"Rio..." Ify berdiri di sebelah Rio, canggung untuk duduk di sebelahnya mengingat pacar Rio kini pasti sedang mengintai mereka.
"Hai, Fy." Rio tersenyum, dahinya berkerut samar, entah apa yang dikatakan Glam pada Ify hingga gadis itu mau bicara padanya lebih dulu.
"Um..." Ify merapatkan jaketnya, sesekali menggaruk tengkuknya gelisah. Rasanya ia ingin berbalik dan pergi dari hadapan Rio, ia tidak tahu akan jadi seperti orang bodoh begini di depan Rio
"Ada apa?" Rio terkekeh melihat sikap Ify kemudian menepuk tempat kosong di sebelahnya, "Duduk, lo nggak capek berdiri?"
"Gue duduk di sini aja." Ify memilih duduk di kursi lipat lain, asal tidak di sebelah Rio
"Oke, ada apa?"
"Kenapa? Lo sakit?" Punggung tangan Rio mendarat di pipi Ify, langsung ditepis spontan oleh gadis itu. Rio mengernyit melihat reaksi Ify, "Kenapa?"
"Apanya?"
"Kenapa lo... nepis tangan gue?"
"Lo tanya kenapa? Di sana ada cewek lo, lagi lihatin kita, dan lo tiba-tiba nyentuh pipi gue?"
"Gue cuma mau cek keadaan lo, ini beda."
"Kalau Glam salah paham?"
"Ini cuma masalah sepele, nggak ada yang perlu disalah-pahamin." Rio bersandar pada kursi lipatnya, terkekeh melihat sikap Ify
"Lo!" Ify berdiri dengan telunjuk mengarah tepat ke wajah Rio, "Kenapa gue nggak pernah sadar lo ternyata sebrengsek ini?"
"Apa_"
"Nggak, gue sadar sepenuhnya lo memang brengsek. Gue hanya sempat lupa kalau lo adalah Rio yang sama kayak pertama kita ketemu."
"Lo kenapa sih?" Tanya Rio
Ify memejamkan matanya mendengar pertanyaan Rio. Sebenarnya ia ini kenapa? Kenapa jadi lepas kontrol begini?
"Gosh... I can't." Gumam Ify memijit pelipisnya
Ia tidak bisa dan tidak mungkin bisa membantu Glam jika seperti ini, mulutnya akan lepas kontrol setiap di depan Rio. Wajah Rio selalu membuatnya ingin memaki pemuda itu, mengingat... mengingat apa yang telah diperbuat Rio pada Glam, dan padanya.
"Nggak bisa apa?" Rio berusaha menyentuh tangan Ify, karena gadis itu tampak gusar dengan pikirannya sendiri namun Ify justru menjauh darinya.
"I'm done." Ify menepis tangan Rio, "Glam, pacar lo itu, dia suka sama lo – dan memang seharusnya gitu. Tapi lo... cowok brengsek yang nggak tahu diri, malah... malah..."
"Apa?" Rio bersedekap, menunggu kalimat Ify
"Nggak tahu diri." Ify tidak tahu apa yang ia bicarakan, berdiri di bawah tatapan mengintimidasi Rio membuatnya kehilangan kosakata.
"Selesai? Apa lo udah selesai ngatain gue?"
"Belum." Ify mendongak menantang tatapan Rio, "Saat ini gue marah, tapi lo tenang aja karena gue bukan marah sama lo. Gue pengen lo tahu, gue marah sama diri gue sendiri karena gue sempat pikir lo beda dari lo yang dulu."
"Gue yang dulu?"
"Lo yang brengsek, lo yang egois, lo yang... yang narsis."
"Apa cuma itu yang lo inget dari gue?" Mata Rio menyipit memandang Ify, "Apa segitu benci lo sama gue, sampai yang lo inget dari gue cuma keburukan gue?"
"Ya, gue benci sama lo. Gue bukan Glam, pacar lo, yang suka sama lo. Gue benci sama lo!"
+++
"Kalian darimana aja?" Tanya Lara sembari menyalakan pematik api pada ranting-ranting kayu yang sudah mereka kumpulkan saat hari masih terang tadi. Dalam beberapa detik, api unggun itu sudah ada di depannya, berkobar-kobar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST SEASON (Book 2)
FanfictionSeandainya dulu ia tidak bertahan pada Gabriel, seandainya dulu ia menerima orang lain selain Gabriel, seandainya dulu ia memilih mendengarkan orang lain, dan... mungkin seharusnya memang Shilla menerima Cakka hari itu, Tapi kalau begitu kejadiannya...