WARNING!
Apa yang aku tulis di sini semuanya murni dari imajinasi (liar)ku, jadi kalau ada beberapa hal yang nyeleneh dari kenyataan atau fakta yang ada, mohon dimaklumi. Saya nggak memaksa kalian untuk baca, jadi... nikmati saja apa yang saya tulis :) Spread love!
Chapter 1 - The Future Doctor
"Kamu terlambat, Cakka. Sangat terlambat."
"Kenapa?"
"Aku... mulai mencintai Gabriel."
"Bohong. Lo bilang begitu cuma untuk_"
"KAMU TERLAMBAT!"
Sepasang kelopak mata yang semula menutup erat iris gelap itu terbuka, kedua matanya membelalak lebar. Kalimat tersebut mendengung keras di telinganya, berputar-putar di otaknya, sempat membuat ia merasa mual untuk sesaat.
Keringat dingin membuat tubuhnya terasa lengket.
"Shit." Umpatnya melirik jam beker di samping tempat tidur, menunjukkan sederet angka 02:23 AM
Pemuda itu - Cakka - menyingkap selimut yang membuatnya gerah dan menapaki lantai dengan kaki telanjangnya, melangkah menuju dapur untuk mendapatkan segelas air minum. Tenggorokannya terasa kering dan kepalanya terasa pening.
Ia menyandarkan punggungnya pada pintu lemari es, nafasnya bahkan masih belum beraturan akibat terbangun tiba-tiba seusai mimpi itu...
Mimpi yang sama, entah yang keberapa kalinya dalam satu tahun ini. Terlalu sering, membuat Cakka selalu mengingat setiap detiknya. Dengan jelas, sangat amat jelas.
+++
"Pagi, dokter..."
Cakka mengangguk singkat membalas sapaan beberapa suster yang bersimpangan dengannya. Sebenarnya sebutan itu belum pantas disandangkan padanya, Cakka bahkan belum secara resmi lulus dari fakultas kedokteran.
Sebutan itu diberikan hanya karena selama ini ia telah magang di rumah sakit ini. Yah, magang - sebagai dokter. Masih ingat tentang rumah sakit Calvary, milik keluarga Calvary?
Memang, Ayahnya yang meminta Cakka untuk membantu di rumah sakit ini sebelum Cakka dinyatakan lulus dari kampusnya. Setelah itu, ia memberikan kebebasan pada Cakka untuk bekerja di manapun.
Tapi untuk sekarang, yah... kenapa tidak memanfaatkan waktunya di rumah sakit ini?
"Hey... ada pasien pagi ini?" Seseorang menepuk pundak Cakka, pria itu menoleh dan menemukan seorang pemuda bertampang oriental tengah menyeringai lebar padanya - namanya Judi, dokter muda yang baru saja lulus tahun ini.
"Nggak tahu."
"Kayaknya pagi ini longgar, nggak seperti beberapa hari yang lalu. Mau santai sedikit? Di kafetaria mungkin..."
Cakka menggeleng sembari mengenakan jas putihnya seperti biasa, "Gue nggak bisa. Ada beberapa pekerjaan."
Judi mengendikkan bahu, "Okay... gue di kafetaria kalau lo butuh gue."
Cakka mengangguk singkat dan berjalan ke mejanya mengabaikan beberapa suster perempuan yang sedari tadi sejak kedatangannya sudah mulai curi-curi panjang. Sejian lezat pagi ini, paras dokter magang sekaligus putra pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja. Secara gratis. Siapa yang mau - atau bisa - menolak?
"Bicaralah." Ujar Cakka menerima beberapa rekam data pasien yang ditanganinya dari seorang suster - gadis muda bernama Lara, cantik dan berprestasi tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...