Suasana di dalam lift begitu menyesakkan.
Yunhee hanya merasakannya.
Tatapan Kyuhyun di punggungnya membuat kulitnya terbakar, bukan dalam arti yang sebenarnya. Seluruh sarafnya sadar akan keberadaan Kyuhyun, menyala dan hidup. Lift itu terasa sangat sempit meskipun hanya diisi oleh mereka berdua. Justru karena hanya berdua saja Yunhee jadi was-was.
Apa yang telah merasuki Kyuhyun sehingga dia menawarkan diri untuk mengantarnya sampai bawah? Itu tidak pernah terlintas di otaknya. Bagaimanapun tidak seharusnya seorang bos mengantar kepergian asistennya, bukan begitu?
"Kau yakin kau tidak mau menuntut Cheoram dan Ji-Ohn?" Kyuhyun bertanya dari belakang.
"Aku tidak akan melakukannya." Yunhee berkata tegas. "Lagipula aku bukan pegawai permanen di sini, dalam beberapa hari aku tidak akan menempati posisi sebagai asisten pribadimu lagi."
Kyuhyun tertawa sinis. "Kau pikir mereka cemburu karena posisimu?"
"Lalu menurutmu ada alasan lain?"
Kyuhyun terdiam.
Ya, setidaknya Yunhee berhasil membungkam pria itu. Dia hanya ingin pria itu berhenti berbicara padanya, karena seharian ini percakapan mereka hanya menunjukkan satu kesimpulan di benaknya. Terlalu intim dan itu mengganggunya. Tidak pernah dalam hidupnya dia membayangkan akan memiliki percakapan santai dengan pria itu, yah, percakapan terpanjang dan terlama mereka.
"Jam berapa Lee Hyukjae menjemputmu?"
Pertanyaan Kyuhyun tidak sempat Yunhee jawab karena suara dentingan lift yang menandakan bahwa mereka sudah sampai di lantai utama. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas, Yunhee segera beringsut keluar dari sana. Dia tidak tahan lagi berlama-lama di dekat Kyuhyun, lebih memilih meninggalkannya ternganga di dalam lift. Dia bisa berurusan dengan amukan pria itu nanti.
Berjalan tergesa-gesa melewati meja resepsionis, Yunhee menyapa Hanyeong, kemudian bergegas keluar dari gedung. Dia menemukan pangerannya sudah menunggu di sana, dengan sebuah buket bunga cantik di tangannya. Tanpa aba-aba, Yunhee langsung menghamburkan dirinya ke dalam tangan terbuka Hyukjae. Merangkulnya erat-erat.
"Woah, pelan-pelan atau kau akan meremukkan badanku." Hyukjae berseru kaget, tetapi tidak melepaskan pelukan Yunhee dan malah tersenyum seperti orang bodoh. "Sebegitu rindunya padaku, ya?"
Mendengar itu, Yunhee memundurkan tubuhnya hanya untuk menjitak pelan kepala Hyukjae. "Aku benci padamu."
Hyukjae terkekeh. "Benarkah? Kalau begitu aku mau kembali ke Jepang saja."
Pria itu sudah berbalik dan Yunhee mencegatnya, menarik tangan pria itu kemudian memeluknya lagi. Dia mendesah di dada pria itu, berpikir dalam hati sejak kapan dirinya menjadi begitu manja dan bersikap seperti anak kecil. Dia tidak peduli, Hyukjae telah kembali. Kekhawatiran akan hubungan mereka-yang sangat membelenggunya-akan dia pendam untuk saat ini, dan hanya akan fokus pada aroma yang dirindukannya itu.
"Aku ingin bilang bahwa kau begitu tega hanya dua kali menghubungiku selama dua minggu perjalanan bisnis." Yunhee berbisik lemah, menghirup dalam-dalam bau khas Hyukjae. "Saat kau bilang ayah dan ibu bertemu istrimu dan beberapa jam saja sebelum kau kembali ke sini. Itu tidak adil, kau tahu."
"Aku minta maaf. Banyak sekali pekerjaan dan aku... butuh waktu untuk berpikir." Hyukjae balas berbisik seraya mengelus rambutnya. Perkataannya menarik perhatian Yunhee, membuatnya mendongakkan kepala. Namun, Hyukjae malah menyadari hal lain. "Apa ini? Apa yang terjadi dengan tanganmu?" Dia mengangkat tangan wanita itu.
"Aku sudah bilang lewat telepon, 'kan?"
"Kau hanya bilang lenganmu terluka dan kau perlu pergi ke dokter, kau tidak bilang lukanya separah ini." Hyukjae menjerit panik saat melihat lengan yang dipegangnya memerah, melepuh, bahkan hampir mengelupas. "Lee Yunhee, apa yang telah kau perbuat pada lenganmu!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ridiculously Demanding (Kyuhyun Fanfiction)
FanfictionCinta Pertama. Orang bilang tak terlupakan. Nyatanya benar, itu memang benar. Tetapi bagaimana jika cinta pertamamu sangat membencimu hingga dia tidak tahan meski melihat sejengkal rambutmu saja? ■■■ Yunhee berusaha berhenti mencintai pria itu. Perc...