~~~
Setelah pesta penyambutan yang meriah, para siswa Gryffindor dipandu menuju ruang rekreasi mereka oleh Prefek.
Amelia berjalan perlahan bersama Hermione, Harry, dan Ron, tubuhnya lelah namun pikirannya penuh dengan semua yang telah terjadi hari itu.
Mereka akhirnya tiba di ruang rekreasi Gryffindor, yang terletak di salah satu menara Hogwarts.
Sebuah lukisan besar seorang wanita gemuk berjubah merah muda menunggu mereka di ujung lorong.
“Kata sandi?” tanya wanita itu dengan nada menyelidik.
“Caput Draconis,” jawab Prefek dengan tegas. Lukisan itu terbuka seperti pintu, memperlihatkan ruang rekreasi yang hangat dan nyaman, dengan perapian besar yang menyala dan sofa empuk berwarna merah keemasan.
“Ini luar biasa,” gumam Amelia, terpesona oleh keindahan dan kehangatan ruangan itu.
“Benar-benar seperti rumah,” tambah Hermione sambil tersenyum.
Setelah beberapa arahan singkat dari Prefek, para siswa dipandu menuju kamar tidur mereka masing-masing.
Amelia mengikuti Hermione menaiki tangga menuju kamar mereka, yang terletak di lantai atas.
Kamar tidur itu dipenuhi dengan empat ranjang besar berkanopi merah dan tirai emas. Masing-masing ranjang memiliki selimut tebal yang tampak nyaman.
Sebuah jendela kecil di dinding memperlihatkan pemandangan Hogwarts yang tenang di bawah cahaya bulan.
“Kurasa ini tempat tidur kita,” kata Hermione, menunjuk dua ranjang di dekat jendela.
Amelia mengangguk, menaruh kandang Luna di meja kecil di samping ranjangnya. Ia berganti pakaian dengan cepat dan naik ke tempat tidur, merasakan kehangatan menyelimuti tubuhnya. Hermione melakukan hal yang sama, lalu mematikan lentera di kamar.
“Selamat malam, Amelia,” kata Hermione dengan nada lembut.
“Selamat malam, Hermione,” balas Amelia.
Namun, meskipun tubuhnya lelah, Amelia tidak bisa langsung tertidur. Pikiran tentang Draco, penyortiran, dan dunia barunya berputar-putar di kepalanya.
Ia menatap langit-langit kamar, mencoba memejamkan mata, hingga akhirnya ia merasa pikirannya mulai melayang.
Dan di sanalah, dalam tidurnya yang gelisah, bayangan muncul.
Pertama, Amelia melihat sebuah cermin besar. Bingkainya berukir indah, seperti diambil dari cerita dongeng. Namun, cermin itu bukan cermin biasa. Di dalamnya, ia melihat dirinya bersama ibunya, ayahnya, dan seorang pria yang tampak seperti Lucius Malfoy, tetapi lebih ramah. Mereka tersenyum bersama, bahagia, seolah tidak ada konflik di antara mereka.
“Keinginan terbesar...” bisik sebuah suara dalam pikirannya.
Namun pemandangan itu tiba-tiba memudar. Cermin itu kini memantulkan bayangan gelap. Seorang pria berwajah mengerikan muncul, dengan kulit pucat dan mata merah menyala.
Di belakangnya, ada wajah lain—lebih kecil, lebih lemah, namun menyeramkan. Wajah itu seolah tumbuh dari bagian belakang kepalanya.
“Voldemort,” bisik suara dalam bayangan itu, dingin dan penuh ancaman.
Amelia ingin bergerak, ingin berteriak, tetapi tubuhnya terasa kaku.
Wajah Voldemort yang tanpa hidung menatapnya tajam, seperti menembus jiwanya.
“Kau adalah bagian dari ini,” kata suara itu lagi, samar-samar seperti bisikan angin. “Darahmu... adalah kunci. Kau tidak bisa lari dari takdirmu.”
Amelia terbangun dengan napas tersengal, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Hermione mendengarnya dan segera duduk, menyalakan lentera di sisi tempat tidurnya.
“Amelia, kau baik-baik saja?” tanya Hermione, tampak khawatir.
Amelia mengangguk pelan, meskipun jantungnya masih berdetak kencang. “Aku... aku hanya mimpi buruk,” katanya dengan suara gemetar.
Hermione menatapnya dengan penuh perhatian. “Mimpi buruk tentang apa?”
Amelia ragu sejenak, mencoba mencari kata-kata. “Tentang cermin… dan seorang pria. Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia mengerikan.”
Hermione menggigit bibirnya, seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri. “Mungkin hanya karena semua hal baru yang terjadi hari ini. Tidur lagi, Amelia. Kau akan merasa lebih baik di pagi hari.”
Amelia mengangguk, meskipun ia tahu mimpi itu bukan sekadar mimpi biasa. Sesuatu tentang bayangan itu terasa nyata, seperti sebuah peringatan. Ia berbaring kembali, mencoba tidur, tetapi pikirannya terus memutar gambar cermin itu... dan bayangan hitam yang menakutkan.
Di balik semua kegembiraan dan keajaiban dunia sihir, Amelia mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang gelap dan berbahaya mengintai, sesuatu yang entah bagaimana terhubung dengan dirinya.
Matanya memberat dan akhirnya Dirinya jatuh ke pelukan mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forecast
FantasyHarry Potter x Reader Amelia Brighton. Seorang penyihir campuran. Ibunya adalah penyihir berdarah campuran, Membuat Amelia harus mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari sepupu nya tirinya. Draco Malfoy. Sering diolok Draco dengan sebutan pengkhia...