6 - Like we used to

10.7K 624 32
                                    

I am back! :) Kuharap part ini nggak terlalu mengecewakan, terlalu lama nggak nulis juga bikin susah juga buat mulai nulis dadakan kayak gini.

WARNING!

Apa yang aku tulis di sini semuanya murni dari imajinasi (liar)ku, jadi kalau ada beberapa hal yang nyeleneh dari kenyataan atau fakta yang ada, mohon dimaklumi. Saya nggak memaksa kalian untuk baca, jadi... nikmati saja apa yang saya tulis :) Spread love!


Chapter 6 - Like we used to

"It has been said 'time heals all wounds.' I do not agree. The wounds remain. In time, the mind, protecting its sanity, covers them with scar tissue and the pain lessens. But it is never gone." - Rose Kennedy

***

Ashilla's POV

Seperti yang sudah disepakati, aku akan bersama Lara dan Cakka yang mengawasi kelompokku dalam kegiatan ini. Ada limabelas orang peserta dalam masing-masing kelompok, ditambah satu tim medis. Namun di dalam kelompokku yang spesial ini, ada dua tim medis... Cakka dan Lara. Seharusnya hanya Lara, tapi senang mengetahui kalau Cakka ikut kelompokku karena untuk mengawasiku - sesuai perjanjian awal.

Tapi apa mereka selalu satu paket? Aku kesal menyadari kalau mereka selalu ditugaskan bersama terus. Tidak bisakah Lara diganti dengan suster yang lain? Kenapa harus Lara? Dan kenapa sepertinya Cakka begitu percaya pada Lara?

Sudah hampir dua kilometer kami masuk ke dalam hutan, dan sejauh ini aku tidak melihat keberadaan keduanya di depan - itu artinya, mereka di belakang. Berduaan, kah?

"Shilla, kalau luka kamu terasa sakit segera bilang, ya?" Suara Lara menjadi kesempatanku untuk menoleh. Aku meremas ujung kemeja yang kupakai, saat apa yang kupikirkan ternyata benar. Lara berjalan di sebelah Cakka yang tampaknya tidak memperhatikanku, justru mengamati sekitar.

Hey! Apa kabar dengan ucapan 'di bawah pengawasan gue'? Dia bahkan tidak memperhatikanku!

"Ya." Jawabku terdengar ketus, aku tidak bisa mengontrol suaraku.

"Luka kamu masih basah dan_"

"Gue tahu!" Potongku terus melangkah cepat, berusaha meninggalkan keduanya di belakang. Tapi kudengar sayup-sayup Lara bersuara.

"Dia kenapa?"

Ia pasti bertanya pada Cakka, dan aku tidak mendengar Cakka menjawab pertanyaannya. Apa mereka sedang berbisik-bisik sekarang? Membicarakanku di belakang? Aku memutuskan untuk berlari menahan sakit kakiku, menyusul kelompokku di depan supaya aku tidak mendengar suara keduanya di belakang.

"Kayaknya Dokter Cakka sama Lara ada hubungan khusus." Astrid, teman kuliahku, berbisik-bisik dengan yang lain, aku mau tak mau mendengarkan. Sial, apa yang akan mereka bicarakan sekarang?

"Ya! Gue pikir juga gitu, apalagi mereka kelihatan terus berduaan sejak di bandara itu."

"Apa mereka cocok? Gue rasa lumayan. Lara itu gadis yang cerdas, nggak akan aneh kalau bersanding sama Dokter Cakka."

Kupingku panas, semakin panas di depan daripada di belakang. Aku tidak tahu harus ikut sub-kelompok yang mana. Dua-duanya sama-sama membuat kepalaku ingin pecah rasanya. Jika di belakang aku akan terus-terusan mendengar Lara berusaha menarik perhatian Cakka, dan kalau di depan... seperti ini.

"Shilla..."

"Ya?" Aku tersentak saat Astrid menyenggol lenganku, dan ternyata yang lain juga tengah menatapku.

THE LOST SEASON (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang