Flashback
"Gue punya permainan, kalo lo bisa kalahin gue, gue bakal lepasin lo. Tapi kalo gue yang menang, selamanya lo sama gue,'' Kata Riki
"Permainan apa?'' Tanyaku.
"Kalo lo udah tanya kaya gitu, gue anggap lo udah terima permainan ini'' Kata Riki
"Heh itu curang namanya,'' protesku.
"Et, yang buat permainan siapa? Gue, jadi ya gue yang nentuin'' jawabnya santai
~~~~~~~~~~~
"Kamu jangan seenaknya sendiri dong, aku ga mau,'' tegasku.
"Harus,'' Kata Riki
"Engga!!'' Kataku dengan nada tinggi.
"Lo pilih ikutin permainan gue, apa lo keluar dari tempat ini?'' Katanya, dan aku benci kalau soal ini.
"Baik, permainan apa?!'' Tanyaku dengan kesal
"Permainannya, siapa yang suka duluan maka dia kalah,'' Jelas Riki.
"Itu permainannya? Jelas aku yang menang, aku tidak suka padamu, sekarang kamu jangan ganggu aku lagi,'' Jawabku dengan santai.
"Et, ini baru awal my maid. Kita buktiin 3 bulan kedepan,'' Jelas Riki dengan wajah yang menyebalkan
"Baik, sekarang biarkan aku bekerja dengan tenang, liat sudah 2 jam waktuku terbuang melayanimu,'' Kataku sambil menunjuk jam yang terpampang jelas di dinding.
"Iya iya, tapi jangan salahin gue kalo lo kangen sama gue my maid,'' Kata Riki sambil menyeringai dan pergi.
"Engga bakal,'' Kataku sambil melet
~~
"Permainan macam apa kaya gitu. Hah, kenapa dia selalu seenaknya? MENYEBALKAN!!'' Umpatku.
Langit sangat indah malam ini. Tapi tidak denganku. Suasana hatiku buruk, amat buruk. Terlebih permainan tidak masuk akal. Tapi aku yakin tidak akan menyukainya.
Saat ini aku masih di perjalanan pulang. Kemudian aku melihat toko bakpao. Terakhir aku makan bakpao kelas 5 sd. Aku putuskan untuk membeli beberapa bakpao untuk cemilan dirumah.
Tepat di depan rumah. Aku mendengar sangat ramai di dalam. Terdengar Rafael berteriak 'gool'. Aku berfikir sejenak. Memangnya jam segini ada acara bola? Aku masuk dan menuju asal suara.
Aku tidak percaya yang aku lihat. Dia...dia ada lagi, dirumahku sekarang. Apa maksudnya dia. Rasa kesalku memuncak.
"Kau!! Apa yang kau lakukan dirumahku!!'' Kataku teriak
"Aduh kak, jangan teriak dong. Kakak akhir-akhir ini jadi demen banget kesel, teriak-teriak engga jelas. Kakak mau sakit ya?'' Kata Rafael dengan tetap bermain ps.
"Beneran? Dia jadi gampang kesal sama teriak ga jelas? Wah pertanda gue bakal menang nih,'' Sahut Riki sama keadaannya dengan Rafael
"Apa hubungannya permainan yang kamu bilang dengan kesal sama teriak? Wajar aku teriak dan kesal melihatmu seharian penuh. Kamu juga Rafael kenapa nerima orang yang ga dikenal jelas hah?'' Kataku sambil mendudukan diriku di sofa.
"Ya jelaslah. Lo engga tau sih, lagian engga bakal gue kasih tu juga si. Et, mau dibawa kemana engga bakal gue biarin lo bocah,'' Katanya padaku dan di tunjukan juga ke Rafael. (Tau kan klo maen anak laki gimana?)
"Yeh, bagian gini mah gampang lagian ngalain lo juga kaya rebut permen dari bayi, eh kak bawa apaan kok wanginya enak?'' Tanya Rafael.
"Yeh, kepo aja kamu Raf, dah kakak mau mandi dulu,'' Kataku sambil bangkit.
"Mau di bantuin ga?'' Tanya Riki
"Enak aja, aku bisa mandi sendiri,'' Jawabku.
"Orang gue tanyain barang yang lo bawa. Bukan ngomongin lo mandi,'' Katanya sambil menyeringai
Aku merasa wajahku merah sekarang. Bukan karna marah, tapi karna aku salah menyangka. Ah kenapa aku seperti ini. Gara-gara dia aku dibuat malu.
"Oh lo mau nya gue bantuin mandiin lo. Yaudah ayo'' Lanjutnya
"Ka..kau MENYEBALKAN,'' Teriakku sambil berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Hebat lo kak,'' Kata Rafael memuji Riki.
"Hebat kenapa?'' Tanya Riki.
"Lo bisa rubah sikap kakak gue yang bisa di bilang pendiem jadi banyak ngomong kaya gitu. Gue aja engga pernah bisa. Gue denger dari bibi gue si dulu kakak gue kecil ga pendiem. Dia bisa dibilang bandel, jail, susah di bilangin sama banyak ngomong. Tapi ketika ibu meninggal dan ayah engga tau kemana dia jadi pendiem,'' Jelas Rafael.
"Tenang aja, gue bakal rubah kakak lo jadi lebih banyak ekspresi!'' Kata Riki dengan yakin.
"Gue serahin kakak gue ke lo,'' Kata Rafael.
~~~~~~~~
Aku menatap atap kamarku, berfikir dan mengenang banyak hal. Mengenang hidupku yang dulu dan memikirkan mengapa aku bisa berubah seperti ini. Mungkin karna keadaan yang membuatku seperti ini. Benar, keadaan yang membuatku seperti ini. Kalau aku bersikap manja dan memikirkan diriku sendiri. Aku tidak mungkin bisa menghidupi hidupku dan adikku. Memang bibiku tiap bulan mengirimkan uang hanya saja aku tidak enak jika mengandalkan itu. Aku putuskan uang yang dikirim bibiku, kusimpan di bank jika terjadi apa-apa.
Aku bangkit dari kasurku dan berjalan ke dapur. Masih terdengar suara mereka yang beradu main. Kasian juga mereka tidak kuberikan cemilan. Aku membuka bungkus bakpao dan menaruhnya di piring kemudian membawa ke ruang keluarga.
"Nih, aku tau kalian pasti laparkan?'' Kataku sambil menaruhnya di tengah-tengah mereka duduk. Aku mengambil satu untuk kumakan.
Terlihat mereka mengambil dan tetap melanjutkan permainan mereka. Dasar anak laki-laki pikirku. Ya tidak salahnya melihat sebentar mereka bermain.
~~
Aku rasa ada yang aneh di sini. Sudah seminggu ini mereka tidak lagi mengangguku. Yah, masih ada beberapa si. Tapi tidak sesering dulu. Biarkanlah yang terpenting tidak merubah nilai ulanganku.
Aku, Erlin dan Nia ada di kantin saat ini. Bisa dibilang Nia sekarang menjadi lebih dekat denganku dan Erlin. Banyak hal yang mereka katakan. Dan mereka tau tanggapanku pasti hanya 'oh' dan aku hanya mendengarkan mereka saja. Aku saat ini membaca buku yang kupinjam dari perpus.
Terlihat Devil memasuki kantin. Seperti biasa mereka di sambut dengan sorak sorai dari seisi kantin. Mereka berjalan ke bangku sebelah kami. Entah apa yang mereka pikirkan. Tapi ada yang tidak terlihat batang hidungnya. Rangga, dia tidak terlihat ada saat ini.
Loh? Sejak kapan aku peduli dengan Devil? Sudahlah bukan urusanku. Dan seketika suasana hati menjadi panas. Ya, Riki duduk di sebelahku saat ini. Kalian pasti tau mereka menatapku seperti apa. Kecuali Erlin dan Nia. Mereka tetap melanjutkan obrolan mereka.
"Udah makan?'' Tanya Riki membuka percakapan.
"Udah,'' Jawabku tanpa mengalihkan mataku dari buku.
"Makan pake apa?'' Tanyanya
"Nasi dan lauknya,'' Jawabku
"Kalo diajak ngomong itu liat orangnya dong,'' Kata Riki. Aku menutup bukuku dan menoleh kearahnya.
"Apa mau mu?'' Tanyaku. Sudah jelas kalau dia seperti ini ada maunya.
"Wah, lo tau aja gue mau sesuatu. Besok gue mau lo free, waktu lo buat gue,'' Katanya.
"Besok jadwal kerja aku yang full. Dan aku engga mau bolos kerja,'' Sahutku.
"Enggaa, besok lo harus jalan sama gue, ga ada penolakan,'' Jelasbya dan dia pergi begitu saja.
"Kenapa banyak banget si kemauan dia yang ga bisa di tolak?'' Pikirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl in Love (Revisi)
De TodoCaffe mungil yang terbuat dari kayu indah itu berdiri kokoh diantara beberapa gedung gedung besar yang telihat sangat tua. Caffe ini terdapat teras kecil yang cantik, mewah juga indah. Tanaman warna warni mewarnai setiap sisi dan sudut teras kecil n...