19 - Sophrosyne

9.5K 597 59
                                    

Sophrosyne (n.) [suh-fros-uh-nee] : a health-mindedness characterized by self-control, balance, and awareness of one's true self, resulting in happiness

Tell me the story about how the sun loved the moon so much he died every night to let her breathe.

Meja persegi panjang itu terletak di tengah-tengah balkon yang tak beratap, ada empat kursi di kedua sisinya. Sudah jelas siapa yang mengisi. Shilla dan Gabriel duduk berdampingan, berhadapan dengan kedua orang tua Gabriel.

Shilla bersyukur ia datang membawa gaun yang cukup pantas - meski entah apa yang ia pikirkan ketika membawa barang itu.

Pesanan mereka datang lima menit yang lalu. Hidangan lobster bakar dengan bumbu lada hitam di depan Shilla dilahapnya dengan tenang. Sesuai kata Gabriel, kedua orang tuanya penganut 'tak bicara saat makan', jadi ia memutuskan tak memulai percakapan, secanggung apapun suasana saat ini.

Drrtt... drrtt...

"Damn." Umpat Shilla berupa bisikan sangat pelan. Suasana hening itu membuat suara getar ponselnya terdengar seperti musik dari speaker.

"Kamu nggak matiin ponselmu?" Tanya Gabriel menoleh pada kekasihnya itu.

Shilla tersenyum memohon maaf, "Maaf, aku lupa." Sembari menolak panggilan itu, Shilla membaca sekilas siapa nama yang tertera di layar ponselnya. Cakka.

Tunggu...

CAKKA?

Ada apa hingga pria itu mau repot-repot menghubunginya? Tidakkan kejadian pagi ini sudah memperjelas bahwa Gabriel benar-benar akan membentengi mereka berdua?

Hah, benar. Siapa sih yang bisa menghalangi Cakka?

"Ehm, saya permisi ke toilet." Shilla bersuara pelan, takut jika izinnya ditolak dan ia diminta kembali duduk. Tapi pasangan di depannya itu mengangguk tak keberatan.

Shilla membawa ponselnya diam-diam dan melangkah secepat yang ia bisa. Perlu sedikit bertanya hingga akhirnya ia sampai di toilet. Baguslah, sepi. Gadis itu segera menghubungi nomor yang baru saja menghubunginya. Tak perlu terdengar nada sambung ketiga.

"Lo dimana?"

"Ada apa?" Shilla tak berniat menjawab pertanyaan tiba-tiba itu.

"Gue harus jemput lo, lo dimana?"

"Ada apa sih?"

"Gue... ehm, Mama butuh lo."

Kedua sudut bibir Shilla berkedut sedikit mendengar cara bicara Cakka itu, "Aku ada di Detroit."

"Gue ke sana sekarang."

"Nggak! Nggak! Kamu gila? Aku di sini sama..." Shilla menggantung ucapannya, namun tak terdengar respon dari Cakka sampai akhirnya ia kembali melanjutkan, "Sama Gabriel."

"Lo gila ke sana berdua sama Gabriel?"

Apa-apaan maksudnya?

Dahi Shilla berkerut mendengar hal itu, "Aku ke sini memang sama Gabriel, tapi kita ketemu sama orang tua Gabriel."

Hening. Lama tak terdengar sahutan dari Cakka, Shilla hanya mendengar suara orang yang berlalu lalang di balik pintu toilet. Ia menunggu apa yang akan diucapkan Cakka. Apa pemuda itu akan menutup teleponnya sekarang? Atau...

"Gue jemput lo sekarang."

"Cakka!" Shilla terbelalak, "Ada apa di sana sampai kamu_"

"Papa."

THE LOST SEASON (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang