23 - Wedding Gift

13.4K 672 173
                                    

Di sini emang detailnya nggak kubuat jelas karena aku nggak mau batasin imajinasi kalian tentang segalanya. Jadi, aku cuma kasih beberapa gambaran ringan seperti crown-nya (Di mulmed)

Songlist :

- Written in the Stars - Westlife

- Beautiful in White - Shane Fillan

- Beauty & The Beast - Celine Dion & Peobo Bryson

- Can You Feel the Love Tonight - Elton John

- A Whole New World - Celine Dion & Peabo Bryson

(Lagu-lagu soundtrack disney emang yg terbaik, wedding-able(?))

+++

"Gue nggak bisa."

Shilla tak mengatakan apapun. Sorot kekecewaan itu sudah nampak cukup untuk dilihat Gabriel.

Jawaban itu tak mengejutkan Shilla sebenarnya, lagipula... saat kondisinya seperti ini, manusia mana yang mau? Kalau ada, mungkin Gabriel hanya bukan salah satu di antaranya. Tapi segumpal kekecewaan itu masih terasa pahit bagi Shilla, mengganjal di hatinya. Tak peduli sudah berapa kali ia mempersiapkan dirinya untuk jawaban itu.

Masih untung Gabriel tak pergi meninggalkannya begitu saja.

"Apa yang buat lo berpikir gue mau?"

Mata Shilla menatap Gabriel, "Aku hanya mau kamu di sana. Kamu tau, itu adalah hal yang paling membahagiakan buat aku kalau kamu yang antar aku ke altar."

"Gue akan ke Dubai."

Shilla mengerjap, "apa?"

"Sekitar lima hari lagi."

Demi Tuhan, itu hari pernikahannya.

Shilla mengepalkan tangannya yang ada di atas pangkuan, ia tak lagi tahu harus mengungkapkan apa. Kenapa? Dubai? Untuk apa? Karena apa? Dengan siapa? Kapan akan kembali? Tapi bibir Shilla hanya separuh terbuka, tak mengeluarkan suara apapun.

"Gue akan kuliah di sana." Ujar Gabriel lalu tersenyum kecil, "kalau suatu saat nanti lo khawatir, tenang aja. Gue sama Pricilla ke sana, pamannya yang rekomen kita ke Dubai."

"Mendadak." Shilla bahkan tak tahu itu pertanyaan atau pernyataan.

"Sebenernya udah sejak beberapa bulan yang lalu, gue hanya mikir beberapa kali karena lo. Tapi sepertinya sekarang kondisinya udah mendukung gue buat pergi."

"Gab..." Shilla tak tahu harus bicara apa. Mencegah Gabriel? Tidak, ia tidak bisa.

"Beberapa hari ke depan gue akan sibuk ngurus surat-suratnya. Mungkin... ini terakhir kalinya kita ketemu sebelum gue ke Dubai."

Tarikan nafas Shilla semakin berat. Ia tidak tahu kenapa dirinya bereaksi seperti ini, tapi ia merasakan sesak itu. Ia merasakan kehilangan itu, walau nyatanya Gabriel masih duduk tenang dan tersenyum di depannya. Tapi Shilla tahu, ia kehilangan pemuda itu. Sebagai kekasih, sebagai sahabat, sebagai teman, sebagai saudara.

"Seseorang yang lebih layak akan antar lo ke altar untuk Cakka." Ujar Gabriel sebelum meletakkan beberapa uang untuk membayar bill dan pemuda itu beranjak, "Gue yakin lo akan bahagia sama Cakka, gue akan selalu mengharapkan itu."

Sebuah tepukan ringan menyentuh bahu Shilla. Gadis itu masih belum bereaksi apapun, pikirannya seperti kosong melompong padahal nyatanya pikirannya saat sesak dengan bebagai pernyataan, pertanyaan dan permintaan.

THE LOST SEASON (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang