Bab 9: Fakta

24.9K 1.5K 37
                                    

Sudah satu minggu ini, Raffi begitu rajin mengunjungi rumah Arianna setiap hari. Bahkan ketika Arianna sendiri baru pulang kantor, laki-laki itu malah sudah bermain bersama Sisi. Menemani Sisi mewarnai, atau kadang bercerita hingga tertawa terbahak-bahak jika ada sesuatu yang lucu.

Ia sampai takut jika Sisi makin tak bisa jauh dari Raffi, dan ketakutannya benar-benar terjadi malam ini. Sampai jam delapan malam ini, Raffi belum juga menampakkan batang hidungnya. Biasanya laki-laki itu akan nimbrung makan malam disini, membuatnya mati-matian menghalau pesona Raffi.

Sudah sejak kepulangannya sore tadi, Sisi terlihat uringa-uringan tak jelas. Terus-terusan menanyakan om Raffi-nya yang tak kunjung datang. Arianna sungguh tak mengerti dengan kehidupannya saat ini. Dia bahkan tak menyangka kehadiran Raffi mampu merubah suasana hati Sisi sampai seperti ini. Entah racun apa yang sudah Raffi masukan kedalam tubuh anaknya.

Arianna sendiri juga sedang gundah gulana menantikan kehadiran Raffi. Entah karena efek Sisi, atau memang ia juga merindukan laki-laki itu. Ia menggelengkan kepalanya mengusir pemikirannya barusan. Ia tak mungkin merindukan Raffi.

"bundaaa...om Laffi mana ciih..?" Sisi merengek dalam gendongan ibunya. Sudah berkali-kali menanyakan Raffi, ia sudah lelah menanti kedatangan Raffi.

"Sisi sabar dong.. mungkin om Raffi lagi dijalan.." bujuk Arianna pada Sisi, ia jadi bingung harus bagaimana menghadapi Sisi.

"bundaa..dali tadi bilangnya juga gitu.." Sisi berujar jengkel, dia butuh om Raffi-nya. Bukan hanya bujukan bundanya yang menyuruhnya sabar dari radi.

"Bunda kan nggak tau om Raffi dimana sayang.. mungkin om Raffi masih repot.." Arianna menghela napas lelas, ia mengusap punggung Sisi yang bergelung dipelukannya, mencoba menenangkan putrinya.

"Mbak Ann telpon kak Raffi dong.." tukas Firda karena tak tahan mendengar rengekan Sisi dari tadi. Gadis itu tengah selonjoran disofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Tapi mendengar suara rengekan Sisi membuat konsentrasinya pecah.

"Mbak kan gak punya nomornya kak Raffi Fir,," jawab Arriana lirih. Heeeii dia jelas saja tak punya nomor Raffi. Gengsi kan jika harus menyimpan nomor Raffi.

"Tapi Sisi kangeen om Laffi ndaa.." Sisi sudah mulai terisak sekarang. Arianna tak tau harus apa sekarang. Hanya mampu memeluk anaknya yang semakin terisak.

Dia sendiri juga menantikan kehadiran Raffi. Tapi ia bisa apa jika ego lebih mendominasi dirinya. Ia menggeram pelan, memantapkan hatinya bahwa ia tak akan jatuh dalam pelukan Raffi lagi.

"Assalamualaikuum..." suara bariton itu menyela tangisan Sisi, Arianna menoleh kearah pintu dan mendapati Raffi berdiri disana, ia menghela napas lega. Akhirnya..

"Om Laffi..." Sisi yang sedari tadi menangis di dada ibunya sontak turun dan berlari ke arah Raffi. Dengan sigap Raffi menangkap Sisi dan menariknya dalam pelukannya.

Ditatapnya wajah Sisi lekat, kentara sekali bahwa Sisi menangis "kok Sisi nangis sih..?" tanya Raffi pada Sisi setelah mengajak Sisi duduk di sofa depan Arriana

"Sisi kangen kak Raffi tuh.." tukas Firda cepat.

"la..gi..an om..Laffi la..ma banget keci..ninya.. kan Cici capek nungguinya.." ucapnya tersengal karena menagis.

Raffi mengecup puncak kepala Sisi sayang "om Raffi masih ada urusan tadi sayaang.. Sisi udah makan..?" Sisi menggangguk, lalu menyenderkan kepalanya kebahu Raffi manja.

"aku bikinin teh hangat buat kamu dulu Raff.." ujar Arriana beranjak dari duduknya. Tak ingin berlama-lama melihat interaksi antara Raffi dan Sisi. Raffi mengangguk dan tersenyum menatap Arriana. Wanita itu tak lupa kebiasaanya ternyata.

My DaughterWhere stories live. Discover now