Diawal bulan nopember, dalam kurun waktu kurang dari sebulan segala hal terkait rencana pernikahan Raffi dan Arianna telah selesai di urus. Mengenai lamaran resmi yang di inginkan Kakung Soebagdja juga telah dilaksanakan seminggu setelah pertemuan keluarga terjadi.
Begitupun dengan kesalah pahaman yang terjadi antara Allin dan Rina. Dua perempuan paruh baya yang sedari dulu memang bersahabat itu sudah saling memaafkan dan melapangkan apa yang telah terjadi dengan kedua anak mereka.
Bahkan Rizad menyambut kedatangan Fahmi dengan pelukan persahabatan.
Semua sudah berubah, semua sudah berakhir. Bukan berakhir dalam artian selesai, melainkan berakhirnya bab lama untuk segera diganti dengan bab baru. Arianna dan yang lainnya sekarang hanya perlu mengukir cerita baru yang mereka ciptakan.
Tidak ada yang di tutupi di dalam pernikahan ini, fakta bahwa mereka telah mempunyai putri kecil pun hampir diketahui seluruh undangan yang hadir.
Raffi bilang tidak ada yang perlu ditutupi tentang masa lalu mereka, ia tidak peduli jika semua orang akan memandangnya sebelah mata atau bahkan menjadikan dirinya dan Arianna bahan pergunjingan. Toh, ia dan Arianna sama sekali tidak menganggu mereka. Niatnya menikah dan meminta restu, jika mereka datang dan justru membicarakan keburukan kedua mempelai itu urusan mereka sendiri.
Lagi pula kebahagiaan itu kita sendiri yang menentukan, bukan mereka semua. Jadi cukup tutup telinga rapat-rapat dan jangan hiraukan.
Raffi menghela napas panjang sekali seraya melafalkan basmallah berkali-kali dalam hati. Saat ini Raffi sudah duduk didepan laki-laki paruh baya dengan setelan jas formalnya, disamping lelaki itu, Rizad menatapnya dengan senyum menenangkan. Mengisyaratkan kepada calon menantunya agar tidak gugup.
"Bagaimana Nak Raffi, sudah siap?"
Pertanyaan penghulu sempat membuat Raffi semakin gugup, tapi sedetik kemudian Raffi mengangguk mantap setelah sekali lagi menghela nafas dalam-dalam, dan mengucapkan basmallah dengan mantap.
"Kalau begitu silakan dijabat tangan Pak Rizad"
Raffi mengikuti intruksi penghulu dan menjabat tangan laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi papa mertuanya. Bisa dirasakannya genggaman tangan Rizad mengerat, hingga kemudian suara tegas calon mertuanya terdengar menggema.
"Ananda Arrafi Atmadeva bin Fahmi Aminuddin, saya nikahkan dan saya kawinkan anak saya yang bernama Faridha Arriana kepada engkau dengan maskawin berupa seperangkat alat sholat dan uang sebesar sepuluh juta rupiah, tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Faridha Arianna binti Rizad Darmawan dengan maskawi tersebut dibayar tunai!"
"Bagaimana saksi, sah?"
"Saah. Saah. Saaahh.."
"Alhamdulillah...."
Koor kata 'sah' dan 'alhamdulillah' menggema bertubi-tubi setelahnya. Raffi meraup nafas sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya panjang, tak lupa hamdallah juga terucap berkali-kali. Bahunya sampai terkulai lemas saking leganya, Rizad yang masih menjabat tangannya tersenyum lebar karena saking bahagianya. Rizad mengangguk sekilas menatap Raffi yang yang menatapnya penuh hormat sebelum melepaskan jabatan tangannya.
Kedua tangan seluruh orang yang ada diruangan tersebut terangkat ke udara, mengikuti dan mengamini doa setelah ijab kabul yang dilantunkan penghulu dengan khidmat. Dalam hati, Raffi tak berhenti bersyukur melafalkan dzikir sebanyak mungkin. Jika tadi Raffi gugup setengah mati, maka saat ini perasaan bahagialah yang menlingkupi hatinya. Rasa berdebar dan gemetarnya tadi lenyap begitu saja digantikan rasa lega dan bahagia yang tidak bisa diukur.
YOU ARE READING
My Daughter
RandomFaridha Arianna hanyalah seorang gadis lugu yang hidup dalam dimensi kisah dongengnya sendiri. Mecintai seorang lelaki dengan sepenuh hati namun terhianati. Cintanya teramat pada sosok tampan sang pujaan hati. Seseorang yang begitu hebat dimatan...