Arianna melirik Sisi yang cemberut berat, anaknya itu bahkan sudah menangis sejak satu jam yang lalu. Gadis kecil itu duduk dipojokan sofa, kakinya menjuntai kebawah dan menenggelamkan wajahnya pada teddy bear kesayangannya. Rambut coklat sebahunya bahkan sudah berantakan. Arianna menjadi semakin sangat geram dengan Raffi.
Bagaimana ia tidak geram? Laki-laki itu kemarin pagi sudah berjanji pada Sisi akan mengajak anaknya untuk kekantor dan jalan-jalan. Sedangkan pria itu bahkan tidak menampakan batang hidungnya setelah insiden pencurian roti bakar kemarin pagi. Ck, rasanya Arianna ingin menyumpal mulut Raffi dengan lap kotor yang ada didapurnya agar laki-laki itu tak sembarangan membuat janji.
Arianna menekan nomor Raffi sekali lagi, ini sudah panggilan ke empat yang tidak dijawab oleh Raffi. Jika panggilannya kali ini tidak juga dijawab oleh Raffi, jangan harap laki-laki itu bisa bertemu Sisi satu minggu kedepan. Ia mendesah lega saat suara bariton Raffi mengalun masuk ketelinganya.
"Halo, kenapa Ann?" sambut suara diseberang sana yang terdengar parau. Arianna mengernyit heran mendengar suara Raffi yang tidak seperti biasanya. Apa jangan-jangan pria itu tengah sakit? Hei, bukan saatnya mengasihaninya.
"Kamu dimana?" sambarnya cepat dan terdengar sangat bengis. Bukan saatnya memberi kelembutan pada pria tukang ingkar janji itu.
"Aku dikantor, ada apa?"
"Apa..?" Arianna histeris, Ya ampun laki-laki ini!!
"Kenapa sih Ann?"
Arianna menghela napas dalam mendengar nada tidak sabaran dari Raffi. Benar-benar!!
"Kamu lupa atau bagaimana sih?" Dihela sekali lagi nafasnya dalam-dalam. "Kamu lupa kalau punya janji sama Sisi? Anak kamu nungguin dari semalem dan kamu lupa gitu aja? Kamu nggak tau dia nangis sesenggukan gara-gara ayahnya ingkar janji? Mau kamu apa sih sebenarnya? Kalau nggak bisa nepatin janji nggak usah sok-sok'an kayak gitu" Cerocosnya tanpa henti, Nafasnya sampai tersengal-sengal karena menahan emosinya sendiri. Ia mengusap dadanya berkali-kali menahan kesabaran.
"Ya Tuhan?" Suara diseberang sana tak kalah histeris. Arianna sampai mendengar sesuatu yang jatuh, entah apa itu. Mungkin saking kagetnya Raffi?
"Sorry Ann sorry. Aku bener-bener lupa. Pekerjaanku numpuk banget kemarin"
Arianna mendesis sinis mendengar pembelaan Raffi." Kenapa nggak telepon? Biar aku tau kalau kamu nggak bisa jemput Sisi?" suaranya masih terdengar garang. Ia masih belum terima dengan alasan klise Raffi.
"Aku bener-bener lupa Ann, suer!!"
"Terus mau kamu gimana sekarang?" Arianna menutup matanya sambil merapatkan giginya mengatur emosinya menghadapi Raffi.
"Aku boleh minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Aku nggak mungkin ngebatalin janji sama Sisi, dan aku juga nggak mungkin ninggalin kantor sekarang" terdengar helaan napas diujung sana. Membuat Arianna lagi-lagi mengernyit bingung. Maksudnya Raffi apa sih? Dia baru akan menyela tapi suara bariton diseberang sana sudah mendahuluinya.
"Kalau kamu nggak keberatan, tolong anterin Sisi kesini"
"Apa?" Arianna histeris lagi, diliriknya Sisi yang makin sesenggukan. Aduh!! Ia jadi tak tega dengan gadis kecil itu. "Nggak mau!! Kamu kan bisa kesini sendiri"
"Aku bahkan nggak pulang dari semalem Ann" Suara laki-laki itu terdengar sangat lirih ditelinga Arianna. Emosinya yang tadi menggebu-nggebu tiba-tiba menyurut begitu saja. "Buat makan aja aku nggak sempet"
YOU ARE READING
My Daughter
RandomFaridha Arianna hanyalah seorang gadis lugu yang hidup dalam dimensi kisah dongengnya sendiri. Mecintai seorang lelaki dengan sepenuh hati namun terhianati. Cintanya teramat pada sosok tampan sang pujaan hati. Seseorang yang begitu hebat dimatan...