‼️ Terdapat adegan kekerasan dan pertumpahan darah dalam cerita ini. Bagi yang tak nyaman, diharapkan untuk tidak membacanya.
_____________________________
Happy Reading!
_____________________________•
Berlari ke hutan tanpa tahu arah seharusnya menjadi momok menakutkan bagi setiap orang. Namun dibanding menghadapi kemungkinan terjebak di Moona selamanya, Arashi berani mengambil risiko itu meski sekarang langkahnya mulai terseok-seok akibat lari yang telah dilakukannya beratus meter. Pohon-pohon tinggi yang gadis itu temui di setiap tapakan membuat ia sadar bahwa tak pernah sekalipun kakinya menginjak lantai hutan ini.
Napas Arashi tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang sekali, sebuah isyarat bahwa dia harus berhenti berlari jika tak mau menanggung bahaya lebih jauh. Kendati demikian, rasa takutnya lebih dominan. Arashi tetap pontang-panting menerobos semak belukar. Tak jarang kulitnya tergores oleh beberapa ranting ataupun duri yang melintang. Yang penting baginya adalah menjauh dari tempat gila itu dan pergi dari sisi Alvaro. Lebih baik tidur di hutan ketimbang kembali ke camp Moona yang berisi orang-orang tidak waras.
Arashi berjengit kaget saat mendengar suara burung gagak di atas kepalanya. Bunyi itu membuat keadaan semakin mencekam. Arashi mengatupkan bibir, berusaha menahan rasa takut yang mendera sembari terus lanjut berlari.
"Argh!"
Arashi memekik kala lehernya tiba-tiba tercekik. Dia memberhentikan langkah. Ketika menurunkan pandang, gadis itu mendapati kalung bulan pemberian Alvaro tersangkut di salah satu ranting pohon yang menghalangi. Karena dikejar waktu, Arashi langsung menarik kalung itu hingga putus. Dia hendak membuang benda itu tapi mengurungkan niatnya karena masih penasaran dengan pengaruhnya. Alih-alih menyingkirkannya, dia menyimpan kalung itu di saku celana dan melanjutkan larinya.
Beberapa menit berlalu, kaki Arashi mulai sakit. Karena tak sanggup lagi, ia memutuskan untuk beristirahat. Arashi menjatuhkan diri ke tanah, bersandar pada sebuah batang pohon. Napasnya memberat, keringat sudah membanjiri tubuh, tapi itu tak akan menjadi penghalangnya untuk kabur.
Entah karena terlalu lelah atau memang oksigen di sekitar kian menipis, kepala Arashi mulai berdenyut. Dia memejam. Tepat setelah 2 detik ia menutup mata, suara seseorang mengagetkannya.
"Wah, wah, apa yang kau lakukan disini?"
Nyali Arashi ciut saat membuka mata dan menyaksikan kehadiran dua orang pria bertubuh besar, berumur sekitar 40 tahunan, mengenakan jaket tebal, dan membawa senapan di punggungnya.
Mereka~ pemburu.
Gadis itu bangkit, berniat untuk menjauh, tapi baru saja akan melangkah, seseorang dari mereka menarik lengannya kasar.
"Dia cukup cantik," pria itu mengusap kumisnya. "Mau kita apakan, Jack?"
Jack terkekeh menyebalkan. Pria itu menatap Arashi dari atas sampai bawah. "Dia lumayan. Bawa saja ke kota dan kita jual, Josh. Mungkin harganya mahal."
"Apa maksudnya?!" pekik Arashi.
"Hei." Josh yang masih mencekalnya berbisik. "Apa kau masih perawan?"
Emosi yang mendera membuat Arashi meludah ke wajah pria itu. Josh menjerit marah dan sontak menampar wajah Arashi.
"Gadis sialan! Brengsek!" Pria itu mengusap muka jijik. "Beraninya kau meludahi ku, Jalang?!"
Josh mendorong Arashi dengan kasar hingga menubruk pohon. Gadis itu meringis saat sadar pipinya berdenyut. Pria yang bernama Jack tadi menunduk, berniat mendekat ke arahnya tapi sebelum itu, Arashi langsung menendang perutnya dengan keras. Jack mengumpat kasar, memberi balas dengan menendang balik tubuh gadis berambut indigo itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐎𝐍𝐀: 𝐓𝐡𝐞 𝐈𝐧𝐜𝐞𝐩𝐭𝐢𝐨𝐧
Romance𝓓𝓪𝓻𝓴 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮 𝓢𝓽𝓸𝓻𝔂 [𝗪𝗮𝗿𝗻𝗶𝗻𝗴❗: Mengandung beberapa scene kekerasan] "𝗪𝗵𝗲𝗻 𝘆𝗼𝘂'𝗿𝗲 𝘀𝘁𝘂𝗰𝗸 𝗶𝗻 𝘁𝗵𝗲 𝗰𝗿𝘂𝗲𝗹𝗲𝘀𝘁 𝗿𝗲𝗮𝗹𝗶𝘁𝘆." . Arashi Grace Starvy mengikuti acara tahunan kampus yang diadakan di kaki gunun...