Bab 26 Liburan Semester

1 1 0
                                    


~~~

Di Hospital Wing, keheningan menyelimuti ruangan. Eleanor Brighton duduk di samping tempat tidur Amelia, memegang tangan putrinya yang dingin.

Tangisannya tak tertahankan, air matanya jatuh satu demi satu. Dumbledore berdiri dengan tenang di sudut ruangan, sementara McGonagall duduk di kursi di sebelah Eleanor, ekspresi wajahnya penuh simpati.

“Eleanor,” kata Dumbledore lembut, tangannya bertaut di depan jubah panjangnya. “Mengapa kamu tidak memberi tahu kami tentang hal ini sebelumnya? Amelia adalah salah satu siswa kami, dan tanggung jawab kami adalah melindunginya. Jika kami tahu bahwa dia seorang Seer, kami bisa mempersiapkan segala kemungkinan.”

Eleanor mengangkat wajahnya, matanya merah dan bengkak. “Aku tahu… aku tahu seharusnya aku memberitahu kalian,” suaranya parau. “Tapi… aku menyangkalnya. Aku tidak ingin mempercayai bahwa dia benar-benar seorang Seer. Saat Amelia lahir, peramal tua di St. Mungo mengatakan padaku tentang bintang kembar di antara bulan darah. Dia mengatakan bahwa Amelia memiliki potensi besar, tetapi dia juga akan menghadapi bahaya yang bahkan aku tidak bisa bayangkan.”

Eleanor berhenti sejenak, suaranya bergetar. “Saat itu aku sudah meninggalkan dunia sihir. Aku menikah dengan muggle, menjauh dari keluarga Malfoy berharap bisa hidup tenang. Tapi kemudian hal-hal aneh mulai terjadi. Amelia… dia mulai mengatakan hal-hal yang tak seharusnya dia tahu. Dia memperingatkan tetangga kami tentang kematian yang akan datang. Ketika itu benar-benar terjadi, orang-orang mulai memanggilnya anak terkutuk. Mereka takut padanya. Aku harus pindah berkali-kali, mencoba melindunginya. Tapi aku tahu… aku tahu aku tidak bisa melindungi dia dari takdirnya.”

McGonagall menundukkan kepala, berusaha menahan emosi yang membuncah. “Eleanor, tidak ada yang bisa menyalahkanmu atas keinginanmu untuk melindungi putrimu. Tapi sekarang kami harus fokus pada bagaimana membantunya. Dia adalah anak yang luar biasa.”

Eleanor menggenggam tangan Amelia lebih erat, seolah berharap sentuhan itu bisa membangunkannya. “Apakah ada yang bisa dilakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk membantunya?”

Dumbledore melangkah maju, matanya berbinar lembut di bawah kacamata setengah bulatnya. “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk Amelia. Saat ini, dia membutuhkan waktu untuk pulih. Jiwa seorang Seer  yang berhadapan langsung dengan kekuatan jahat seperti Voldemort memang rentan. Tapi saya yakin Amelia memiliki kekuatan untuk bangkit kembali. Dia adalah gadis yang luar biasa… dan kuat.”

McGonagall mengangguk setuju. “Amelia adalah salah satu murid paling berbakat yang pernah saya lihat. Kami akan menunggunya, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.”

Eleanor mengangguk lemah, matanya masih tertuju pada putrinya. “Aku hanya berharap aku bisa melakukan lebih banyak untuknya…”

~~~

Kereta Hogwarts

Di kereta Hogwarts, Harry, Ron, dan Hermione duduk di dalam kompartemen mereka, masing-masing terdiam dengan pikiran masing-masing. Liburan seharusnya menjadi waktu yang menyenangkan, tetapi suasana hati mereka tetap berat.

Hermione memandang keluar jendela, melihat ladang bersalju yang melintas. “Amelia pasti akan baik-baik saja,” katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada yang lain.

Ron mengangguk sambil memainkan catur penyihir di pangkuannya. “Dia gadis yang tangguh. Aku yakin dia akan bangun sebelum semester berikutnya dimulai.”

Harry tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memegang erat surat dari Hagrid di tangannya, yang dikirimkan sebelumnya sebagai ucapan selamat tinggal sebelum mereka naik kereta. “Aku harap begitu,” gumamnya akhirnya. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita tanpa Amelia.”

Ketiganya akhirnya setuju untuk saling mengirim surat selama liburan, berjanji akan tetap menjaga persahabatan mereka, bahkan di tengah kekhawatiran mereka terhadap Amelia.

~~~

Hospital Wing – Malam Hari

Di Hogwarts yang kini mulai sunyi, bintang-bintang berkelap-kelip di luar jendela Hospital Wing. Eleanor tetap berjaga di sisi Amelia, sementara McGonagall duduk di sofa kecil di pojok ruangan, menunggu bersama ibu yang cemas itu.

Tiba-tiba, lilin di ruangan bergetar ringan, dan cahaya kecil seperti percikan sihir muncul di atas tubuh Amelia. Eleanor berdiri dengan napas tertahan, memandang putrinya dengan penuh harap.

Namun, mata Amelia tetap terpejam, napasnya masih lembut dan stabil. Cahaya itu menghilang secepat kemunculannya. Eleanor mengusap air mata yang kembali mengalir di pipinya.

“Amelia,” bisiknya penuh kerinduan. “Bangunlah, sayang. Dunia ini membutuhkanmu.”

Dan di kejauhan, angin malam membawa bisikan yang lembut, seolah-olah menjanjikan bahwa waktu Amelia untuk bangkit kembali akan segera tiba.

ForecastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang