Desember. Musim dingin. Dan salju...
Sesungguhnya malam ini bukanlah malam dimana suhu berada di titik terendah, tapi dengan angka sepuluh - dalam derajat celsius - di termometer ruangan, sudah cukup membuat banyak orang enggan untuk keluar rumah.
Pohon-pohon di pinggiran jalan bahkan sudah nampak seperti permen kapas dengan lampu-lampunya yang tampak seperti rainbow chips.
Kursi-kursi yang berjajar di sepanjang taman - yang biasanya tidak pernah hilang fungsi - sekarang tampak tak berguna dengan tumpukan salju di atasnya.
Tidak begitu asing, pertengahan musim dingin memang selalu seperti ini. Lebih nyaman di dalam rumah, menghabiskan waktu di bawah selimut dengan secangkir cokelat hangat dan melakukan kegiatan sejenis movie marathon.
"HAP!"
Langkah kaki itu mendarat begitu sempurna pada tempatnya, di atas kursi taman yang tampak diselimuti salju. Kemudian derai tawanya terdengar, nyaring, dan... bahagia.
"Shilla, hati-hati."
Gadis itu - Ashilla - hanya menyeringai lebar, membiarkan tangannya bertopang pada bahu pemuda yang bersamanya, kemudian menautkan kesepuluh jemarinya di belakang tengkuk pemuda itu.
Shilla menunduk, membiarkan dahi mereka bersentuhan.
"Ada apa?" Pertanyaan itu terucap lantaran heran melihat tingkah Shilla malam ini, atau mungkin hanya karena mereka sudah beberapa minggu tak bersua?
"I miss you." Bisiknya pelan, "Kamu terlalu sibuk akhir-akhir ini."
"Maaf, banyak yang harus dipersiapkan buat ujian." Pemuda itu tersenyum dengan raut menyesal, menyampirkan surai kecokelatan yang menghalangi sebagian paras Shilla
Shilla menggeleng, "Yang penting kamu di sini." Ujarnya sembari melompat turun dari kursi taman yang semula dijajakinya.
Kini tingginya nyaris sejajar dengan pemuda itu. Shilla tersenyum lebar, kedua matanya melengkung membentuk pelangi yang berbinar - bahagia.
Malam ini tidak ada yang spesial dari penampilannya, hanya outfit musim dingin seperti biasa dan ia tidak mengenakan polesan make-up apapun. Tapi percayalah, bagaimanapun penampilan Shilla, gadis itu akan selalu memukau siapapun yang melihatnya.
Pemuda di depannya ini, salah satunya.
"Selamat hari jadi yang pertama, Gabriel." Shilla berjinjit dan mencium pipi pemudanya - Gabriel - beberapa saat sebelum memeluknya erat.
Ia meletakkan pelipisnya pada pundak Gabriel, pundak yang selalu ada untuknya. Selalu. Kapanpun Shilla membutuhkan.
"Happy first anniversary, musim panasku" Bisik Gabriel mengeratkan tangannya yang melingkar di pinggang Shilla, mengecup puncak rambut beraroma vanilla di sana.
Dan hari ini tepat satu tahun hari jadi mereka.
Shilla tidak mengira akan bertahan sampai hari ini, apalagi Gabriel. Tidak ada yang mengira sesungguhnya. Bukan berarti mereka sama-sama tidak percaya satu sama lain, hanya saja... bukankah dari awal memang terlalu banyak penghalang?
Gabriel melepaskan pelukannya, menatap kedua iris bening Shilla yang berpendar memantulkan cahaya menatapnya dengan jarak dekat.
"Makasih... untuk bertahan sejauh ini"
Shilla tersenyum dan mengangguk, kembali menyembunyikan wajahnya pada kemeja hitam yang dikenakan Gabriel malam ini. Menghirup aroma feromon bercampur parfum yang menjadi teman penciumannya setahun belakangan.
Shilla tidak akan mengatakan bertahan itu sulit, karena kenyataannya ia masih mampu untuk tersenyum dan tertawa bersama Gabriel - sungguh-sungguh bahagia.
Tapi... bertahan pun tidak semudah itu. Terlalu banyak yang terjadi, yang membuat Shilla terkadang goyah. Bertahan serasa sesuatu yang pantas untuk dipertanyakan dan dipersalahkan, namun keraguan itu yang menuntunnya hingga hari ini.
Satu tahun.
Bukan waktu yang singkat, kan?
"Aku boleh tanya satu hal?" Tanya Gabriel menggenggam tangan Shilla di sisinya
"Apa?"
"Dulu... kenapa kamu memilih buat bertahan?"
Shilla menoleh pada Gabriel dan tersenyum.
Seandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu,
Tapi kalau begitu kejadiannya, maka cerita ini tidak akan pernah ditulis, dan kisah ini tidak akan pernah ada. Semuanya akan berbeda.
+++
Tetap tinggalkan komentar ya! Maunya cerita ini dilanjut atau nggak? Masih berniat baca atau nggak? Atau ada masukan buat kedepannya? :)
Best regard,
CHAESA
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...