan barbeku di rumahku. Dan di hari itulah aku akan memperkenalkan Eve.
Tapi sebelum itu, pastinya aku harus memberitahu Eve. Dan akan kulakukan sehabis rapat OSIS dan juga sehabis latihan angklung di hari Sabtu tanggal 14 Mei. Kami akhirnya bisa punya momen berduaan lagi. Dan saat kami akan menaiki motorku, aku menyadari wajah Eve yang begitu lemas. Matanya sayu seperti tempo hari di rumahku, tapi tidak hanya itu, kantung matanya semakin terlihat gelap. Bibirnya biasanya dipolesi sesuatu yang membuatnya begitu manis, tapi dia terlihat masa bodoh dengan wajah pucatnya. Dan saat aku menggenggam tangannya, dia hanya membalasnya dengan senyuman ramah. Dia melepas tangannya untuk memakai helm. Aku agak curiga, tapi aku memilih untuk bertanya nanti.
Saat ini aku tidak terlalu peduli jika ada yang melihat kami bersama, jadi aku memilih tempat jajanan Korea rekomendasi Anna yang tidak terlalu jauh dari sekolah. Eve pernah memberi tahu bahwa dia akhir-akhir ini menonton drama Korea disaat aku sibuk-sibuknya OSIS. Matanya begitu berbinar hanya karena menu yang dia baca, semakin berbinar saat melihat kue beras pedas—Toppoki, dan kue iken—Odeng datang ke meja. Aku meminta Toppoki milik Eve tidak pedas, mengingat Eve tidak kuat pedas, tapi dia tetap memilih yang pedas, akhirnya aku mengalah untuk memesan Toppoki yang tidak pedas, dan benar saja wajahnya kepedesan dan memerah saat suapan kedua Toppoki-nya.
"Dibilang juga apa, jangan milih yang pedes," kataku, menukar Toppoki miliknya dengan milikku. "Bandel, sih," tambahku, menoel hidungnya yang mampet. Eve hanya tersenyum sopan. "Kenapa? Kamu sakit mens lagi?" tanyaku, curiga. Bagaimana tidak curiga? Selain penampilannya yang tidak biasa, semenjak kita berangkat sampai sekarang dia hanya diam dan tidak banyak bercerita seperti biasanya. Pesan-pesannya pun semakin hari semakin singkat, tidak ada lagi stiker-stiker lucu yang dia kirimkan dengan senang hati. Tidak biasanya dia begini.
"Kemarin tanggal tiga belas, dan Ibu ga balas email ku," lirihnya tanpa menatap wajahku. Dan aku merasa bersalah karena tidak lebih awal bertanya.
Aku meraih dagunya, dan wajahnya akhirnya sejajar denganku. "Pasti nanti dijawab, sabar aja, yah," kataku, berusaha menenangkan. Dan dia kembali tersenyum sopan. Sepertinya aku salah bicara, yah?
"Habis dari sini, kita langsung pulang, yah, Mas. Jangan kemana-mana lagi," pinta Eve, kembali menunduk dan memakan Toppokinya. "Aku capek banget seharian latihan," sambungnya. Aku kira dia mau menambahkan dengan bercerita, tapi ternyata tidak.
Aku berusaha memancingnya bercerita dengan aku yang bercerita. Tapi akhirnya aku berhenti bercerita saat respon dia semakin sedikit. Kami menikmati Toppoki yang terasa hambar, lalu langsung pulang ke rumahnya. Kami sama-sama turun dari motor, dan Eve memberikan helm milik Diana padaku.
"Eve yakin gapapa? Seharian ini kelihatan lemas banget," tanyaku, khawatir.
Eve menggeleng pelan, masih menunduk.
"Hei!" aku menunduk, berusaha melihat ke matanya secara langsung. Saat akhirnya dia mau menatap mataku, ku raih tangannya. Aku tahu ada perasaan menjanggal di hatinya, karena anehnya sekarang pun aku merasakan keganjalannya. Meski aku tidak yakin apakah ini ada hubungannya, tapi lebih baik aku bilang saja. "Maaf yah, Mas sibuk dan jadinya jarang main. Habis ulang tahun sekolah, Mas janji kita bakal sering main lagi, oke?" Tadinya aku mau mengungkapkan rencanaku untuk memperkenalkannya ke Geng Burger, tapi dia akhirnya angkat bicara. Aku suka dia berbicara dan bercerita, hanya saja aku berharap bukan itu yang mau dia bahas...
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Flower of Our Heart
RomanceDion dan Eve hanya berpacaran 5 bulan saat SMA, dan saat kuliah ternyata mereka harus bekerja sama di Komunitas Action Creative Studio dengan Dion sebagai Ketua dan Eve sebagai sekretarisnya. Masalah mereka tak hanya pada perasaan yang belum selesai...