"This belongs to you and always will." - Wendy to Peter
"Summers!"Gadis itu terperanjat dari tidurnya dan terduduk di atas kasur, matanya masih berkunang-kunang ketika dihadapkan cahaya dari matahari yang menerobos jendela kamarnya. Ia tidak tidur nyenyak semalam, meski telah berendam dengan sabun dan air hangat, mencuci rambutnya dan_
"Lo belum siap?"
Cakka?
Shilla terbelalak ketika dalam sekejap pandangannya kembali jernih dan menemukan Cakka berdiri tegap di depan kasurnya, menatap datar dirinya yang masih berbalut piyama sedangkan pemuda itu sudah tampak keren-setengah-mati dengan jeans dan kaus abu-abu.
"Apa?" Shilla memasang tampang bodoh, nyawanya belum berkumpul lengkap dalam tubuhnya. Pikirannya masih mengawang-awang di atas langit, dan sebagian di atas bantal.
"Satu hari gue mulai pagi ini."
"Oh!"
Hari ini... satu hari mereka!
Shilla melompat turun dari kasur dan menyambar pakaian seadanya dari wardrobe. Untung rambutnya sudah ia cuci kemarin. Shilla mandi cepat, tidak perlu ada acara lulur atau berendam setelah itu langsung melesat keluar kamar mandi, menuju ke meja rias.
"Maaf... aku lupa." Desis Shilla merutuki dirinya, sembari mengoleskan lip-gloss berwarna peach ke bibir merahnya lalu menyisir rambutnya yang sudah kembali terasa halus dan rapi
"Aku nggak bisa tidur semalam." Gumam Shilla tertawa pelan, meski tidak begitu yakin Cakka akan mempedulikan ucapannya. Cakka menoleh dan menatap pantulan wajah Shilla dari cermin, garis hitam di bawah mata Shilla dan pipinya yang tampak tirus cukup menjelaskan kalau gadis itu benar-benar kurang istirahat.
"Kita tunda hari ini buat lain kali aja." Ujar Cakka tiba-tiba, mengernyit samar ketika bertanya-tanya bagaimana gadis itu masih berusaha tampak baik-baik saja dengan senyum lebarnya pagi ini.
Shilla tersentak, "Kenapa?"
"Gue pikir lo lagi butuh istirahat dan_"
"Jangan!" Pekik Shilla lalu melanjutkan dengan suara yang lebih santai, "Aku nggak apa-apa."
Meskipun tidak begitu yakin tapi Cakka tahu ia tidak bisa membujuk Shilla, jadi ia hanya mengendikkan bahu. Cakka menghela nafas, menyelipkan telapak tangannya ke dalam saku dan mulai mengitari kamar bernuansa merah muda itu dengan kedua matanya.
Tidak ada yang benar-benar berubah dari terakhir kali ia kemari. Masih tetap merah muda, beraroma vanilla dan pernak-pernik di sana-sini. Hanya saja... meja yang dulu penuh jajaran foto-fotonya itu kini sudah tak ada. Kosong.
"Kenapa meja itu kosong?" Tanya Cakka, tergelitik untuk bertanya. Kalau Shilla memang membuang fotonya, bukankah meja itu pantas diisi dengan foto-foto Gabriel? Kekasih Shilla saat ini?
Shilla berdehem pelan mengerti maksud Cakka, "Kemarin baru dibersihin. Jadi foto-fotonya diambil." Dusta gadis itu.
Ia tidak benar-benar pernah mencetak fotonya bersama Gabriel atau foto Gabriel untuk dipajang di kamarnya. Ia memilih membiarkan meja itu kosong setelah... ia menyembunyikan foto-foto Cakka ke dalam lemari. Lemari yang tak pernah tersentuh siapapun sampai saat ini kecuali dirinya sendiri.
Shilla beranjak berdiri dan berbalik menatap Cakka, "Ayo!" Serunya bersemangat, perasaannya cukup baik pagi ini. Ketika ia membuka mata, yang dilihatnya pertama kali adalah Cakka.
Cakka mengangguk dan melangkah keluar kamar Shilla lebih dulu selagi gadis itu masih mengambil tasnya. Tatapan Shilla jatuh pada ponselnya yang tergeletak di atas kasur, ia berpikir sejenak tampak menimbang-nimbang sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...