Bab 11 Le-VI-O-sa!

3 1 0
                                    


~~~

Hari Halloween tiba dengan suasana penuh semangat di Hogwarts. Aula Besar telah dihiasi dengan labu-labu raksasa yang melayang di udara, lilin-lilin menyala, dan suara kicauan kelelawar yang beterbangan di sekitar langit-langit.

Namun, sebelum perayaan dimulai, para siswa Gryffindor masih harus menjalani kelas-kelas mereka, termasuk kelas Pesona (Charms) bersama Profesor Flitwick.

Ketika mereka memasuki kelas, Profesor Flitwick, yang tubuhnya kecil sehingga ia harus berdiri di atas tumpukan buku untuk bisa terlihat, menyambut mereka dengan penuh antusias.

"Hari ini, kita akan belajar mantra levitasi, melayangkan benda benda adalah suatu hal yang harus dipelajari seorang penyihir!" katanya dengan suara nyaring.

Di depan setiap siswa terdapat sebuah bulu angsa putih. Amelia duduk di samping Hermione, sementara Ron duduk di belakang mereka bersama Harry.

"Mantra ini sangat sederhana, tapi membutuhkan fokus dan pengucapan yang benar," lanjut Profesor Flitwick. "Sekarang, pegang tongkat kalian, dan ucapkan: Wing-gar-dium Levi-o-sa. Ingat, ayunkan tongkat kalian dengan gerakan yang halus—seperti ini."

Profesor Flitwick mencontohkan gerakan memutar dengan tongkatnya, dan bulu di hadapannya melayang ke udara dengan anggun.

"Wow," gumam Amelia, merasa terkesan.

Semua siswa mulai mencoba mantra itu.

"Wingardium Leviosaaa!" seru Ron, Lalu mengayunkan tongkatnya berkali kali dengan kencang tetapi bulu di depannya tidak bergerak sama sekali. Hermione mendengus kesal.

"STOP STOP sebelum kamu mencungkil mata seseorang keluar, lagipula pengucapan mu salah." katanya dengan nada memperbaiki. "Kau harus mengucapkannya dengan benar. Itu harusnya Wing-GAR-dium Levi-O-sa, bukan Leviosaaahhh."

Ron mengerutkan alisnya. "Ya, ya, cobalah sendiri jika kau memang sepintar itu, ayo ayo." gumamnya kesal karena dikoreksi.

Hermione mendengus lalu mengangkat tongkatnya dan dengan percaya diri mengucapkan mantra itu. "Wingardium Leviosa!"

Bulu di depannya segera melayang di udara, berputar dengan anggun.

Profesor Flitwick berseru, "Luar biasa, Nona Granger! Lima poin untuk Gryffindor!"

Hermione tersenyum puas, sementara Ron hanya mendelik. Amelia, yang mencoba mantra itu untuk pertama kalinya, mengayunkan tongkatnya dengan hati-hati.

"Wingardium Leviosa!"

Bulu di depannya terangkat beberapa inci sebelum jatuh kembali ke meja.

"Aku hampir berhasil!" serunya dengan semangat.

Namun, saat Amelia mencoba lagi, tiba-tiba bulunya melayang sendiri, tetapi ke arah yang salah—bukan ke atas, melainkan ke bawah, menyeretnya ke tepi meja dan jatuh ke lantai.

"Apa yang terjadi?" gumam Amelia bingung.

Ia tidak menyadari bahwa Malfoy, yang duduk beberapa meja di belakangnya, telah mengarahkan tongkatnya ke bulu Amelia dan diam-diam mengucapkan mantra.

Dengan seringai licik, ia berhasil membuat bulu itu bergerak ke arah pintu kelas.

"Bulu itu keluar!" seru Amelia. Ia berdiri tergesa-gesa dan mulai mengejar bulunya yang kini menyeret diri melintasi lantai seperti sedang dikendalikan oleh sesuatu.

Seluruh kelas menoleh untuk melihat Amelia yang setengah berlari keluar dari ruangan.

"Ke mana dia pergi?" bisik Ron pada Harry.

"Aku tidak tahu, tapi itu aneh," jawab Harry, melirik ke arah Malfoy yang tampak menahan tawa.

Amelia, yang tergopoh-gopoh mengejar bulunya, berlari keluar dari kelas dan menyusuri lorong. Bulu itu terus menyeret diri, seolah-olah memiliki pikirannya sendiri, meluncur ke arah tangga besar yang mengarah ke lantai bawah.

"Berhenti!" seru Amelia frustasi, meskipun ia tahu itu sia-sia.

Bulu itu terus melaju hingga akhirnya berhenti di sebuah sudut gelap lorong bawah tanah. Amelia mendekati bulu itu dengan napas terengah-engah.

"Aku menemukannya," gumamnya lega, membungkuk untuk mengambil bulu itu.

Namun, sebelum ia sempat menyentuhnya, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Amelia menoleh, merasa bulu kuduknya berdiri.

"Siapa di sana?" tanyanya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.

Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang mencekam.

Amelia meraih bulunya dengan cepat dan berbalik untuk kembali ke atas, tetapi sebuah bayangan besar tampak bergerak di ujung lorong. Hatinya berdegup kencang.

Ia mempercepat langkahnya, hampir berlari, dan kembali ke kelas dengan wajah pucat.

"Amelia, kau baik-baik saja?" tanya Hermione, yang segera menyadari kegelisahan temannya.

"Ya, aku hanya... aku hanya mengejar bulu itu," jawab Amelia, mencoba terdengar biasa.

Namun, ia tidak bisa melupakan bayangan besar itu. Ada sesuatu di lorong bawah tanah, Ia yakin itu.

ForecastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang