Hai, dibaca dulu ya...
Aku tahu kalau nggak seimbang porsi scene antara couple satu dengan yg lain. Entah kenapa makin kesini aku makin nggak ada feel sama Rify. Kadang pas nulis Cakshill, jd lupa sm yang lain haha. Idk, mungkin karena aku lebih sreg sm Cakshill *sorry to say. Dan jujur aja aku sedang buntu untuk Rify (ada beberapa rencana, tp ga sreg).
Jadi... kalau ada yang punya ide, bisa di share untuk aku pertimbangkan :) Dan aku akan sangat sangat berterima kasih.
Maafkan ketidak-profesionalanku ini huhu
Chapter 8 - Trust
"Rio..."
Rio menoleh dan menemukan Ibunya berdiri di tak jauh darinya dengan sorot mata yang tak fokus. Kekhawatiran, cemas dan gelisah itu nampak jelas ketika ia melangkah cepat kemudian memeluk Rio erat. Rio membalasnya – lagipula ia bukan tipe laki-laki yang malu jika menunjukkan interaksi dengan Ibunya sendiri.
"Kenapa Mama di sini?"
"Paman dan Bibi kamu nggak bisa datang, jadi Mama yang kemari."
Rio mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Tangan Ibunya mengusap pipi Rio yang tampak semakin tirus dan lingkaran hitam yang tercetak semakin jelas di bawah kedua mata Rio.
"Bagaimana keadaan kamu?"
"I'm fine."
"Shilla?"
Rio membuang wajahnya begitu mendengar nama itu. Ia marah setiap kali seseorang menanyakan atau sekali saja menyebut nama itu. Bukan, ia bukannya marah pada si pemilik nama, melainkan marah pada dirinya sendiri. Mendengar nama itu, sama halnya seperti mengingatkan Rio pada kesalahannya – setidaknya, apa yang dianggap Rio sebagai kesalahannya.
"Oh, sayang... dia pasti baik-baik aja." Ujar Ibunya, "Mama harus temui beberapa orang. Kamu benar-benar harus istirahat Rio."
Wanita itu meninggalkan putranya untuk beristirahat, meskipun rasanya tidak mungkin Rio menurut begitu saja.
+++
"Sudah gelap." Ujar Lara memandang langit, matahari sudah tidak nampak karena terhalang pohon-pohon.
"Dimana Shilla?" Tanya Cakka
Keduanya menoleh kesana-kemari begitu sadar Shilla tidak ada di dekat mereka. Cakka mendecak kemudian mencari Shilla, baru beberapa langkah ia berjalan, ia berhenti.
Gadis itu berada tak jauh dari mereka, tangannya bermain-main dengan sinar matahari yang menerobos di celah-celah kecil pohon rindang. Sambil sesekali tersenyum, tampak bahagia sekali gadis itu. Tidakkah ia sadar kalau mereka sedang dalam suasana genting antara mati atau bertahan? Cakka menggeleng pelan, bahunya bersandar pada salah satu pohon dan kedua matanya tetap setajam elang saat mengawasi Shilla. Gadis itu menoleh padanya yang menyeringai.
Ah... Cakka masih ingat betul bagaimana cara Shilla menyeringai lebar seperti itu, menunjukkan deretan gigi-giginya yang sedikit berantakan itu.
"Lihat ini, bagus."
"Itu cuma cahaya dari matahari." Ujar Cakka
"YA! Cahaya yang nggak berhasil dihalangi pohon-pohon itu." Shilla tersenyum menambahkan, seberkas sinar itu memantul tepat pada wajahnya.
Cakka menahan nafasnya, bagaimana mungkin seseorang nampak seperti manusia dan... malaikat, dalam waktu yang bersamaan? Wajah Shilla nampak bersinar oleh cahaya matahari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...