"Aku meneleponmu lima belas kali, Demi Tuhan!" Hyukjae berteriak penuh keputusasaan di depan Yunhee yang duduk dengan tampang tanpa berdosa. Televisi meraung dengan volume yang sangat keras, sehingga-dengan amarah yang meledak-ledak-Hyukjae mencabut kabelnya. Hal itu tentu langsung menimbulkan kesunyian dalam sekejap. Mendesah dalam-dalam, Hyukjae mencoba mengontrol emosinya. "Kau tidak mengerti, 'kan, betapa besarnya pengaruh CKH-Tech terhadap perusahanku? Jika dia tidak segera menaruh sahamnya di perusahaanku-" Hyukjae melirik Yunhee yang malah asyik bersenandung. "Yunhee, kau dengar aku? Aku benar-benar marah padamu." Katanya pelan tapi tegas.
Yunhee mengangkat kepalanya, yang semula fokus pada snack kentang di tangannya, ke wajah Hyukjae yang kini telah merah padam.
"Aku tidak bisa membantumu." Hanya itu yang keluar dari mulut Yunhee sebelum dia bangkit dari sofa dan berjalan menuju dapur.
"Kenapa?" Hyukjae berteriak dari ruang TV. Tidak mendengar jawaban apapun, dia menghampiri Yunhee ke dapur dengan langkah yang tergesa-gesa. "Jawab aku, Lee Yunhee."
"Bukan bidangku-"
"Kau sudah menyanggupinya kemarin, lalu kenapa berubah sekarang?" Tuntut Hyukjae, dia mengusap wajahnya dengan gerakan kasar. "Sial, seharusnya aku tidak meminta bantuanmu. Kau malah pergi begitu saja dari kantornya bahkan sebelum kau sempat bertempur."
Jika kalimat Hyukjae memiliki makna lain, maka itu memang tepat sasaran. Yah, Yunhee sadar, seharusnya dia menghadapi pasangan itu dengan gagah berani. Tapi dia hanya seorang wanita lemah yang tidak sanggup menanggung kepedihan.
"Benar, seharusnya kau tidak meminta bantuanku, Hyuk." Tanggap Yunhee masa bodoh, dia hanya sedang tidak berselera untuk menunjukkan keadaan dirinya yang sebenarnya pada pria itu. Semerana apapun dia saat itu.
"Kau memang mustahil!" Hyukjae berteriak putus asa.
"Ya lalu kenapa kau tidak meninggalkanku saja?" Kali ini Yunhee mengatakannya seraya menuangkan susu ke dalam gelas. Sayang sekali isi kotak susu itu tumpah dan berceceran di lantai ketika dengan sigap Hyukjae meraih lengannya, mencengkeramnya kuat-kuat dan memaksanya untuk berbalik badan. "Apa sih, Hyuk!?"
Hyukjae menatap Yunhee dengan tatapan serius, "Itu karena aku sangat mencintaimu, Lee Yunhee Bodoh."
Seketika itu juga langsung tertegun. Dia menatap Hyukjae dalam ketidakpercayaan. Memang bukan kali pertamanya Hyukjae mengatakan itu secara gamblang, tetapi mendengarnya lagi dan lagi mengatakan itu membuat Yunhee merasa bersalah. Sangat bersalah.
Bagaimanapun, rasa bersalah itu belum dapat meluluhkan Yunhee untuk menyerah dari masa lalunya. Dia belum dapat menghapus semua itu, sekeras apapun dia mencoba. Jadi, alih-alih merangkul Hyukjae saat itu juga, Yunhee malah membuang muka karena malu dan berbisik pelan. "Baiklah, aku akan menghubungi Tuan Cho dan mengatur kembali jadwal pertemuan."
Dan di sinilah Hyukjae merasa dirinya telah melakukan hal paling bodoh di dunia. Dia telah mengatakan itu lagi dan dia tahu konsekuensi yang akan dia tanggung tatkala kalimat itu keluar dari mulutnya. Entah Yunhee akan mengalihkan pembicaraan atau malah mundur dalam kekalahan, atau yang lebih parah lagi adaah merasa bersalah atas ucapannya.
"Yunhee, maaf-"
"Jam berapa kau bisa melakukan pertemuan besok?" Yunhee menyela pria itu.
Hyukjae mendesah dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk mengerti dan berjalan menuju pintu, lebih baik meninggalkan Yunhee sendirian untuk saat ini. "Delapan." Katanya singkat sebelum menambahkan. "Kali ini biar aku yang mempresentasikan proyeknya."
***
Meg sedang berada di dalam ruangan Yunhee dan memerhatikan gerak-gerik sahabatnya itu dari dekat. Dia hanya dapat menggelengkan kepalanya beberapa kali melihat tingkah aneh Yunhee sejak pagi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ridiculously Demanding (Kyuhyun Fanfiction)
FanfictionCinta Pertama. Orang bilang tak terlupakan. Nyatanya benar, itu memang benar. Tetapi bagaimana jika cinta pertamamu sangat membencimu hingga dia tidak tahan meski melihat sejengkal rambutmu saja? ■■■ Yunhee berusaha berhenti mencintai pria itu. Perc...