"A ,, aa !!" seru Astri seraya mengguncang tubuhku hingga aku terbangun dan membuka mata. "Aa punya selingkuhan?" sambung Astri ketika dia melihat mataku terbuka.
Jujur, pertanyaannya membuatku terkejut dan membuat aku tersadar sepenuhnya namun disitu aku tetap berusaha tenang dengan cara menutup mata berpura-pura melanjutkan tidur.
"A, jawab! Aa punya selingkuhan?" desak Astri dengan nada biasa.
"Maksud kamu apa sih sayang? Selingkuhan gimana?" jawabku mengelak.
"Jujur aja lah gak usah ditutup-tutupi. Aku udah tau koq!" ujar Astri. Pernyataannya tersebut membuatku memutar otak menerka-menerka apa yang Astri maksud.
"Selingkuh gimana sih maksud kamu? Aa gak ngerti deh" elak ku seraya bangkit dari tidur.
"Udah lah gak usah bohong, aku udah baca semuanya!" ucap Astri dengan nada agak tinggi.
Seerrrrr ... Seketika tubuhku bagai tersengat arus listrik 220 volt. Mendengar ungkapannya firasatku mengatakan bahwa Astri membaca chatku bersama Rafaela tadi malam karena sebelum tidur aku tak sempat menghapus chat history, selain tak biasa menghapus chat, chat ku bersama Rafaela masih bisa dibilang chat biasa bakan chat terakhir tak aku balas.
"Ada yang kurang dari gw? Gw udah izinin lu nikah sama ponakan gw sendiri, gw udah izinin lu nikah sama sekretaris lu, gw udah izinin lu nikah sama mantan lu, apa masih kurang pengorbanan gw? Lu kurang puas? Apa sih yang lu cari?" Murka Astri.
Aku tak bisa berkata apapun selain menatap matanya sambil menerka-nerka kenapa Astri berani menyentuh dan bisa membuka handphone ku yang selama beberapa tahun terakhir tak pernah dia lakukan. Aku juga tak merasa kaget melihat kemarahan dan mendengar dia berkata kasar karena semasa sekolah Astri and the gang emang terkenal sebagai tukang bully siswi-siswi yang dianggap banyak tingkah atau ingin jadi orang terpandang di sekolahnya, bisa dikatakan Astri ini preman para cewe. Aku lah orang yang merubah Astri menjadi sosok yang lebih lembut dan keibuan.
"Selama ini gw jaga perasaan cuma buat lu, ada cowo iseng gw selalu bilang sama lu, tapi lu? ... Hargain gw lah bangsat!" ujar Astri membentak.
"Maaf ,, aa salah!" ucapku penuh sesal.
"Huuffttt" Astri membuang nafas panjang seraya mengelus dada. "Kita udahan aja ya! Biar aa bisa bebas jalin hubungan sama siapa aja" ucap Astri sedikit mereda. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai penolakan atas keinginannya mengakhiri ikatan pernikahan.
"Kenapa gak mau? Kalo kita udahan aa kan jadi lebih bebas!" ujar Astri.
"Aa gak mau, aa ngaku salah" ucapku.
"Terus nyampe kapan lu mau kaya gini terus anjing!!!" Bentak Astri disusul teriakan seraya melayangkan sebuah tamparan keras di pipi kiriku ... "Aaakkkhhh !!!" ... Plaaaakkkk ... Astri pun menangis seraya menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.
Tamparan keras itu sempat membuat wajahku berpaling dari wajah Astri namun tak lebih dari satu detik aku segera menatapnya lagi dengan ekspresi penuh penyesalan dan aku tak sedang berakting, aku memang menyesali perbuatanku yang melampaui batas.
Meski Astri memaki dan mengataiku dengan kata-kata kasar aku tetap diam, tak banyak kata yang ku ucapkan selain pendukung kata MAAF. Ketika Astri menamparku juga aku tetap diam tak berusaha menangkis atau menghindar meski hal itu bisa kulakukan dengan mudah.
Diamku bukan tanpa alasan, aku diam karena aku mengakui kesalahan ini tak seperti beberapa tahun yang lalu dimana hal serupa pernah terjadi lebih tepatnya setelah aku menjamah tubuh Sonia. Kronologis lengkapnya ada di Bab akhir cerita Petualang Cinta.
Aku coba mereda tangis dan amarahnya dengan cara merangkulnya namun ketika tanganku menyentuh pundaknya seketika itu juga Astri menepis seraya berkata dengan nada tinggi "Jijik tau gak usah kaya gini!"
