Pict : Dress yg dipakai Nala pilihan DamianDamian terbangun tengah malam, ia merasa tenggorokannya kering. Dahinya mengkerut ketika menyadari Nala tidak tidur disampingnya. Ia sempat memeriksa kamar mandi didalam kamar namun pintunya tidak di kunci dan tak menemukan Nala di dalam sana. Damianpun segera melangkah keluar kamar dan menangkap sosok wanita yang dicarinya tengah tertidur pulas sambil meringkuk di sofa. Sepertinya ia kedinginan, pikir Damian.
"Apa yang kau lakukan? Kau menjatuhkan harga diriku dengan membiarkanmu tidur hingga kedinginan seperti ini. Wanita keras kepala," Damian bergumam. Ia mendekati Nala dan menyibakan sebagian selimutnya yang sudah tidak menutupi tubuh Nala dengan sempurna. Bahkan baju tidur nya yang pendek sedikit terangkat. Damian menggerang sambil menggangkat tubuh Nala dan membawanya kekamar dan menyelimutinya. Damian akhirnya ikut merebahkan diri di sebelah Nala hingga dirinya tertidur.
Baru sebentar, ia terbangun karena Nala tiba tiba saja mendekatkan diri dan memeluknya. Wanita itu masih tertidur dan tidak menyadari apa yang dilakukannya. Ditatapnya wajah Nala, bulu matanya yang panjang dan lentik, pipinya yang tampak merona serta bibirnya yang berwarna pink membuatnya sempurna. Luar biasa cantik. Damian seperti terhipnotis. Namun ia segera menepis bahwa ia mengakui kecantikan wanita itu. Egonya terlalu besar.
Semalaman ia tidak bisa tidur, ia hanya menatap wanita yang kini telah dipeluknya. Pikirannya kosong. Nala tidur begitu nyenyak sehingga ia bisa dengan jelas melihat wajahnya. Perlahan ia melepaskan dirinya dari Nala, membuat wanita itu sedikit bergerak. Damian melangkah keluar kamar dengan hati hati dan mencoba untuk tidur. Matanya sudah terasa sangat berat.
**
Pagi harinya Nala terbangun, ia memperhatikan sekelilingnya. Seingatnya ia tidur di sofa semalam. Lalu mengapa ia tidur di kamar sekarang. Ia menoleh sebelah tempat tidurnya kosong. Ia benafas lega dan melangkah ke luar kamar. Perutnya terasa lapar. Sehingga ia memutuskan untuk membuat sarapan.
"Akhirnya kau bangun juga," Nala dikagetkan oleh suara Damian. Pria itu tengah meminum kopinya sambil duduk di sofa.
Nala melihat sepertinya pria itu mau berbaik hati padanya tidur di sofa. Ia tersenyum, "Apa kau tidur disana semalam?"
"Tidak, hm maksudku ya .. aku tidur disini karena aku tidak tega melihatmu jadi aku memindahkanmu kekamar," Damian tidak sepenuhnya berbohong. Ia sempat tidur di sofa pagi ini.
Damian melihat reaksi Nala. Wanita itu tersenyum dengan manisnya. Membuat dirinya bingung, "Cepat buatkan aku sarapan , aku lapar." Nala menghela nafas. Seenaknya saja ia memerintah orang seperti biasa.
"Aku ingin pasta."
"Kau bisa memesannya di restoran jika kau menginginkannya," Nala mulai kesal. Bersyukur ia mau membuatkannya sarapan.
"Aku ingin kau yang memasakannya untukku."
"Memangnya kau mempunyai bahan bahan yang diperlukan?" Nala melangkah ke dapur dan membuka sebuah kulkas sederhana yang ada disitu. Pertanyaannya sudah terjawab. Disana tersedia bahan makan lengkap. Sayur, buah, daging, wine pun ada.
Nala menoleh ke Damian setelah melihat isi kulkasnya dan memberikan senyum terpaksa pada pria itu. Damian hanya menggelengkan kepalanya.
**
Menjelang sore, Nala membuat cupcake. Ia mengisi waktunya dengan membuat cake kesukaan grandmanya karena tidak ada hal lain yang dapat ia kerjakan. Pesta pernikahan masih 4 jam lagi. Ah betapa ia merindukan grandmanya.
"Lumayan juga," Nala bergumam sendiri setelah mencicipi cupcake buatannya. Ia membawa beberapa cupcake buatannya ke sofa. Tampak Damian sedang sibuk dengan ultrabooknya.
Damian sempat melirik saat Nala duduk di sampingnya. Wanita itu tengah memindah mindahkan saluran televisi sambil memakan cupcake. Menyadari bahwa Damian memperhatikan dirinya, Nala menoleh dan mendapati pria itu sendang melihat dirinya."Kau mau cupcake buatanku ?" Tanya Nala menyodorkan cupcake ditangannya.
"Apa itu enak ?" Damian menaikan sebelah alisnya. Ia ragu akan rasa cupcake buatan Nala.
"Kalau tidak mau ya sudah. Kau tidak perlu menghina cupcake buatanku, bukan ?" Tanya Nala sambil melahap cupcake yang ada ditangannya.
