Bab 22

64 0 0
                                    

Singkat cerita Jum'at sore pulang dari kantor aku menyiapkan segala sesuatu yang ku butuhkan terutama berkas-berkas perusahaan yang ada di ruang kerjaku, tak lupa aku mengecek ulang kendaraan mulai dari oli mesin, air radiator, dan juga tekanan ban. Aku pastikan mobilku siap tempur sebelum menempuh perjalanan selama ± 8 jam dengan jarak ± 314 Km. Aku putuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi mengingat Viona ikut serta dalam kunjunganku kali ini, jadi selama disana Viona dapat menggunakan mobilku untuk mobilisasi dirinya.

Singkat cerita sampailah kami di Kebumen tepat jam 11 malam, tempat yang pertama kali kami singgahi tentu saja rumah mertuaku berhubung Viona meminta untuk langsung ke rumah orang tuanya dan menginap barang 2-3 hari. Kami disambut hangat oleh kedua orang tua Viona dan juga Vannisa, kita obati rasa rindu dengan cara mengobrol membicarakan hal-hal yang tak kita lewati bersama. Disela obrolan Vannisa beberapa kali memberikan kode agar aku keluar meninggalkan mereka yang nantinya tentu akan diikuti Vannisa namun aku tak menanggapi kode-kode yang dia utarakan karena dengan adanya Viona aku tak bisa berbuat banyak, jika aku dan Vannisa menghilang tentu akan mengundang kecurigaan.

Dalam moment family time itu aku lihat Vannisa memainkan hp nya, tak lama kemudian hp ku bunyi tanpa pesan masuk namun Vannisa masih nampak seperti sedang mengetik. Aku segera melihat hp ku dan melihat pesan tersebut dari bar notifikasi lalu aku melirik ke arah Vannisa yang masih sibuk dengan hp nya sambil sesekali tersenyum. Pesan itu darinya, dia tetap menjaga kesibukan seolah sedang mengetik sebagai kamuflase agar darinya dengan cara mematikan layar dan menyimpan hp diatas meja. Aku tatap wajah Vannisa, ketika dia melihatku, aku gerakkan bola mata melirik ke arah Viona yang berada disampingku sebagai isyarat penolakan pada permintaannya lalu hp ku berbunyi lagi tapi aku abaikan.

Selang beberapa menit aku merasa ingin buang air kecil, disitu aku bangkit dari duduk kemudian pamit pada kedua mertuaku untuk ke kamar mandi. Ketika hendak melangkahkan kaki Vannisa pun bangkit dari duduknya. "Ka, aku dulu lah!" ucapnya meminta aku mengalah. Sigap ku lihat reaksi Viona dan kedua orang tuanya, mereka nampak biasa saja tanpa ada reaksi berarti dari stimulus Vannisa yang menjegal langkahku. "Ya udah kakak duluan aja" ucapku mengalah. Aku pun kembali duduk, ketika ku lihat Vannisa, dia memberikan kode agar aku mengikutinya menuju kamar mandi. Lagi-lagi aku abaikan kode tersebut, aku tak mau bertindak bodoh yang nantinya pasti akan berakibat fatal.

Vannisa berlalu meninggalkan kami di ruang tv, selang 3-4 menit kemudian air seni dalam kantung kemihku terasa semakin penuh namun Vannisa tak kunjung datang.

"Aduuhh kak Vanni koq lama banget ya!?" keluhku seraya memegang area perut bawah.
"Lagi BAB kali" sahut Viona.

Aku bangkit dari duduk lalu bergegas menuju kamar mandi yang letaknya di bagian rumah paling belakang berdekatan dengan dapur. Posisinya cukup tersembunyi, dari ruang keluarga terhalang oleh dinding ruang makan yang masing-masing akses memiliki pintu. Aku juga tak mengerti kenapa di rumah ini begitu banyak pintu padahal jika tanpa pintu aku yakin udara ruangan akan terasa lebih sejuk meski hanya menggunakan kipas angin.

Sesampainya di ruang makan ketika membuka pintu menuju dapur aku terkejut melihat Vannisa yang sedang berdiri menyender di dinding dan melihat ke arahku ketika pintu terbuka.

"Lama amat sih!" protesnya berbisik lalu menghampiriku.
"Kamu yang lama, aku udah kebelet tau" kataku menyalahkannya.

Vannisa merangkul pundakku dengan kedua tangannya lalu tanpa aba-aba dia memagut bibirku dengan penuh nafsu. Tak sampai 5 detik dia melakukan itu karena segera ku dorong tubuhnya sampai rangkulan kedua tangan di pundakku terlepas.

"Jangan gini Van, kalo Viona tau gimana?" protesku berbisik.
"Aku gak peduli Ka!" ujarnya lalu merangkul dan memagut bibirku lagi. Aku melayani pagutannya selama beberapa detik lalu melepas pagutan dan ku dorong kembali tubuhnya agar menjauh namun Vannisa menahannya.

Sonia Keponakan Istriku 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang