Aku merebahkan diriku di kasur. Hari ini sangat melelahkan. Terlebih hatiku ini yang tiba tiba saja kacau tadi pagi. Dan yang membuat pikiranku bergelut, sikap Riki yang begitu lembut, walaupun Memang masih mengeluarkan kepedeannya. Tapi dia berbeda, mungkin aku harus minta maaf besok karna aku berfikiran buruk tentangnya.
Untunglah Riki membelikan makanan untuk Rafael. Aku jadi tidak perlu menyiapkan makan malam.
Setelah mengganti bajuku. Aku keluar dari kamar dan pergi ke ruang keluarga untuk menonton tv. Terlihat adikku tertawa menonton acara yang ada di chanel 5. Aku dudukkan diriku di sebelahnya.
"Kak, tumben masakkan kakak kaya di restoran bintang 5,'' Kata Rafael.
"Berarti selama ini makanan yang kakak buat ga sebanding restoran bintang 5 dong,'' Kataku sambil cemberut. Dan Rafael menoleh, dia tertawa terbahak-bahak.
"Kakak sejak kapan bisa cemberut gitu? Kayanya kak Clara ketuker dicaffe deh,'' Kata Rafael yang masih saja tertawa.
"Emangnya selama ini kakak engga pernah cemberut?'' Tanyaku.
"Yeh diri kakak sediri ga ngenalin. Kakak ga biasanya buat ekspresi kaya gitu. Mungkin ini pertama kalinya aku liat kakak kaya gitu. Ah mungkin aku yang pertama liat muka kakak kaya gitu,'' Jelasnya.
"Kenapa kamu sama menyebalkan seperti dia -.- ?'' Tanyaku.
"Dia siapa? Ah pasti ang waktu itu jemput kakak? Dia hebat bisa ngerubah kakak jadi penuh ekspresi,'' Kata Rafael yang entah memuji atau meledek.
"Ah sudahlah, ngomong sama kamu ga bakal ada habisnya,'' Kataku sambil berniat meninggalkan Rafael. Tiba tiba langkahku terhenti dan berbalik lagi menghadap Rafael
"Jangan-jangan kamu sama Riki kerja sama ya bikin kakak kesal?'' Tanyaku. Entah darimana pikiran itu bisa muncul.
"Ah mungkin saja,'' Jawab Rafael dengan wajah mengesalkan. Terlihat mengejek dan polos.
"Kemana adikku yang manis,'' batinku menangis.
Langsung saja aku meninggalkannya. Melihat Rafael seperti itu sama seperti melihat dia. Ya, dia siapa lagi kalau bukan Riki. Tapi aku berharap dia berubah sama seperti tadi.
~~
Sesampainya di kelas aku duduk dan memakai earphone. Aku tidak sendiri di sini. Tatapan mereka masih sama, dan aku hanya bersikap pura pura tidak tau saja.
"Claraaaa,'' Teriakan Erlin menggema sepanjang lorong. Aku menghitung mundur 3...2...1 Erlin memelukku dengan sangat eratnya dan membuatku sesak.
"Lin aku bisa mati kalo kamu seperti ini setiap kali memelukku,'' Kataku dengan pelan.
"Lo kemana kemaren? Gue cemas lo ga balik-balik dari toilet. Gue susulin lo kesana lo ga ada. Lo ga digangguin sama cabe-cabe itu kan? Kemaren juga tas lo dibawain sama Riska. Lo ga ada masalah sama Riska kan? Oiya tas lo, tas lo ga di balikin? Padahal dia bilang mau kasih ke lo!! Jangan-jangan dibuang Riska. Ga bisa di biarin, mereka udah keterlaluan. Gue harus temuin mereka,'' Langsung saja Erlin melepaskanku dan pergi menemui Devil. Dan aku mengikutinya, ketika seperti ini Erlin dengan sangat cepat Erlin berjalan. Sampai aku tidak sanggup mengikutinya.
Aku senang temanku peduli padaku. Tapi tidak seperti ini juga kali. Aku belum menjelaskan dan dia sudah mengambil kesimpulan. Lain kali kalau aku di ajak pulang cepat sama Riki akan kutolak.
Kami akhirnya memasuki ruang kelas Devil.
"......Lo ada masalah apa si sama Clara? Dia ga gangguin lo, kembaliin tas Clara,'' Omel Erlin dihadapan Riska. Terlihat semua memandang Erlin.
"Clara ga ada masalah kok sama gue. Dia juga emang ga gangguin gue. Niatnya tadi gue pengen kekelas Clara. Tiba-tiba lo udah dateng aja,'' Jawab Riska.
Baru saja Erlin ingin bicara, aku segera menutup mulutnya.
