Semua yang terjadi di antara Dejan dan Nindya adalah kesalahan. Bukan kesalahan siapapun, tapi Dejan tetap menyebut penyebab mereka bersama karena suatu kesalahan. Sebab semua yang terjadi bukan atas dasar keinginan bersama.
Kebersamaan mereka tak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"You look so beautiful. As always."
Tadinya, Nindya sedang mematut penampilannya yang hari ini memakai knit dress press body warna khaki yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Sembari mempertimbangkan apakah busananya ini tidak mengundang omongan sebab malam ini ia akan menghadiri acara keluarga besar. Tentunya bersama Dejan yang mendampingi.
Tetapi keberadaan pria itu yang muncul secara tiba-tiba di belakangnya lalu masuk ke ruangan walk in closet hanya untuk ikut memperhatikan apa yang membuat Nindya bimbang, justru membuat pipi wanita hamil itu bersemu merah.
Nindya melirik Dejan melalui cermin. Pria itu sudah siap dan sangat tampan hanya dengan kemeja navy lengan panjang yang dilipat hingga siku. Penampilan Dejan selalu simple, tapi selalu terlihat memukau jika ia yang mengenakan. Selama kehamilan, Nindya selalu jatuh hati dengan penampilan Dejan dan sialnya pria itu tahu.
Kemudian Nindya tersenyum sembari mengusap-usap perutnya yang saat ini sudah memasuki trimester dua.
"Kamu cantik. Kamu selalu cantik. Whether you wear anything or not," Dejan mengecup kepala Nindya lembut. "You are still beautiful."
"Mas," Nindya memukul tangan Dejan yang tadi melingkar dan ikut mengusap perutnya. "Kamu kalau bicara-"
"Anakku gak akan dengar, Sayang," kata Dejan tertawa menatap cermin untuk melihat wajah Nindya. "Dia pasti setuju sama aku, bahwa kamu cocok pakai pakaian apapun. Gak perlu pikirkan pendapat orang lain, kalau kamu nyaman memakainya maka aku gak akan larang. Jangan karena kita akan bertemu Eyang, kamu jadi ketakutan untuk berpenampilan dan gak percaya diri dengan perut kamu yang sekarang? Eyang nanti akan tahu, itu hasil karyaku."
Terserah, tapi Nindya semakin mengembangkan senyum dan tawa kecilnya mendengar itu.
Kediaman Pradiksa Baskara memang bukan main, untuk pertama kalinya selama menyandang status sebagai istri dari Dejan Baskara, seorang Nindya memasuki rumah yang pantas disebut mansion atau istana saja sekalian dan itu merupakan turunan dari keluarga sang suami. Seperti di film-film, mata Nindya dimanjakan dengan tanaman terawat dari sepanjang mobil mereka masuk gerbang dan berhenti di depan pintu yang dimana terdapat air mancur di tengah-tengah dan ada juga beberapa mobil mewah lainnya yang terparkir. Nindya yakin, itu mobil-mobil kerabat Dejan lainnya.
"Papi dan Mami sudah di dalam. Mereka semua hanya tinggal menunggu kita," kata Dejan ketika mereka keluar mobil dan ia langsung menggenggam tangan sang istri. "Kamu harus dengar aku sekarang. Kalau kamu merasa gak nyaman dengan Eyang yang bawel, kamu gak perlu jawab segala pertanyaannya. Dan kalau kamu merasa gak nyaman dengan perilaku Eyang, kamu bisa bilang aku karena kita sepertinya gak usah berlama-lama di tempat yang kurang kamu sukai. Tapi, Nindya, ada aku, Mami dan Papi. Okay, Sayangku?" Ia mengecup bibir Nindya sekilas. "I love you," katanya.
Nindya tak kuasa menahan senyumannya. "I love you too ...," balasnya tulus dan Dejan ikut tersenyum. "Pasti Mami sudah gak sabar mau mengenalkan cucunya," Nindya terkekeh sambil mereka berjalan bersama menuju pintu yang dimana sudah disambut beberapa pekerja rumah. Tangannya refleks mengelus-elus perutnya. "Baby akan jadi cucu pertama sekaligus cucu tersayang Mami dan Papi. Begitupun Eyang, pasti gak sabar sama cicitnya ini," gumamnya.