Damian mengambil satu cupcake, dan menggigitnya. Rasanya enak. Ia tidak memungkiri. Mungkin ia bisa membuka toko cupcake dan menyuruh Nala membuatnya sebanyak mungkin. Ahkir akhir ini Damian merasa daya hayalnya mulai tidak terkendali. Apalagi jika ia sedang bersama dengan Nala.
Bisa bisa aku tak sadar dan image ku akan jatuh karena kebodohanku. Tapi aku tidak bodoh ! Terbukti aku kaya dan sukses. Aku tidak akan bangkrut walaupun beberapa perusahaanku merugi sekalipun.
"Biasa saja," hanya itu kalimat yang terlontar dari bibir pria itu. Damian tidak akan memuji cupcake buatan Nala. Itu hanya akan membuat wanita itu besar kepala.
"Benarkah ? Kalau begitu kau jangan makan cupcake buatanku lagi," Nala memajukan bibirnya. Ia tampak tersinggung.
Damian menyadari bahwa sepertinya wanita itu sedang merajuk. "Ya lumayan apabila tidak ada makanan lain yang bisa kumakan," ia terseyum kepada Nala. Walau orang mabuk juga akan menyadari bahwa senyum yang diberikan adalah senyum keterpaksaan, semata mata agar wanita itu tidak lagi merajuk. Ia jarang sekali memuji seseorang seperti yang dilakukannya saat ini. Tetap saja mungkin akan terdengar gagal. Setidaknya ia sudah berbaik hati mencoba berniat baik untuknya.
Seseorang mengetuk pintu, Nala beranjak dan membukakannya. Ternyata Jack, Nala mempersilahkan Jack masuk dan menawarinya cupcake.
Jack tak kunjung mengambil cupcake buatannya. Bukan tidak mau, tetapi ia menunggu persetujuan dari bosnya.
"Apa memakan cupcake akan membuat para lelaki akan merasa malu?" Tanya Nala sambil memandang Jack. Jack menggeleng cepat. "Tidak miss. Baiklah aku akan mengambilnya satu. Terimakasih"
"Cepat kau makan, Jack. Apa rasanya tidak enak?" Tanya Nala penasaran. Ia memaksa nya karena tau bahwa Jack pasti tidak akan mengambil nya tanpa persetujuan dari bosnya. Mengapa semua orang takut pada nya. Hal itu hanya akan membuatnya menjadi sok berkuasa, bukan ?
Jack mencoba cupcake itu, "Rasanya sangat enak, Miss. Aku tidak akan menolak jika kapan kapan anda menawari saya lagi." Jack membungkuk dan mengucapkan terima kasih.
Damian berdehem.
"Kau bawa saja ini semua cupcake ku bagikan ke yang lain. Jangan menolaknya Jack!" Nala memaksa seraya memberikan cupcake itu kepada Jack. Mau tidak mau Jack menerimanya juga. Entahlah ia tidak bisa menolak jika wanita bosnya itu memaksakan sesuatu padanya. Sama halnya dengan bosnya itu.
Bersamaan dengan itu, Damian bertanya pada orang kepercayaan itu, "Apa kau sudah melakukan apa yang kusuruh ?"
"Sudah sir. Ini pesanan anda." Jack menyerahkan kotak yang berukuran cukup besar berwarna putih.
Damian menggangguk,"Kau boleh pergi Jack. Kuharap semua siap dalam waktu 1 jam."
"Baik sir. Saya permisi."
Nala berpura pura menyimak acara TV yang tengah ditontonnya.
"Apa kau menyukai acara itu," Damian menatap TV dan Nala bergantian.
"Tentu saja."
"Kau yakin?" Damian menahan tawanya sambil berpura pura kembali mengecek email masuk.
Nala mau sadar ternyata acara yang di tontonnya adalah kontak jodoh untuk para gay. Ya ampun aku tidak menyadarinya. Ia ber pura pura menyimak acaranya untuk menutupi rasa malunya. Damian belum juga berhenti tertawa. Walaupun ia berusaha untuk menahannya."Ini untukmu." Damian memberikan kotak putih besar itu kepada Nala.
"Untukku ?" Nala menerima kotak itu dan membukanya. Sebuah gaun berwarna cream. Gaun itu sangat cantik dengan panjang hingga menyentuh lantai.
"Bersiap siaplah kita akan berangkat setengah jam lagi."
"Aku akan memakai gaun ini ?" Tanya Nala. Ini bukan gaun yang dipilihnya saat fitting di butik milik Ed. Gaun ini lebih sedikit tertutup bagian dadanya.
"Kau pikir aku akan membeli gaun pilihanmu ? Aku sudah menukarnya."
"Memang kenapa dengan gaun pilihanku ?"
'Kau ingin memanerkan badan mu dipesta itu hingga semua pria menatapmu ?' Batin Damian.
"Itu terlalu terbuka" hanya itu yang terucap dari mulut Damian.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Romance"Aku akan melakukan apapun untuk menggagalkan pernikahan itu. Termasuk menyeretnya dari altar jika memang itu diperlukan" -Damian Corbyn-- "Awalnya aku yakin dia adalah jodohku. Sampai pria itu datang dan mulai menggoyahkan keyakinanku" -Nala Grayso...