"Maaf, dia emang suka begitu kalo menyangkut masalahku, makasih bajunya yang kemarin. Besok aku akan mengembalikannya,'' Kataku.
"Iya, biasanya yang langsung kesinikan engga tau apa-apa'' Kata Riki sambil mengambil tasku yang tadi di bawa Riska. Dia mendekatiku dan memberikannya padaku.
"Emang gue ga tau apa Ra?'' Tanya Erlin dengan wajah polos.
"Dia itu kemaren...'' Perjelasan Dika langsung saja aku sela.
"Kemaren aku terpeleset di toilet, bajuku jadi basah. Terus ketemu Riska. Dia minjemin aku baju deh,'' lanjutku. Erlin tidak boleh sampai tau kalau aku di gangguin. Yang ada dia memutilasi orang orang yang menggangguku.
"Oh..oiya maaf tadi gue nuduh lo, soalnya kemarenkan yang bawa tas Clara elo,'' Kata Erlin.
"It's okey,'' Sahut Riska.
"Dan lo Ra, gue tunggu di gerbang, ga ada penolakan dan terlambat, okey,'' Kata Riki sambil melirikku.
"Iya liat aja nanti, ayo ah Lin,'' Kataku sambil menarik Erlin.
~~~~
Disinilah aku, di caffe kesukaanku. Tapi yang paling membuatku malas adalah melihatnya. Ya, dia Riki siapa lagi yang datang kesini. Dan aku akan menarik ucapanku tadi malam yang mengatakan dia lembut. Nyatanya dia menjengkelkan dan menyebalkan.
"Eh lo, malah bengong lagi. Cepet kerjain tugas lo. Ah iya jangan lupa sambil pijitin gue,'' Kata Riki.
"Kamu ga waras ya? Coba pake logika dong, gimana caranya aku kerjain tugasmu sambil mijitin, aneh kamu,'' Kataku dengan kesal.
"Ya harus bisa, di kamus gue ga ada yang namanya ga bisa. Ah iya logat lo bisa ga si dirubah. Kalo lo ngomong aku-kamu itu kesannya ketinggalan lo. Lagian jaman moderen gini juga dan kesannya juga gue yang keren, ganteng dan menawan gini barengan sama orang desa,'' Kata-katanya sangat pedas di telingaku. Andai aku punya golok saat ini. Ingin rasanya merobek mulutnya.
Aku sudah malas berdebat dengannya. Mulutku sudah lelah, lebih baik diam sajalah.
"Eh lo denger ga si?'' Tanyanya dan aku diam
"Pendengaran lo terganggu ya?" Tanyanya lagi dan aku tetap diam
"Eh jawab!! Oh lo mao gue keluarin dari sini hmm?'' Ancamannya sukses membuatku buka mulut.
"Iya, denger,'' Jawabku malas.
"Kirain gue, gue lagi sama batu,'' Katanya.
"Dengar tuan menyebalkan. Bisa tidak kau tidak menggangguku untuk di sini. Kau sudah menggangguku di sekolah. Dan itu masih belum cukup hah? Yaampun aku mimpi apa sebenarnya sampai bertemu dengan orang menyebalkan sepertimu,'' Jelasku dengan sedikit meninggikan nada bicaraku.
"Lo mimpiin gue? Wah lo suka sama gue ya? Udah akuin aja. Hidup lo juga sebelumnya hampakan? Pas kenal gue hidup lo jadi bahagia, iya kan? Ah nasib orang keren kaya gue emang penuh dengan orang yang suka sama gue,'' Katanya
"Kenapa dia selalu kepedean si? Ampun dah. Kenapa Yang Maha Kuasa menciptakan orang seperti dia?'' Batinku.
"Seterah apa katamu,'' Jawabku malas.
"Gue punya permainan, kalo lo bisa kalahin gue, gue bakal lepasin lo. Tapi kalo gue yang menang, selamanya lo sama gue,'' Kata Riki
"Permainan apa?'' Tanyaku.
"Kalo lo udah tanya kaya gitu, gue anggap lo udah terima permainan ini'' Kata Riki
"Heh itu curang namanya,'' protesku.
"Et, yang buat permainan siapa? Gue, jadi ya gue yang nentuin'' jawabnya santai.
=================
Jangan lupa comment sama sarannya ya(≧∇≦)b
Makasih udah baca chapter ini. Tunggu chapter selanjutnya ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl in Love (Revisi)
RandomCaffe mungil yang terbuat dari kayu indah itu berdiri kokoh diantara beberapa gedung gedung besar yang telihat sangat tua. Caffe ini terdapat teras kecil yang cantik, mewah juga indah. Tanaman warna warni mewarnai setiap sisi dan sudut teras kecil n...