15 - Proxima Centauri

11.6K 642 51
                                    

Karena hanya bersama kamu, segalanya terasa dekat, segala sesuatunya ada, segala sesuatunya benar. Dan bumi hanyalah sebutir debu di bawah telapak kaki kita. – Perahu Kertas

..

Sebuket bunga Lily of the Valley itu diletakkan di depan nisan Ibunya, tangannya bergerak menyentuh ukiran nama di batu itu. Mulai rapuh termakan musim, warnanya pudar di dera hujan setiap waktu. Shilla bersimpuh, tak peduli pakaiannya yang akan basah atau kakinya yang kotor menyentuh tanah basah di sekitarnya.

"Hari ini aku bawa bunga kesukaan Mama." Bisiknya pelan, supaya suaranya hilang di tengah hujan. Ia tidak ingin sopirnya yang kini sedang memayunginya dari hujan mendengar ucapannya.

"Aku kangen Mama, sekalipun aku nggak pernah ketemu Mama. Kalau Mama ada di sini, kalau sekarang Mama ada di samping aku, mungkin aku akan tanya banyak hal yang bisa bikin Mama terjaga semalaman." Shilla tersenyum kecil, "Ada banyak hal yang nggak aku pahami selama ini."

"I think I have done too much, aku nggak lagi tahu siapa yang aku bohongi. Apakah Cakka, Gabriel, atau bahkan mungkin aku sendiri. Semuanya abu-abu dan aku nggak pernah tahu harus berbuat apa, sampai akhirnya... mereka semua terluka karena aku."

"Mereka yang sebenarnya sangat nggak pantas buat dilukai. Aku sayang mereka, dan mungkin sama seperti mereka juga sayang sama aku. Hanya... kenapa situasi Shilla selalu salah? Kenapa Cakka harus kembali saat aku siap menerima Gabriel? Kenapa aku harus lebih nyaman sama Cakka dibandingkan Gabriel?" Shilla menunduk dalam-dalam, menahan tubuhnya yang mulai bergetar. Antara menggigil melawan dingin, dan berusaha untuk tidak menangis malam ini.

Telunjuk Shilla begerak menyusuri alur bekas luka yang membekas di lengannya, merah dan serasa ditusuki ribuan jarum setiap kali noktah air hujan jatuh di atasnya. Shilla memejamkan mata sejenak,

"Kalau aku menyerah sekarang... apa yang mungkin bakal terjadi?"

+++

Keduanya terlibat dalam percakapan batin untuk sesaat, tidak ada suara yang keluar atau gerak tubuh yang berarti. Sudah berlangsung sekitar limabelas menit, dan sang lelaki akhirnya tidak tahan untuk bersuara.

"Lo yakin?"

"Yakin."

"Tapi_"

"Lo nggak yakin?" Ify meniup poninya dengan tatapan sebal, "Kalau nggak, ya udah kita akhiri di sini."

"Akhiri?"

"Iya! Lo bisa pergi sekarang, gue bisa tidur secepatnya." Ify mendecak, "Memangnya gue seburuk itu?"

"Bukan gitu, tapi ini acara spesial."

"Terus kenapa?" Ify menunduk untuk melihat penampilannya malam ini. Hanya kemeja putih polos berpadu jeans biru tua dan sepatu berwarna biru.

"Lo nggak mau pakai dress?"

"Gue nggak bawa." Jawab Ify santai sembari menutup pintu kamar hotelnya dan menggamit lengan Rio, "Lo mau kita debat semalaman?"

Rio terkekeh, "Semalaman kedengarannya bagus buat gue."

"Pervert."

"Pervert been my middle name." Sahut Rio santai, menurunkan tangan Ify dari lengannya dan mengaitkan jemari Ify dengan jemarinya. Ia cukup yakin saat ini Ify tersenyum, sama seperti dirinya.

"Apa malam ini kira-kira bakal hujan?" Ify mengayunkan tangannya yang terkait dengan tangan Rio, langkahnya sangat bersemangat, "Gue rindu New York."

THE LOST SEASON (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang