Arianna menyusut airmatanya sekali lagi, menghela napas dalam, perempuan itu berusaha menormalkan suaranya yang berubah menjadi parau. Ia lalu membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya.
Nadine, sahabatnya serta teman satu kantornya beringsut mendekat. Menggenggam tangan wanita itu memberi kekuatan, sebelah tangannya mengelus punggungnya naik turun, mencoba menenangkan Arianna.
"sssshhhh...sudaah tidak ada yang perlu disesalkan Arianna..." ucapnya setelah dilihatnya Arianna mulai tenang.
"Tapi aku merasa berdosa karena menyembunyikan Sisi dari tante Rina Nad, apa lagi setelah mendengar cerita Dita bahwa Raffi begitu menderita setelah aku meninggalkannya. Aku merasa egois disini.." suara Arianna terdengar lirih dan penuh penyesalan.
"Semua yang kamu lakukan karena ada alasannya kan..? mereka pasti mengerti. Aku rasa sudah saatnya kamu dan Raffi membicarakan masa lalu kalian, mungkin ada ketimpangan yang perlu kalian luruskan..
Walau tidak untuk kembali bersama, setidaknya saling memaafkan agar tidak ada lagi keganjilan hati yang mengganjal langkah kalian dimasa depan.." Ucapan Nadine membuat Arianna tersadar. Selama ini dia terlalu sibuk dengan keegoisannya sendiri dan tak pernah mengerti perasaan Raffi.
"Iyaa.. mungkin sudah saatnya kami membahas masa lalu.." Arianna menoleh kearah Nadine. Tersenyum pada sahabatnya yang selalu menjadi tempatnya mencurahkan isi hati.
Nadine balas tersenyum pada Arianna, menyalurkan semangat melalui tatapan matanya. Ia sendiri tak bisa membayangkan jika harus berada diposisi Arianna. Membesarkan anak seorang diri tanpa ada suami disampingnya.
"Mau aku anter pulang..?" tawarnya setelah hening lama. Nadine memang tak pernah membawa mobil jika ke kantor, perempuan itu selalu naik taksi kemana-mana.
"Nggak usaahh... udah ada yang jemput.." Nadine tersenyum malu-malu.
"Oooh bang Toyib pulang niih..?" Arianna sedikit menggoda sahabatnya, dari cerita yang dia dengar dari Nadine, suaminya itu jarang dirumah. Arianna sendiri belum pernah bertemu dengan suami Nadine.
"yaa setelah lima hari nggak pulang.." Nadine mendengus lesu.
"Gak apa-apa lah. Nanti dipuas-puasin deh kangen-kangenannya.." Arianna menjawil dagu Nadine menggoda. Nadine yang awalnya cembrut kemudian ikut tertawa bersama Arianna.
Arianna mendesah lega, setidaknya beban hatinya sedikit berkurang setelah bercerita pada Nadine.
***
Arianna tanpa sadar tersenyum saat melihat mobil Raffi terpakir di depan rumahnya. Setelah satu minggu penuh laki-laki itu menghilang, akhirnya Raffi datang juga.
Dengan tergesa-gesa Arianna memasuki rumahnya. Senyumnya semakin lebar saat melihat Raffi tengah bermain dengan Sisi.
"Bundaaa pulang..." teriaknya ceria ketika memasuki rumah. Raffi mengerutkan kening melihat ekspresi bahagia Arianna. Tidak biasanya perempuan itu terlihat bahagia jika Raffi ada disini.
"Bundaa cinii deh.. Ayah beliin Cici boneka balu lagi..." Sisi melambaikan tangannya pada Arianna, mengisyarakatkan untuk mendekat.
Arianna kemudian mendekat dan duduk disamping Sisi, dia kemudian memperhatikan mainan baru Sisi. Bukan hanya satu, tapi ada sepuluh mainan baru.
"Oh yaa..? Sisi sudah bilang terimakasih sama ayah..?" Tanyanya seraya meperhatikan anaknya yang terlihat bahagia.
"Cudah dong bundaa..." ujarnya sembari tersenyum lebar pada Arianna.
Raffi yang melihat senyum tulus Arianna diam-diam ikut tersenyum. Hatinya membuncah merasakan bahagia, selama dia berkunjung kerumah ini, jarang sekali Arianna mau tersenyum seperti ini.
YOU ARE READING
My Daughter
RandomFaridha Arianna hanyalah seorang gadis lugu yang hidup dalam dimensi kisah dongengnya sendiri. Mecintai seorang lelaki dengan sepenuh hati namun terhianati. Cintanya teramat pada sosok tampan sang pujaan hati. Seseorang yang begitu hebat dimatan...