Bab 25

64 0 0
                                    

Dari rumah Ayu ke rumah mertuaku secara kebetulan melewati pabrik yang ku pimpin, entah kenapa beberapa ratus meter sebelumnya tiba-tiba saja Viona ingin menemaniku bekerja dengan alasan rindu akan suasana kantor tempatnya bekerja dua tahun lalu. Sebagai suami yang baik tentu saja aku menuruti apa yang diminta Viona meski itu membuatku was-was, aku segera menelpon Vannisa pura-pura menanyakan keberadaannya.

"Hallo, kamu udah di kantor Van?" tanyaku ketika Vannisa menjawab telponku.

"Iya Ka, aku udah di kantor nungguin kamu" jawab Vannisa manja.

"Oke, lima ratus meteran lagi saya nyampe kantor bareng Viona" kataku memberi tau bahwa adiknya ikut bersamaku.

"Hahhh Viona ikut!" balasnya kaget.

"Iya, istri saya kangen suasana kantor katanya" ucapku menegaskan berharap Vannisa segera mengganti pakaian dengan yang lebih sopan agar skandal kita tak sampai tercium Viona. "Berkas udah disiapin?" tambahku beralasan supaya Viona tak merasa curiga kenapa aku tiba-tiba menelpon kakaknya setelah dia meminta untuk mampir ke kantor.

"Ohh iya pak, semua berkas untuk hari ini sudah saya siapkan di meja bapak" tegas Vannisa.

"Oke!" sahutku singkat lalu ku akhiri panggilan.

Apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi, usai mengakhiri panggilan dengan segala kepolosannya Viona bertanya "Kak Vanni koq mesti dikasih tau segala sih mas? Kita kan bentar lagi nyampe!".

Wwuuuzzzzzz ... Bagai The Flash otakku langsung membuka folder dusta mencari data berupa untaian kata yang dapat dijadikan alasan logis untuk menjawab pertanyaan Viona.

"Eemm ,, justru karena udah deket makanya aku telpon kak Vanni takutnya pas kita nyampe ternyata dia belum dateng karena tau kita ke nikahan Ayu dulu" jelasku.

"Ohh, iya juga sih" ucap Viona singkat.

(Yesss gak sia-sia gw belajar retorika secara otodidak) gumamku dalam hati.

Setibanya di depan gerbang pabrik aku bunyikan klakson agar security yang bertugas hari ini membukakan pintu. Setelah pintu terbuka aku pun masuk dan tak lupa ku sapa kedua security yang berjaga saat melewati pos. Usai memarkirkan mobil aku bersama Viona langsung menuju office dan disana aku dapati Vannisa tengah duduk di kursi meja kerjanya dan pakaian yang dia gunakan juga wajar-wajar saja meski bukan pakaian formal, entah dia menggantinya setelah aku telpon atau memang sudah memakai setelan itu sejak pagi. Begitu melihat kami Vannisa langsung berdiri,

"Selamat siang pak, bu!" Sapa Vannisa menyambut kami.

"Siang juga" balasku singkat seraya membuka pintu ruang kerja.

"Biasa aja kali kak" ujar Viona meminta agar Vannisa bersikap layaknya di rumah karena ini bukan hari kerja.

"Profesional bu, di luar kerja status ibu memang adik saya, tapi disini status ibu sebagai istri atasan saya".

"Ini kan hari minggu kak" tegas Viona.

"Iya bu, tapi masuknya lembur" balas Vannisa.

"Hehehe iya juga ya" sahut Viona sambil cengengesan. "Ya udah aku masuk dulu ya!" tambah Viona pamit masuk ruang kerjaku.

Mengingat hari sudah mendekati jam makan siang, melalui line telepon aku meminta Vannisa memesankan makan untuk kami. Usai menelpon aku tak langsung bekerja karena percuma juga jika waktu yang tersisa kurang dari 15 menit aku gunakan untuk kerja. Sambil menunggu makanan datang aku mengajak main anakku sementara Viona menyiapkan makan siang untuk Tania.

Dengan hadirnya Viona ruang gerak aku dan Vannisa menjadi sangat sempit, selama di kantor mulai aku datang sampai jam pulang kita benar-benar profesional. Vannisa selalu memanggilku pak atau bapak sementara aku hanya memanggil namanya saja. Dengan adanya Viona diantara kami sikap profesional tersebut memberikan keuntungan tersendiri, mungkin bisa dikatakan ilusi atau manipulasi untuk menutupi skandal kita selama ini.

Sonia Keponakan Istriku 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang